Terdengar suara gaduh di dalam kamar Bu Wati. Mereka semua saling pandang. Pintu kamar Bu Wati terkunci. Roni mencoba mendobraknya.
"Ibuk, Bapak!" Roni memanggil dengan suara yang kuat. Tapi tak ada sahutan, hanya suara rintihan dan erangan yang terdengar.
Roni coba dobrak lagi, kali ini dibantu Iwan. Beberapa kali mereka mendobrak, sempat mengalami kesulitan karena pintu yang sangat kokoh, akhirnya setelah hampir menyerah, pintu berhasil juga didobrak. Mereka semua terperanjat melihat kondisi kamar Bu Wati yang sangat berantakan.
Roni melihat Bapaknya menggeliat di dekat lemari, seperti menahan sakit yang teramat sangat. Iwan segera menolong Pak Darma yang terus mengerang kesakitan.
Hal ta
Terdengar suara gaduh di dalam kamar Bu Wati. Mereka semua saling pandang. Pintu kamar Bu Wati terkunci. Roni mencoba mendobraknya."Ibuk, Bapak!" Roni memanggil dengan suara yang kuat. Tapi tak ada sahutan, hanya suara rintihan dan erangan yang terdengar.Roni coba dobrak lagi, kali ini dibantu Iwan. Beberapa kali mereka mendobrak, sempat mengalami kesulitan karena pintu yang sangat kokoh, akhirnya setelah hampir menyerah, pintu berhasil juga didobrak. Mereka semua terperanjat melihat kondisi kamar Bu Wati yang sangat berantakan.Roni melihat Bapaknya menggeliat di dekat lemari, seperti menahan sakit yang teramat sangat. Iwan segera menolong Pak Darma yang terus mengerang kesakitan.Hal tak jauh berbeda pun terjadi dengan Bu Wati, dia mengge
Roni segera mendekati istrinya, membantunya berjalan dengan memapahnya. Dewi kelihatan begitu lemah. Wajahnya pun masih terlihat pucat. Roni membantunya duduk di sofa."Bik, tolong ambilkan air minum buat Dewi," kata Roni pada Bik Jum."Air yang di botol tadi. sudah habis Bung?" tanya Iwan."Masih ada," jawab Roni."Itu saja minumkan. Air itu sudah dibacakan doa ruqyah, sama santri-santri di Pesantren. Kami sengaja membawa beberapa botol," ucap Iwan. Roni segera beranjak masuk ke kamarnya, mengambil sisa air di botol mineral yang tadi buat membasuh wajah Dewi.Segera diminumkan air itu perlahan ke istrinya. "Ada apa denganku Mas?" tanya Dewi dengan suara yang masih terdengar le
Suara itu begitu menyeramkan, siapa pun yang mendengar pasti bergidik ngeri. Bik Jum dan Pak Dirman sampai gemetaran."Tak usah didengarkan, dia sengaja ingin membuat kita takut dengannya. Sehingga lupa, bahwa ada Zat yang jauh lebih kuat darinya," kata Solihin.Terdengar suara ringtone berdering. Ternyata panggilan masuk di ponsel Iwan. Dia cepat mengambil gawai dari dalam saku celananya."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Iwan mengucapkan salam pada orang yang meneleponnya.[Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Ana sama Ustad Imam sudah sampai di depan rumah yang ente maksud] jawab Ustad Faruk, orang yang menghubungi ponsel Iwan.
"Ron, ini Ustad Faruk dan Ustad Imam. Pemilik pesantren tempatku belajar ilmu tauhid juga kebatinan. Insha Allah beliau bisa membantu kita." Iwan mengenalkan Ustad Faruk dan Ustad Imam. Roni menundukkan kepalanya sebagai salam perkenalan. Di situasi seperti ini, Roni tak.bisa menyambut kedatangan dua Ustad itu terlalu formal."HAHAHAHAHA KALIAN TAK SANGGUP MELAWANKU! SAMPAI MEMINTA BANTUAN HAHAHAHA. TAK AKAN ADA YANG SANGGUP MENGUSIRKU HAHAHAHAH." Suara menyeramkan itu terdengar lagi, seakan mengejek kehadiran Ustad Faruk dan Ustad Imam."Astaghfirullah." Ucapan istighfar serentak keluar dari mulut Ustad Faruk dan Ustad Imam."Semuanya harap tenang. Selain kami jangan ada yang masuk," kata Ustad Faruk."Wan, k
Bik Jum semakin ketakutan, meringkuk ke dekat Dewi. Begitupun dengan Pak Dirman."Bik, terus zikir," bisik Dewi. Bik Jum melanjutkan zikirnya dengan mata terpejam."Dewiiii ikut kami." Dewi tiba-tiba mendengar suara bisikan. Kepalanya menoleh ke asal suara, tak ada siapa-siapa."Ayo ikut kami." Suara itu terdengar lagi.Kembali Dewi menoleh, tetap kosong. Dewi mencoba mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tetap kosong. Hah, kosong!"Kemana Mas Roni? Kemana Bang Iwan? Kemana Bapak? Dimana Bik Jum dan Pak Dirman? Bukankah tadi mereka di sini. Bahkan tadi Bik Jum mendekat denganku." Dewi bergumam sendiri.
Roni dan Iwan saling pandang, mendengar suara teriakan itu. Bersamaan dengan itu, Pak Darma pun berhenti menggeliat dan mengerang."Pak, Bapak!" Roni berusaha memanggil dan mengguncang bahunya. Beliau masih saja terdiam ditempatnya.Iwan cepat memeriksa keadaan Pak Darma, "Bapakmu hanya pingsan Bung." Roni lega mendengar perkataan Iwan."Bantu aku mengangkat Bapak ke atas," kata Iwan. Berdua mereka membopong tubuh Pak Darma dan membaringkannya ke atas sofa.Dikamar, Solihin langsung memeriksa keadaan Bu Wati. "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun," kata Solihin, dia menunduk. Hatinya sangat sedih, kali ini harus ada nyawa yang melayang."Inn
Tiba-tiba tubuh Dewi terangkat ke atas, dia terkekeh-kekeh mengerikan. Ayat-ayat ruqyah terus saja di lantunkan. Semakin keras juga kencang."DIA BAGIAN DARI KAMI. KAMI TAK AKAN MELEPASKANNYA!" Dewi terus saja meracau."KAMI BENCI BAPAK DAN IBU. KENAPA KAMI YANG HARUS DIKORBANKAN!""Siapa kau? Kenapa mengganggu istriku?!" Roni bertanya pada Dewi. Bukan! Tapi ke makhluk yang merasuki tubuh Dewi. Dewi menyeringai menatap Roni, tatapannya membuat Roni bergidik ngeri."AKU? KAMI! KAMI ANAK DARMAA HIHIHIHI.""Jangan bertanya dan jangan di dengar Bung, setan itu berusaha menyesatkan kita dengan tipu dayanya. Jangan percaya apa pun yang dikatakannya," ucap Iwan setengah berbisik.
"Bu." Roni berusaha memanggil Bu Wati dan mengguncang-guncang tubuhnya yang tergeletak di lantai. Walaupun dia tahu, Bu Wati sudah dinyatakan meninggal. Tapi tetap saja, dia berharap Ibunya masih hidup.Roni menangis tersedu melihat keadaan Bu Wati. Meskipun dia baru mengetahui kenyataan, bahwa dia bukan anak kandung Bu Wati. Tapi Bu Wati yang sudah membesarkan Roni dengan kasih sayang sejak dia kecil. Pak Darma dan Bu Wati memang menyayangi Roni dengan tulus. Sehingga Roni tak menyadari kalau dia bukan anak kandung mereka. Dipeluknya erat tubuh Bu Wati, diabaikannya bau gosong yang menusuk hidungnya."Sabar Bung. Jangan terlalu diratapi. Banyak-banyak memohon ampunan untuk orangtua terutama Ibumu." Iwan berusaha menasehati Roni. Ditepuknya lembut punggung sahabatnya itu.Ro