Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 184 – Warisan dari Langit

Share

Bab 184 – Warisan dari Langit

Author: Andi Iwa
last update Last Updated: 2025-05-23 08:15:20

Angin pegunungan menggigit kulit, membawa kabut tipis yang membungkus desa kecil di kaki Lembah Suci. Fajar belum sepenuhnya muncul, namun cahaya samar menyinari halaman tanah liat tempat puluhan pemuda desa tengah berlatih. Keringat mengucur, napas berat menguap di udara dingin, dan suara derap kaki yang menapak tanah bergema seirama.

Di tengah lingkaran itu berdiri Li Feng. Bukan lagi pendekar dengan aura naga atau pedang sakti di punggungnya. Ia hanyalah seorang lelaki biasa dengan tatapan tegas dan sorot mata yang menyimpan seribu luka. Tangannya, meski tak lagi mengalirkan tenaga dalam, tetap mantap saat membetulkan posisi tangan salah satu muridnya.

"Jangan hanya mengangkat tanganmu," katanya lembut namun tegas. "Bayangkan ini tameng bagi keluargamu. Kalau kau goyah, mereka terluka. Paham?"

"Paham, Guru Li!" jawab para pemuda serentak.

Namun pagi itu, satu pemuda memisahkan diri. Nafasnya tersengal. Matanya—menyimpan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 186 – Cahaya dan Bayangan

    Li Feng berdiri di depan Pedang Cahaya Sejati yang tergeletak di atas altar, cahaya pedang itu memancarkan kilauan seperti matahari yang membakar malam. Di tangannya, rasa lelah dan hampa menyelubungi seluruh tubuhnya. Perjalanan yang begitu panjang, penuh penderitaan, kehilangan, dan pengorbanan, kini membawanya ke titik ini—di mana takdir dunia ini bergantung pada pilihan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Mei Yue, yang telah kembali ke kehidupannya, berdiri di belakangnya dengan tatapan penuh kekhawatiran. “Li Feng… jika pedang itu memilihmu, apa yang akan terjadi?” tanyanya pelan, suaranya sedikit gemetar. Li Feng tidak menjawab langsung. Matanya tertuju pada pedang yang tergeletak di hadapannya. Rasa takut bercampur dengan harapan muncul di dalam dadanya. Selama ini, ia telah berjuang dengan Pedang Naga Langit yang penuh kutukan, dan kini ia harus menjadi penjaga pedang baru yang lebih kuat—Pedang Cahaya Sejati, yang konon mampu mengubah nasi

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 185 – Pengorbanan Kedua

    Udara di sekitar altar Warisan Langit membeku. Suasana senyap menyelimuti semua orang yang hadir di sana—Mei Yue, para pemuda pelindung desa, para biksu penjaga naskah langit, hingga para tetua yang diam-diam bersembunyi di balik pilar batu tua. Tapi satu sosok berdiri di tengah lingkaran cahaya pedang yang belum sempurna: Li Feng. "Jangan..." Mei Yue memekik lirih, suara gemetar. Ia menggenggam lengan Li Feng dengan tubuhnya yang masih setengah rapuh. Matanya menatap lurus ke mata lelaki itu, yang kini sudah tak bersinar seperti dulu, tapi menyimpan bara kecil—bara yang tetap menyala meski badai menghantam. Li Feng menunduk perlahan. "Mei Yue... kita sudah kehilangan terlalu banyak... Kalau aku bisa memberikan sedikit harapan, bahkan hanya untuk satu hari... aku rela." "Tidak!" serunya, mengguncang tubuh Li Feng, tangannya bergetar. "Kau sudah kehilangan kekuatanmu! Tubuhmu pun—apa kau pikir aku akan membiarkanmu... membiarkanmu pergi be

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 184 – Warisan dari Langit

    Angin pegunungan menggigit kulit, membawa kabut tipis yang membungkus desa kecil di kaki Lembah Suci. Fajar belum sepenuhnya muncul, namun cahaya samar menyinari halaman tanah liat tempat puluhan pemuda desa tengah berlatih. Keringat mengucur, napas berat menguap di udara dingin, dan suara derap kaki yang menapak tanah bergema seirama. Di tengah lingkaran itu berdiri Li Feng. Bukan lagi pendekar dengan aura naga atau pedang sakti di punggungnya. Ia hanyalah seorang lelaki biasa dengan tatapan tegas dan sorot mata yang menyimpan seribu luka. Tangannya, meski tak lagi mengalirkan tenaga dalam, tetap mantap saat membetulkan posisi tangan salah satu muridnya. "Jangan hanya mengangkat tanganmu," katanya lembut namun tegas. "Bayangkan ini tameng bagi keluargamu. Kalau kau goyah, mereka terluka. Paham?" "Paham, Guru Li!" jawab para pemuda serentak. Namun pagi itu, satu pemuda memisahkan diri. Nafasnya tersengal. Matanya—menyimpan

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 183 – Pendekar Tanpa Pedang

    Angin musim gugur berembus lembut di atas perbukitan yang mengelilingi Desa Ping An. Daun-daun berwarna merah bata dan kuning keemasan berguguran seperti serpihan langit yang terjatuh perlahan, menyelimuti tanah dengan nuansa hangat sekaligus muram. Langit menjingga, mentari mulai bersembunyi di balik cakrawala, meninggalkan bias cahaya lembut yang menari di wajah para pemuda desa yang berkumpul di lapangan utama. Li Feng berdiri di tengah kerumunan itu, tanpa pedang di punggungnya, tanpa baju zirah, hanya dengan jubah sederhana berwarna kelabu yang berkibar tertiup angin. Sorot matanya tajam, namun damai. Matanya tidak lagi menyimpan amarah, hanya harapan. “Dengarkan baik-baik!” serunya dengan suara lantang, memecah keheningan senja. “Kita mungkin tidak memiliki tenaga dalam, kita mungkin tidak memiliki senjata sakti seperti para pendekar besar… tetapi kita punya sesuatu yang jauh lebih kuat—tekad dan keberanian!” Beberapa pemuda menundu

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 182 – Kota Pertama yang Runtuh

    Li Feng berdiri di puncak bukit, matanya menatap lekat pada horizon yang membentang. Di sana, di bawah awan kelabu yang menggantung berat, kota pertama yang jatuh ke tangan Penerus Pedang Kegelapan terhampar. Kota yang selama ini menjadi garis depan pertahanan Kekaisaran kini hanya tinggal puing-puing dan kehancuran. Keheningan yang mencekam menyelimuti kawasan itu, seakan seluruh dunia sedang menahan napas, menunggu kehancuran yang lebih besar. Dulu, tempat ini penuh kehidupan. Pasar yang ramai, suara pedagang yang memanggil pembeli, dan rumah-rumah yang berdiri kokoh, kini telah berubah menjadi lautan abu dan reruntuhan. Api yang tak terpadamkan membakar sisa-sisa bangunan yang hancur, menghanguskan semuanya, bahkan harapan yang pernah ada. Li Feng menggenggam tangannya, bukan karena dinginnya udara, tapi karena ada sesuatu yang lebih beku di dalam dadanya. Hatinya, yang dulunya penuh dengan semangat dan keyakinan, kini terasa rapuh dan ha

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 181 – Dunia Tanpa Kekuatanku

    Li Feng berdiri di tengah hutan yang gelap. Tidak ada suara angin, tidak ada burung yang berkicau. Semuanya terasa sepi, sunyi, seperti dunia yang membeku, menghentikan waktu untuk memberi ruang bagi ketakutan yang bergejolak dalam hati. Tangan kanannya, yang dulunya memegang Pedang Naga Langit dengan penuh kekuatan, kini terkulai lesu di samping tubuhnya yang lelah. Kekuatan yang pernah ada dalam dirinya, yang memampukannya menghadapi musuh-musuh terberat, kini menghilang, tak tersisa. Tubuhnya lemah. Setiap langkah terasa berat, seperti beban dunia yang menekan punggungnya. Tidak ada lagi energi mistik yang mengalir melalui tubuhnya, tidak ada lagi aliran chi yang menguatkan setiap gerakannya. Ia bukan lagi Li Feng sang pendekar, bukan lagi penjaga pedang legendaris. Ia hanyalah manusia biasa—manusia yang tidak memiliki apa-apa selain kenangan akan kekuatan yang hilang. Di hadapannya, Mei Yue berdiri, wajahnya pucat namun penuh keyakinan. Mata mereka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 180 – Keheningan Pedang Naga Langit

    Li Feng menatap pedang itu, mata penuh perjuangan dan keputusasaan. Pedang Naga Langit, senjata yang telah mengubah hidupnya, kini berada di tangannya. Kekuatan dan kutukannya, yang begitu lama menguasai jiwanya, bersatu dalam senjata ini. Seperti kilatan petir, ingatan tentang perjalanan panjangnya—pertempuran demi pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan—terpancar jelas di matanya. Mei Yue terbaring di hadapannya, kristal beku yang dulunya adalah tubuh yang penuh jiwa dan harapan. Kini, ia hanya sebuah kenangan yang terperangkap dalam tubuh yang beku. Kristal itu mengkilap di bawah cahaya Pedang Naga Langit, seolah-olah memantulkan dunia yang telah hancur. Keringat menetes di pelipis Li Feng. Ia tahu keputusan ini adalah yang paling sulit dalam hidupnya. Tidak ada jalan kembali. Pedang Naga Langit bersinar dengan cahaya biru yang dingin, seakan menyadari apa yang akan terjadi. “Aku tidak bisa melakukan ini,” bisik Li Feng dengan suara hampir tak te

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 179 – Kristal Kenangan

    Li Feng memandangi tubuh Mei Yue yang kini tergeletak tak bergerak, beku seperti patung es. Wajahnya yang dulu penuh dengan kehidupan dan harapan kini terbungkus dalam lapisan kristal bening yang dingin. Namun, meski tubuhnya telah menjadi kristal, air mata yang menetes dari matanya masih terperangkap dalam bentuk kristal hidup—sebuah kenangan yang tak akan pernah pudar, selamanya terjaga dalam bentuk yang abadi. "Mei Yue..." Li Feng berbisik, suara itu berat dengan rasa sakit yang tak terungkapkan. Setiap helaan napasnya terasa seperti beban dunia yang tertumpuk di dada. Ia menatap wajah Mei Yue yang kini seperti tenggelam dalam tidur panjang, seolah waktu telah berhenti. Namun, ia tahu—ini bukanlah tidur. Ini adalah akhir dari segalanya, atau mungkin hanya awal dari sesuatu yang lebih besar, lebih gelap. Langit malam di atas mereka tak menunjukkan tanda-tanda kedamaian. Angin dingin bertiup kencang, seperti menangis bersama Li Feng. Sekeli

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 178 – Jantung yang Tak Pernah Mati

    Langit memerah. Fajar menembus kabut tipis di lembah Wanshou. Di ujung tebing batu, tempat sunyi yang dahulu menjadi tanah pelatihan terakhir almarhum Guru Mo Jing, berdiri seorang pria dalam diam—Li Feng. Tubuhnya diam, tapi dadanya bergemuruh. “Kau mewarisi lebih dari sekadar jurus,” kata-kata terakhir sang guru terus menggema di benaknya. “Kau... mewarisi semangat.” Angin berembus pelan. Namun setiap tiupan seolah membawa bisikan masa lalu. Suara langkah kaki para murid yang telah tiada. Seruan tawa Mei Yue saat dulu mereka berlatih bersama. Tangisan senyap dari dirinya yang tak sanggup menyelamatkan mereka semua. “Maaf...” bisiknya lirih. “Aku terlalu lambat... terlalu lemah...” Tapi di balik suaranya yang pecah, ada bara yang tak padam. Dari balik kabut, suara langkah mendekat. Pelan. Tapi pasti. Seorang anak muda muncul. Bocah remaja berusia tak lebih dari lima belas tahun. Paka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status