Share

006

Author: Novisi
last update Last Updated: 2022-09-03 14:16:40

Semalam Xabier telah menghubungi karyawan di restoran pusat untuk mempersiapkan restorannya sebagai tempat konferensi pers.

Satu hari ini, restoran itu tidak menerima tamu. Ia malah menjamu para pemburu berita untuk menikmati sajian gratis.

Pria itu menikmati sarapan bersama ibu dan adiknya. "Nanti siang aku ada konferensi pers, memberitahukan tentang kehamilan Batari," ujarnya.

Semalam Xabier telah menceritakan pada ibunya bahwa Batari mengandung anaknya. Tidak ada sambutan hangat terlontar dari bibir Andalaska.

"Seharusnya kamu menutupi fakta kehamilannya. Akan jadi bahan pertanyaan bahwa dia hamil sebelum menikah," sanggah ibunya pagi ini. "Nama baik kamu akan tercoreng," sambung ibunya lagi.

Xabier menyeruput kopi pagi miliknya. Ia sedikit berbeda pendapat dengan ibunya. "Tapi, kehamilan itu akan terus membesar. Dia akan melahirkan tujuh bulan lagi. Tetap saja mereka akan mengusut kehamilan Batari," ucapnya setelah menaruh cangkir di meja.

"Nama baikku tetap saja dipertaruhkan," lanjutnya.

Adik perempuan Xabier, Evana Xinda Santos, menyimak percakapan antara ibu dan kakaknya. Ia mengetahui dasar pernikahan kakaknya bukan karena cinta. Dirinya tahu kalau Xabier tidak lagi percaya cinta, melainkan melakukannya demi keuntungan diri sendiri.

"Aku telah selesai," ucapnya. Ia muak dengan perbincangan itu seakan-akan perempuan yang dinikahi kakaknya itu tidak berarti sama sekali.

Ia juga perempuan, membayangkan menerima perlakuan seperti itu dari seorang pria tentu saja Xinda akan melawan. Entah dimana istri kakaknya itu ditempatkan, Xinda tidak tahu-menahu. 

"Bagaimana perkuliahan kamu?" tanya Xabier begitu menyadari bukan hanya ia dan Andalaska yang ada di meja makan.

"Biasa, Kak," jawabnya pendek. Xabier menganggukkan kepalanya.

"Apa kamu masih berhubungan dengan mahasiswa pekerja paruh waktu itu?" tanyanya lagi.

"Untuk apa kakak mengurusinya?" Xinda tidak senang dengan pertanyaan kakaknya.

"Kamu harus mencari pria yang baik dan mapan agar masa depanmu tidak suram. Belum lagi, dia tidak punya pekerjaan yang tetap," jelas Xabier.

Xinda mendesah berat, bibirnya menipis, suasana hatinya tidak senang mendengar perkataan kakaknya.

"Bukan tidak punya, hanya belum. Semua ada waktunya, Kak," sanggah Xinda.

"Kakakmu mengingatkan yang baik, Xinda," timpal Andalaska.

Xinda berdecak keras lalu berdiri. "Kenapa Mama dan Kak Xabier mengukur orang itu baik atau bukan dari pekerjaannya?" protesnya. "Apa kakak tidak mampu menilai yang kakak lakukan terhadap istri kakak, sebuah tindakan tidak baik karena merendahkan manusia!?" pekiknya dengan nafas menderu.

"Jangan mengurusi --,"

"Diam!" teriak Xabier turut berdiri dengan kilat amarah pada adik perempuannya.

"Kamu masih 22 tahun, tahu apa kamu tentang kakak!?" hardik Xabier.

Xinda sebenarnya terkejut sendiri dengan isi ucapannya yang berani mengomentari hidup kakaknya. Namun, sudah maju pantang ia mundur.

"Kakak kecewa akan cinta, melihat papa dan mama bertengkar hampir setiap hari, mereka bercerai, dan bersamaan kakak juga putus cinta," sembur Xinda. "Tapi, membuat perempuan lain terluka... yang tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu kakak. Itu sangat... sangat buruk. Aku berharap tidak akan pernah berurusan dengan pria seperti kakak," tunjuknya pada Xabier dengan berani.

Dikuasai oleh amarah, Xabier melayangkan tangannya ke pipi adik kesayangannya itu. Andalaska sampai menjerit, berdiri dari bangkunya.

Xinda menangis. Ia tidak melawan lagi.

Belum pernah Xabier bertindak sejauh ini pada adiknya. Perkataan Xinda seperti memantik api kecil dengan semburan bahan bakar. Emosinya tersambar api hingga meledak.

Xinda memandang kakaknya dengan kilat kesedihan dan kekecewaan mendalam.

Perempuan itu pergi dari hadapan ibu dan kakaknya.

Jerit dan panggilan dari Andalaska diabaikannya begitu saja. Ia pergi keluar dari rumahnya.

Relasi keluarga Xabier mulai rusak semenjak perceraian papa dan mama mereka beberapa tahun lalu.

Xabier mengepalkan tangannya yang memanas. Antara rasa sesal dan marah mengumpul di dadanya.

Semua perempuan sungguh membuat kesusahan, batinnya.

Andalaska berjalan mendekati putranya, ia mengusap lengan Xabier yang digunakan tadi pada adiknya.

"Bersabarlah menghadapi adikmu, tidak bisa dengan amarah," saran Andalaska. "Ia masih begitu muda, sudut pandangmu belum mampu dicapainya."

Xabier bisa sedikit lebih tenang mendengar ucapan ibunya. "Pergilah, lakukan mana yang terbaik untukmu," pesan Andalaska.

Xabier menghadap ke arah ibunya. "Terima kasih, Mama," ujarnya.

Pria itu tidak langsung melaju ke restoran pusat miliknya. Ia menghubungi Batari, rencananya ia ingin menjemput perempuan itu untuk melakukan konferensi pers bersama.

Ponselnya tidak terhubung. Ia yakin bahwa Batari tidak akan pergi ke restoran cabang setelah perempuan itu diperintahnya untuk tinggal di rumah saja.

Tidak membuang waktu lama, Xabier melaju ke perbatasan kota tempat tinggal Batari. Butuh waktu lebih cepat karena ia berada di arus lalu lintas yang lengang.

Saat akan masuk ke kawasan tempat tinggal Batari, dari kejauhan pria itu melihat Batari naik angkutan umum, memakai masker dan topi sambil menyandang tas ransel dan menenteng tas lainnya.

"Mau kemana dia?" gumam Xabier.

Ia mengikuti angkutan umum itu. Batari tidak turun di sepanjang jalan hingga sampai ke terminal bus.

Xabier menebak bahwa perempuan itu berencana melarikan diri darinya. Ia mengumpat dan memukul keras kemudi, saat tahu isi rencana istrinya itu.

Dia mencari lokasi parkir dengan sebelumnya menandai angkutan yang dinaiki Batari. Setelah parkir, pria itu melangkah cepat menuju kendaraan di lokasi pemberhentian terakhir bus.

Dekat tengah bus, ia menunggui Batari turun. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, memastikan Batari keluar dari pintu depan atau belakang.

Saat Batari turun, dalam kondisi bersesakan seseorang tidak sengaja mendorongnya. Tasnya terjatuh duluan. Perempuan itu hilang keseimbangan, pegangannya di pintu terlepas.

Kakinya terlompat ke arah aspal. Kejadian buruk menghampiri Batari, ia menutup matanya tidak kuasa menerima duka lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Gustri Lusiyanti Hutapea
seru ceritanya sangat menarik
goodnovel comment avatar
Yuli Setiawaty
banguuus cepat sadar suaminya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS   S2 081 - Pesta Pernikahan [SELESAI]

    Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam

  • PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS   S2 080 - Ungkap Kebenaran

    Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan

  • PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS   S2 079 - Infeksi Virus

    Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai

  • PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS   S2 078 - Gangguan

    "Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik

  • PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS   S2 077 - Kembali ke Surabaya

    Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga

  • PELAYAN RESTORAN ITU, ISTRI BOS   S2 076 - Pesan Kurang Adab

    "Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status