Suasana yang hening di dalam kamar Amor tiba-tiba di hancurkan oleh suara kaki berjalan cepat di ikuti suara bantingan pintu kamar.
BRAKKKK!
Riki masuk ke dalam kamar dengan muka pucat, begitu sampai di dalam kamar dia langsung mengambil botol air mineral di meja dan menenggaknya.
"Ada apa?" Tanya Amor yang kaget melihat kelakuan Riki.
Berbeda dengan Amor yang kaget di pihak lain Alena hanya tersenyum saja melihat kelakuan Riki.
Seakan-akan dia sudah tahu apa yang menimpa dan di di alami oleh Riki yang tadi dia suruh menyiramkan air pada sebatang pohon.
"Api besar menghantam pohon," Jawab Riki dengan napas memburu.
"Biarkan saja, itu serangan balasan dari si dukun karena kekuatannya berhasil di patahkan, serangan itu membentur pohon tempat air di siramkan sebab air itu menjadi alamat rumah ini secara gaib," Jelas Alena.
Riki hanya mengusap-usap tengkuknya yang merasa dingin mendengar perkataan Alena.
*******
Pagi hari yang datang menerangi udara Palembang membuat semua penduduk yang semalaman terlelap mulai melakukan aktifitasnya.
Sementara Amor di dalam rumahnya sudah ceria kembali, tidak terlihat sama sekali raut kesakitan seperti kemarin.
"Alena, terima kasih atas bantuan yang kamu berikan kalau tidak aku tidak dapat membayangkan bagaimana dengan diriku," Amor berkat kepada Alena.
"Sudah menjadi kewajibanku untuk membantu siapa saja dalam masa hukuman ini," jawab Alena sambil tersenyum.
"Oh ya, aku sudah memberi tahu kepada Riki mengenai kamu sebenarnya, tenang saja dia bisa di percaya, dia juga akan mencarikan kamu pekerjaan sebagai konsultan penerjemah," jelas Amor lagi.
"Terima kasih atas bantuan kalian, iya aku sudah melihat Riki Orangnya tulus," jawab Alena.
"Kalau begitu habis sarapan kita berbelanja, karena aku melihat kamu tidak mempunyai pakaian lain selain yang kamu pakai," Amor berkata lagi.
Alena tidak menjawab dia hanya menganggukkan kepalanya tanda menyetujui apa yang di katakan oleh Amor.
Siang hari mobil yang di kendarai Amor dan Alena berjalan di jalanan kota Palembang di bagian belakang mobil itu penuh dengan barang belanjaan.
Berbagai macam pakaian mereka beli terlebih untuk pakaian yang akan di kenakan oleh Alena.
Mereka berdua sudah sangat dekat seakan sudah saling mengenal bertahun-tahun satu sama lainnya.
Ketika mobil yang di kendarai oleh Amor sedang melaju mulus di atas aspal kota Palembang telpon genggam yang dimiliki oleh Amor berbunyi.
"Ada apa Rik, aku sedang belanja pakain untuk Alena?" Tanya Amor sambil menyetir mobil.
Tiba-tiba Amor menginjak rem dengan sangat kencang membuat ban mobil berdecit di aspal.
Dari belakang mobil suara klakson terdengar bertalu-talu memecah udara kota Palembang.
"Ada apa?" Tanya Alena kaget.
"Ardi meninggal dengan cara tak wajar, tadi Riki telpon memberi tahu," Jawab Amor dengan muka cemas.
"Meninggal dengan cara tak wajar bagaimana?" Tanya Alena lagi.
"Dia meninggal mendadak di kamar kosannya, anehnya walau baru meninggal mayatnya menimbulkan bau busuk seakan-akan sudah meninggal sekian lama," Jelas Amor.
"Sekarang mayatnya ada di mana?" Tanya Alena.
"Mayatnya ada di rumah duka, Riki sudah di sana dia meminta kita untuk menuju ke sana," Jawab Amor.
"Kalau begitu kita harus ke sana juga," Jawab Alena.
Amor menganggukkan kepalanya pertanda memahami apa yang dikatakan oleh Alena.
Ketika mobil yang di kendarai oleh Amor sampai di rumah tempat mayat Ardi berada dengan cepat mereka turun dari mobil.
Di dalam rumah itu sudah banyak pelayat berdatangan, namun tidak ada pelayat yang tahan berada di dekat mayat sebab mayat mengeluarkan bau busuk yang menyengat.
Alena berjalan mendahului Amor masuk ke dalam rumah tempat mayat Ardi berada, di dalam terlihat berapa anggota keluarga menangisi kematian Ardi.
Dari banyak orang yang di sana mata Alena melihat satu sosok yang menarik perhatiannya.
Sosok itu merupakan seorang tua yang mengenakan pakain serba hitam, tidak ada kesedihan di mata orang itu selain kemarahan.
Mulut orang tua itu tiada henti berkomat-kamit membaca sesuatu yang dia baca tanpa berkeputusan.
Alena melihat mata orang itu ketika mereka masuk ke dalam rumah selalu tertuju pada Amor dan Riki.
Alena ketika selesai melihat mayat Ardi langsung berjalan keluar tak lupa dia memberi kode pada Amor dan Riki yang sedang berbicara.
"Ada apa?" Tanya Riki kepada Amora begitu mereka berada di dekat mobil.
"Bagaimana cerita kematian Ardi?" Tanya Alena kepada Riki.
"Aku juga kurang tahu pasti namun menurut orang yang menemukan mayatnya, mayat Ardi ditemukan masih panas tertelungkup dibatas keyboard komputer yang dia pakai," Jelas Riki kepada Alena.
"Apakah kamu tahu siapa orang tua yang berpakaian serba hitam yang ada di dekat mayat Ardi?" Tanya Alena lagi.
"Orang itu paman Ardi yang baru datang dari kampungnya begitu mendengar berita kematian Ardi," Jawab Riki lagi.
Alena menganggukkan kepalanya begitu mendengar penjelasan dari Riki kepada dirinya.
"Ada apa?, apakah kamu menemukan sesuatu?" Tanya Amor yang dari tadi terdiam.
"Ada sesuatu yang tak beres, kalian berdua dalam bahaya," Jawab Alena sembari menatap tajam pada Riki dan Amor.
"Maksudnya bagaimana?" Tanya Riki penasaran.
"Kematian Ardi merupakan korban dari makhluk yang di pelihara keluarganya untuk mencari kesaktian dan kekayaan, ini akibat mereka tidak memberikan tumbal yang seharusnya di berikan semalam, dan orang yang semula akan mereka tumbalkan yakni Amor namun tidak bisa karena semalam terlindungi," Jawab Alena dengan mimik muka serius.
Kedua orang ini terdiam sebab mereka percaya pada apa yang di katakan oleh Alena, setelah mereka berdua melihat yang di alami oleh Amor semalam.
"Apa yang harus di lakukan sekarang?" Tanya Amor yang mulai merasakan takut.
"Sebaiknya tidak usah ikut ke pemakaman, kita menuju rumah Amor sebab kalian berdua harus di bersihkan dan di beri perlindungan," Jawab Alena sambil menatap tajam rumah tempat mayat Ardi berada.
"Baiklah kalau begitu kami akan mengikuti apa yang kamu katakan," Jawab Amor.
"Aku ikut mobil kalian, sementara mobilku biarkan Rizal sepupuku nanti yang membawanya," Jawab Riki.
"Itu juga bagus," Jawab Alena singkat.
Sambil berkata pandangannya tetap di tujukan kearah rumah tempat mayat Ardi berada.
"Apa yang kamu lihat dari rumah itu?" Tanya Riki ketika melihat Alena tidak mengalihkan pandangan matanya pada rumah tempat mayat Riki berada.
"Aku melihat arwah Ardi yang penasaran, matanya menunjukkan dendam yang jelas di tujukan pada kalian berdua, sementara paman Ardi yang berpakain hitam tadi tak henti memberikan kekuatan pada arwah tersebut," Jelas Alena.
"Bagaimana ini?" Tanya Amor yang seketika menjadi panik.
"Aku akan berusaha menahannya, kalau bisa menghancurkannya namun aku memerlukan lilin berwarna merah yang besar," Jawab Alena.
"Kalau begitu kita pergi sekarang," Jawab Riki yang langsung mengambil kunci mobil dari tangan Amor.
Sampai di rumah Amor malam sudah menunjukkan pukul tujuh, mereka melihat Bik Suti duduk di depan pagar dengan reaksi ketakutan.
"Nonnnn....!" Teriak Bik Suti melengking melihat mereka datang.
######
Alena yang sudah bersiaga, dengan cepat membungkus dirinya dengan sinar berwarna merah terang.Ketiga lawan melihat tubuh Alena terbungkus sinar merah terang sejenak terkesiap namun tetap nekat meneruskan serangannya.Ketika tubuh ketiga orang itu menghantam cahaya terang yang membungkus tubuh Alena dalam sekejap ketiga tubuh itu terbanting kebelakang."Sudah aku bilang kalian tidak ada apa-apa sebab kalian tidak lebih dari kacung, namun kalian masih nekad menyerangku," ejek Alena melihat ketiga orang itu terbanting.Mendengar ejekan Alena dengan cepat ketiga penyerang tanpa memperdulikan rasa sakit dari hantaman Alena segera bangkit dan kembali menyerang Alena.Namun kali ini Alena memakai Cahaya merah yang berbentuk tali namun pada ujung cahaya itu berbentuk lancip.Lawan yang menyerang Alena begitu tali cahaya tersebut bergerak segera berhamburan untuk men
"Mbak, gawat kenapa mbak?" tanya Alena di telpon."Warga mengamuk tanpa sebab, pasukan kewalahan menghadapinya kami sudah mendatangkan pasukan cadangan namun belum bisa menangani situasi," jelas Mbak Devi dengan napas yang memburu sama seperti Kapten Japar."Kalau begitu ada baiknya bawa mundur pasukan, dan adakan penjagaan di luar lokasi warga mengamuk, sambil selamatkan warga yang tidak mengamuk," jelas Alena lagi."Ini sedang kami upayakan, kamu di mana?" tanya Mbak Devi."Aku sedang menuju pusat kota, dimana lokasi warga mengamuk?" tanya Alena."Sekarang hampir di semua wilayah kota warga mengamuk, kita harus mencari solusinya," jawab Mbqk Devi."Baik mbak, aku menuju ke pusat kota membantu menangani wilayah itu," jawab Alena sambil mematikan hanphonenya.Dengan cepat Alena bersandar dikurdi penumpang mobil yang di kemudikan Bagus, se
Suara ledakan keras yang di timbulkan benda itu memekakkan telinga Alena dan Bagus.Dengan cepat Alena meloncat untuk berlindung, air yang tadi ada di dalam baskom membasahi tempat itu.Benda yang ada di dalam air itu meledak tidak meninggalkan sisa sedikitpun, seperti menguap di udara benda itu menghilang begitu saja.Alena yang keluar dari balik kursi karena berlindung menggelengkan kepalanya menyaksikan benda di hadapan mereka itu meledak tanpa sebab.Begitu dia bangkit dia melihat di pintu seperti ada kelebat orang berlari meninggalkan runah kediamannya.Dengan cepat Alena berlari menuju pintu dan mengejar ke arah bayangan orang tersebut hilang.Cukup lama Alena mengejarnya namun sampai di ujung lorong yang tak jaih dari rumahnya dia tidak menemukan orang yang dia kejar.Merasa kesal karena orang yang dia kejar tidak dapat di temukan,
Malam hari yang menyelimuti Kota Palembang membuat aktifitas siang hari yang semarak berganti dengan malam yang begitu berbeda.Alena yang sedang ada di kamar kaget mendengar teriakan Bagus dari luar, dengan cepat Alena buru-buru keluar kamar."Ada apa Bagus?" Tanya Alena dengan suara lembut."Ada orang yang datang non dia bilang utusan," Jawab Bagus.Alena melihat tangan kanan Bagus seperti mencengkram leher seseorang, orang itu terlihat sangat menderita karena leherbya tercekik tangan bagus."Lepaskan, orang itu bisa mati," Alena berkata kepada Bagus.Setelah tangan Bagus lepas dari lehernya terlihat pemuda itu dengan terburu-buru menarik napas untuk memenuhi paru-parunya dengan oksigen."Kawan sekarang kamu bisa mengatakan apa yang kamu bawa," Alena berkata lembut."Baaiik," Jawab Pemuda itu dengan tubuh gemetar.
Pagi-pagi sekali Bagus dan Alena sudah kelihatan duduk di teras depan, Alena sedang seksama mendengarkan penjelasan Bagus mengenai hasilnya dari hutan Purwosari.Ketika mereka sedang berbincang di teras rumah tiba-tiba dari arah gerbang terlihat satu sosok tubuh yang memencet bel berapa kali."Sepertinya ada tamu dari jauh, buka gerbang dan ajak tamu kita masuk," Alena berkata kepada Bagus.Mata Alena terbelalak melihat sosok setengah baya yang ada di belakang Bagus, di tangan sosok itu terlihat memegang sesuatu."Ada apa non?" tanya Bagus bingung melihat reaksi Alena ketika melihat tamu yang ada di belakangnya.Alena tak menghiraukan pertanyaan dari bagus, dia langsung berdiri dan membungkuk hormat terhadap tamu yang abru datang itu.Bagus yang bingung mengernyitkan keningnya melihat melihat reaksi yang di tunjukkan oleh Alena."Dewa Kur
Bersama dengan suara ledakan itu tersebut ikut juga meledak tubuh Bidadari Kuning yang membuat tubuh bidadari itu juga ikut lebur.Alena yang sudah menarik kekuatannya badannya langsung jatuh berlutut badannya bergetar menunjukkan dia menangis karena kematian sahabatnya itu.Bersamaan dengan itu juga samapi di tempat itu Bagus bersama dengan Adisaka."Dimana Bidadari Kuning?" tanya Adisaka."Dia sudah menebus semua kesalahannya," jawab Alena sambil menghapus air matanya."Itu bukan kesalahan kamu, Bidadari Kuning Sudah menerima akibat dari perbuatannya, lebih baik sekarang kamu tenangkan diri kamu dahulu sebab masalah ini belum akan selesai dengan matinya bidadari kuning," Adisaka mencoba menghibur Alena."Iya aku tahu, masih ada Raja Kegelapan yang harus di hancurkan," jawab Alena."Baiklah aku akan melaporkan ini pada paman, mungkin sek