Langit pagi di Perguruan Naga Langit Baru tampak cerah, namun bayangan gelap masih menyelimuti hati Li Shen. Ia baru saja bangun dari tidur lelap yang tidak pernah benar-benar memberikan kedamaian. Di dalam tidurnya, sebuah suara memanggil, membisikkan sesuatu yang membuatnya terjaga dengan keringat dingin. Sebuah nama, satu nama yang menggetarkan jiwa—Li Feng.
"Li Feng... siapa dia sebenarnya?" gumam Li Shen, terduduk di tepi ranjang, matanya terpaku pada pedang karat yang tergeletak di sampingnya. Pedang itu, milik seseorang yang entah mengapa terasa begitu familiar baginya. Tidak lama setelah itu, mimpi yang sama kembali datang, menghantuinya, dengan Li Feng muncul dalam bentuk bayangan yang kabur namun penuh kekuatan. "Aku adalah penjaga keseimbangan," suara itu berbisik. "Kau harus menuntaskan apa yang aku mulai, bukan sebagai pahlawan, tapi sebagai penjaga." Li Shen menggigit bibirnya. "Penjaga keseimbangan? Tapi, apa yang harus akuLi Shen berdiri di hadapan Gerbang Surga Ketiga, sebuah pintu raksasa yang tertutup rapat, seakan menantang dunia untuk mengungkapkan rahasia-rahasia gelap yang tersembunyi di baliknya. Cahaya suram menerobos dari sela-sela batu besar, menggelapkan seluruh tempat di sekelilingnya. Pintu itu, meskipun tampak tidak bergerak, terasa seperti sesuatu yang hidup, mengamati setiap langkah Li Shen dengan mata tak tampak. "Apa yang akan kamu pilih, Shen?" Suara Li Feng berbisik dalam angin, begitu familiar, namun tetap penuh dengan keheningan yang mendalam. Li Shen bisa merasakan kehadiran guru lamanya, meskipun hanya dalam bentuk bisikan yang lemah. Li Shen menarik napas dalam-dalam, matanya terfokus pada gerbang yang tak tampak berujung itu. Ia tahu apa yang harus ia lakukan—tidak hanya untuk menyelamatkan para jiwa yang terperangkap di sana, tetapi juga untuk masa depannya sendiri. "Ini saatnya," gumamnya, hampir tidak terdengar oleh angin yang berdesir di se
Di tengah sunyi malam yang berat, langit di atas Istana Langit diselimuti oleh kabut hitam tebal yang menggerakkan udara dengan lembut, seakan menandakan hadirnya malapetaka. Li Shen, dengan langkah mantap dan pandangan tajam, menginjakkan kaki di ruang yang penuh dengan kekuatan gelap yang luar biasa. Di hadapannya berdiri sosok yang telah lama hilang—Tian Xuan Reinkarnasi, yang kini menyebut dirinya Kaisar Tanpa Wajah. Li Shen merasakan perubahan yang begitu nyata. Kehadiran Kaisar Tanpa Wajah ini tidak hanya menggetarkan dimensi, tetapi juga membuat jantungnya berdegup lebih cepat. “Kau… bukan Tian Xuan yang dulu aku kenal,” Li Shen bergumam, suaranya penuh kebingungan dan ketegasan. “Apa yang telah kau lakukan padamu sendiri?” Kaisar Tanpa Wajah itu tertawa rendah, suara tawa yang kosong dan penuh keputusasaan. “Aku adalah wajah dari kegelapan yang menyelimuti dunia ini. Aku adalah bayangan dari segala keinginan yang tak terpuaskan. Dunia ini tak ak
Li Shen menatap matahari yang tenggelam di balik pegunungan, menciptakan rona keemasan yang mengalir di sepanjang lembah. Hening, seolah dunia ini sedang menanti. Di sekelilingnya, desiran angin berhembus pelan, membawa aroma tanah dan dedaunan yang basah. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Sebuah kekuatan yang mengintai, namun tak terlihat, menggelayut di udara. "Li Shen," suara itu terdengar di telinganya, lembut dan dalam, seolah datang dari jauh. "Sudah waktunya." Ia menoleh. Di hadapannya, ada tiga sosok yang muncul dari kabut tipis yang tiba-tiba muncul, masing-masing memiliki aura yang tak bisa disangkal. Seperti bayangan, mereka berdiri dalam diam yang memikat. Bai Long, sang Naga Putih, adalah sosok pertama yang menyapanya. Dengan tubuh yang tinggi dan ramping, putih bersih seperti salju, ia memancarkan kekuatan yang begitu murni dan tak tergoyahkan. "Li Shen," kata Bai Long, suaranya sejuk namun penuh tekanan, "Kamu telah sampa
Tengah malam, angin berhembus kencang, menggoyangkan pepohonan yang seolah berbisik dengan suara-suara yang tak dapat dimengerti. Langit gelap, dihiasi oleh pendar cahaya rembulan yang memudar di balik awan kelabu. Di bawahnya, Perguruan Naga Langit yang dulu megah kini terlihat sepi, tertutup oleh bayang-bayang malam yang pekat. Namun, ada sesuatu yang tak wajar di sana—sesuatu yang menciptakan getaran di udara, sesuatu yang telah mengintai sejak jauh sebelumnya. Li Shen berjalan perlahan di antara reruntuhan yang masih terasa panas dari api yang baru saja padam. Matanya terfokus pada sisa-sisa puing yang dulunya adalah tempat di mana ia dibesarkan, tempat yang telah menjadi rumah bagi banyak murid yang mengagungkannya. Kini, hanya ada kehancuran dan bayang-bayang musuh yang mengintai di balik setiap sudut. "Li Shen...," suara itu tiba-tiba menggema di telinganya, suara yang akrab namun kini terasa asing. Ia menoleh, matanya mencari sumber suara. Tak a
Langit pagi di Perguruan Naga Langit Baru tampak cerah, namun bayangan gelap masih menyelimuti hati Li Shen. Ia baru saja bangun dari tidur lelap yang tidak pernah benar-benar memberikan kedamaian. Di dalam tidurnya, sebuah suara memanggil, membisikkan sesuatu yang membuatnya terjaga dengan keringat dingin. Sebuah nama, satu nama yang menggetarkan jiwa—Li Feng. "Li Feng... siapa dia sebenarnya?" gumam Li Shen, terduduk di tepi ranjang, matanya terpaku pada pedang karat yang tergeletak di sampingnya. Pedang itu, milik seseorang yang entah mengapa terasa begitu familiar baginya. Tidak lama setelah itu, mimpi yang sama kembali datang, menghantuinya, dengan Li Feng muncul dalam bentuk bayangan yang kabur namun penuh kekuatan. "Aku adalah penjaga keseimbangan," suara itu berbisik. "Kau harus menuntaskan apa yang aku mulai, bukan sebagai pahlawan, tapi sebagai penjaga." Li Shen menggigit bibirnya. "Penjaga keseimbangan? Tapi, apa yang harus aku
Angin berdesir keras melalui celah-celah pegunungan yang menjulang tinggi. Langit Timur tampak dihantui oleh cahaya merah yang aneh, seolah-olah dunia itu sendiri terbelah. Tidak ada yang tahu pasti apa yang sedang terjadi di langit sana—selain rasa ketegangan yang menggelayuti setiap jiwa yang memandangnya. Hembusan angin itu terasa tajam, menambah kesan kegelisahan yang menyelimuti dunia yang sudah lama tenang. Tian Yi berdiri di atas puncak Perguruan Naga Langit Baru, memandangi cakrawala yang mulai berubah warna, merah seperti darah yang tumpah. Di hatinya, ada perasaan yang tak bisa dijelaskan. Sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar perasaan takut. Ada ketakutan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, yang bukan hanya berasal dari ancaman fisik, tetapi juga dari kenyataan yang lebih dalam. Kegelapan itu kembali. “Apa yang sedang terjadi?” Tian Yi berbisik, lebih kepada dirinya sendiri daripada siapapun. Dalam keheningan malam, han