16Akhirnya aku bisa tidur nyenyak malam ini. Selain karena tubuh yang lelah luar biasa, Tuan Sultan juga memberiku sekotak es krim rasa buah-buahan. Sesuai janjinya, ia memberiku makanan. Walaupun hanya sekotak es krim, lumayanlah buat mood booster. Moodku kembali. Semangatku juga kembali. Aku akan bertahan di sini, setidaknya sampai kontrak kerja itu berakhir. Apalagi gaji yang akan kudapat lumayan besar setiap bulannya. Sepuluh juta. Bukankah aku berencana mengambil lagi apa hakku yang dirampas Yuni? Dengan bantuan seorang pengacara yang akan kubayar dengan gaji dari Tuan Sultan nanti, aku yakin bisa merebut hakku lagi. Satu lagi yang kulupakan. Apa Arman sudah mengurus perceraian kami? Aku takut ia tidak melakukannya. Lalu, bagaimana dengan statusku nanti? Apa aku harus menjadi janda tanpa surat? Janda bodong? Enak sekali dia kalau menikah lagi tanpa menguras dulu perceraian kami. Dia bisa dengan mudah menikah lagi. Sement5 aku akan kesulitan bila suatu saat bertemu jodoh, sed
17“Kenapa kau masuk saat aku masih tidur, hah? Apa kau sedang menyusun rencana untuk memperkosaku lagi saat aku sedang tidur?” Tuan Sultan berteriak lagi. Tidak terima dituduh seperti itu, aku berbalik seraya mengangkat tangan. Ingin membantah, akan tetapi suaranya yang menggelegar, membuat tubuh ini berbalik lagi ke arah dinding. “Siapa yang menyuruhmu berbalik, hah? Apa kau sengaja ingin melihat auratku?”Ya Tuhan... menyesal kenapa tadi aku masuk, kalau tahu akan seperti ini. Padahal menunggu saja sampai dia memanggil. “Ambilkan kursi rodaku!” perintahnya lagi dengan suara tidak sekeras tadi. Aku baru akan berbalik untuk mengambil kursi roda saat lagi-lagi perintah lain menyusul. “Jalan miring! Jangan menoleh ke arahku!”Aku mengikuti perintahnya. Jalan sambil miring-miring seperti kepiting untuk sampai di tempat kursi rodanya yang lumayan jauh dari ranjang. Seribet ini menjadi pelayan Tuan Sultan. Seribet ini untuk mendapat uang sepuluh juta. Dapat. Aku sudah memegang hande
18Aku mencari yang bernama Marini di bawah. Menanyakan kepada siapa pun yang pertama kutemui. Tak lupa menanyakan nama dia yang pertama kutemui itu. Aku tak ingin Tuan Sultan menyebut diri ini tidak pintar lagi. Akan kucoba bersosialisasi dengan siapa pun agar aku betah dan tahan bekerja di sini. Walaupun Tuanku orang yang sangat tidak bersahabat, tetapi bila aku bisa dekat dengan teman-teman di sini, bukankah itu akan membantu membuat suasana tidak membosankan. Dari pelayan yang kutanya, akhirnya aku tahu kalau Marini adalah pelayan yang sejak awal mengajariku segala hal tentang kebiasaan Tuan Sultan. Dia wanita berusia empat puluhan dengan tubuh kurus dan rambut dipotong pendek di atas tengkuk. Katanya dia kepala pelayan perempuan. Marini memberiku satu stel baju yang lumayan pas di tubuh ini. Padahal sebelum dipakai terlihat kecil. Bukan baju baru, tetapi entah bekas siapa. Namun yang pasti, dengan baju ini aku tidak terlihat seperti seorang pelayan. Terlalu bagus dan berkelas
19Laksana sebuah pertunjukan, kini semua orang berkumpul mengelilingiku yang kelojotan kepanasan. OG yang aku tabrak terlihat panik. Berbagai celoteh aneh keluar dari mulutnya dengan nyaring dan tanpa jeda. Mungkin ia latah. Parahnya, ia terus saja menyebut nama kemaluan milik wanita. Berkali-kali tak mau berhenti. Rasa bersalah tersirat jelas di wajah itu. Dia membantu mengelap punggungku dengan lap motif kotak-kotak yang tersampir di pundaknya. Lengkaplah sudah tontonan ini. Aku yang kelojotan karena kepanasan, dan dia yang mengelap punggung ini dengan mulut latahnya yang tidak bisa diam. Aku diam saat menyadari begitu banyak orang menonton kami. Pandangan ini terfokus ke arah Arman dan wanita yang bersamanya. Cemburu? Big no! Hanya saja, aku ingin statusku jelas dulu sebelum ia menggandeng wanita mana pun. “Bola.” Terdengar Arman bergumam. Matanya memicing menatapku dari ujung rambut hingga kaki. Wanita di sampingnya menatap Arman heran. “Kamu kenal dia?” tanyanya dengan t
20“Apa kau tidak dengar? Tolong ambilkan minuman untuk kami!” Cindy mengulang perintah dengan gaya sok anggun, tetapi sangat menyebalkan. “Kami ini calon majikanmu juga. Aku sebentar lagi akan menjadi istri Sultan. Papaku akan menjadi ayah mertua Sultan. Jadi, cepat ambilkan minuman untuk calon majikanmu!” Lagi dia memerintahku seenak jidatnya. Aku baru akan menjawab perintah yang diucapkan dengan angkuh tetapi sok elegan itu, saat pintu ruangan terbuka dari luar. Kemudian masuk Tuan Sultan dengan kursi rodanya didorong Pak Sam. “Maaf, Ana ini pelayan pribadiku. Hanya aku yang boleh memberi perintah untuknya. Dia bukan OG di sini, kalau Anda berdua mau minum, saya akan suruh sekretaris untuk membuatnya.” Tuan Sultan masuk dengan wajah datar dan bicara tegas. Kemudian berhenti di dekat meja kerjanya, dan langsung meraih gagang telepon. “Hera, tolong buatkan minuman untuk Tuan Rama dan putrinya. Langsung bawa ke ruanganku!” Tuan Sultan bicara tegas di telepon, sebelum berbalik meng
21Aku berjalan mengekori Pak Sam. Kami kembali ke ruang kerja Tuan Sultan. Saat tiba di depan meja sekretaris seksi tepat di samping pintu ruangan itu, aku berhenti. Kemudian memperhatikan wanita berambut sebahu yang dicat warna cokelat. Wajah wanita itu tertutup make up dengan rapi. Alisnya sempurna hasil sulam. Extension bulu mata lentik menaungi sepasang bola mata dengan soft lens warna cokelat juga. Seorang sekretaris memang harus sempurna. Atau memang dibuat sesempurna mungkin untuk menarik perhatian bos? Astaghfirullah, kenapa aku berburuk sangka? Padahal kalau pun benar. Itu bukan urusanku. Urusanku sebatas melayani Tuan Sultan. Namun, bila suatu saat ditakdirkan jadi sekretaris, aku tidak akan berdandan berlebihan seperti itu. Apalagi dengan rok yang hanya beberapa centi panjangnya. Jauh di atas lutut, sehingga memperlihatkan paha indah yang seharusnya hanya diperlihatkan untuk laki-laki yang berhak. Mimpiku terlalu jauh? Rasanya tidak. Bukankah dulu aku sekolah jurusan
22Sejak hari itu aku bekerja dengan giat. Tidak banyak mengeluh, meratap, apalagi menangis. Semua perintah Tuan Sultan kujalani dengan ikhlas. Apa pun kulakukan tanpa banyak bicara. Kuniatkan saja untuk ibadah, bukankah semua pekerjaan bernilai pahala bila dilakukan dengan ikhlas? Naik-turun tangga berkali-kali dalam sehari, kulakoni dengan hati riang. Juga naik turun kursi untuk mengganti tirai jendela dua hari sekali. Anggap saja olahraga gratis. Aku tidak perlu datang ke sanggar aerobik, tempat fitness, atau membayar seorang instruktur untuk melatihku. Hasilnya? Sangat luar biasa. Selama sebulan bekerja, berat badanku sudah berkurang sangat banyak. Terlebih di sini hanya disediakan makanan sehat sesuai arahan ahli gizi yang dibayar Tuan Sultan. Dan setiap hari, aku hanya makan apa yang dimakan tuanku itu. Praktis aku tidak pernah lagi bertemu makanan kesukaan. Mi instan, gorengan, makanan bersantan, cake, minuman manis, camilan kemasan, snack-snack gurih, keripik-keripik. Poko
23Selain berat badan yang sudah turun banyak, satu lagi pencapaian membanggakan yang kudapat selama sebulan ini. Setiap kali ikut Tuan Sultan ke kantornya, aku selalu curi-curi kesempatan untuk mempelajari tugas seorang sekretaris. Dari Hera sekretaris seksi Tuan Sultan? Tentu bukan. Dia bahkan masih bersikap angkuh hingga kini. Padahal aku sudah sering ikut ke kantor dan bertemu dengannya. Mungkin karena statusku yang hanya pelayan, dia jadi memandang remeh. Lagi-lagi aku bertekad dalam hati, akan kutunjukkan kepada wanita seksi itu jika suatu saat aku bisa lebih baik darinya. Walaupun entah kapan. Jalan yang kupilih untuk mempelajari tugas seorang sekretaris adalah... aku memohon -mohon kepada Pak Sam agar mengajariku. Kupasang wajah sememelas mungkin. Kukeluarkan suara semenyedihkan mungkin agar ia kasihan dan mau mengajariku. Berhasil. Pak Sam mau mengajariku dengan suka rela. Awalnya ia mengajariku tugas-tugas dasar secara garis besar. Kemudian memberiku tugas ringan untuk