Mengherankan buat Xaba lantaran Ayasya menginap di rumah orang tuanya malam ini. Kamar Ayasya memang masih dibiarkan kosong oleh Batari, tetapi Xaba menilai terlalu mudah Ayasya mengubah keputusan."Kamu kembali ke rumah ini?" Xaba terus terang dengan pertanyaannya. Ayasya terkesiap mendengar suara dari arah punggung. Perempuan itu tadi ke dapur untuk mengambil segelas air, kerongkongannya terasa kering usai mimpi buruk menyerang di saat tidur."Eh, Mas Xaba," sapa Ayasya, ia tidak mampu menatap pupil Xaba karena ada beban dalam hati yang tidak terucap."Ibu meminta untuk menginap di sini supaya besok pagi tidak terlambat mengikuti...." Suara Ayasya tersendat. "acara tunangan Mas Xaba dan Mbak Milen," ucapnya berhasil mengungkapkan usai menarik napas panjang."Oh...." Xaba mengangguk sambil berdiri tegak dengan kedua tangan di pinggang. "Apa tujuan kamu sebenarnya kembali ke rumah? Bukan hanya untuk mengikuti acara tunangan besok, 'kan?" tanya Xaba sampai melahirkan kegelisahan dal
Dengan pertimbangan yang merujuk pada keadaan diri sendiri, Ayasya kini kembali tinggal di kediaman Santos. Bertepatan hari ini Ayasya harus membayar bulanan kos, suatu keberuntungan terlepas dari perkara finansial.Kening Xaba mengernyit sewaktu menyadari sosok yang selama ini hampir dilupakan berkeliaran di rumah orang tuanya."Kamu masih di sini?"Ini hari kedua Ayasya berada di rumah keluarga Santos, tadi pagi dibantu oleh pengemudi keluarga, Ayasya mengepak barang-barang dari kos.Ayasya yang tengah membersihkan area belakang rumah acuh tak acuh disapa oleh Xaba. Ia terus saja melanjutkan tugasnya.Pada Batari dan Xabier, Ayasya menceritakan kejadian mengenai pemecatannya dari restoran Jiwa Sehat. Hanya sampai di situ, cerita lain Ayasya tak berani bicara.Hati ibu mana yang tidak tersentuh oleh kenyataan anaknya berarti menghadapi kesulitan. Sebagai orang tua, mereka merasa wajib membantu Ayasya."Hei! Kamu tidak dengar aku bicara?" Xaba bertolak pinggang merasa diabaikan oleh A
Xaba tercengang mendapat informasi mengenai masalah yang menimpa keluarga mereka. Bukti-bukti mengarah pada sosok tertentu, hanya saja Xaba tidak mau gegabah bertindak.Sebelum pernikahannya terjadi, ia bertekad akan membongkar masalah yang ada. Hanya saja kedatangan Ayasya membuat runyam otak berpikir Xaba. Menjelang akhir pekan, Batari meminta izin pada Xabier untuk mengunjungi makam budenya ke desa Adiluhur. Xabier dan Xaba tidak turut serta lantaran Batari ingin sendirian saja ke sana.Xabier cukup khawatir dengan rencana Batari karena hubungan masa lalu yang sempat buruk dengan penduduk setempat."Saya hanya semalam di sana, Pak. Tidak seorang pun orang desa yang tahu rencana kedatangan saya, 'kan.""Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau tidak memastikan keselamatan kamu, Bu."Batari tertawa malu, meskipun pernikahan mereka sudah berpuluh tahun, Xabier tetap saja bersikap manis terhadapnya."Aku akan siapkan dua orang untuk menemani kamu, Mbok Sadiyo ikut saja." Saat Batari akan me
"Kamu mau menggoda Papa?!" tanya Xaba dengan suara lantang sambil mengacungkan telunjuk pada Ayasya. "Kembali ke rumah hanya untuk melakukan cara rendah dengan memberi papa obat penenang?!" Xaba sempat membaca keterangan itu tadi di tabung obat.Ayasya yang masih berada di lantai hanya terisak malu. Xaba memberi jarak pada Ayasya agar mampu menahan diri agar komunikasi mereka berjalan dengan cara yang pantas."Maafkan saya, Mas," lirih Ayasya sesenggukan."Maaf? Aku sudah mencurigai kamu sedari awal, Ayas. Tidak mungkin semudah itu kamu kembali kemari kalau bukan untuk maksud tertentu!"Ayasya mencoba berdiri meski dengan terhuyung-huyung. Ia berpegangan pada bangku dan meja yang ada di dekatnya. Barulah Ayasya mampu berhadapan dengan Xaba."Kamu sengaja mengenakan pakaian minim seperti itu, kamu mau... memancing papa melakukan hal tak patut sama kamu?!" Xaba kembali meninggikan nada suaranya sembari berkacak pinggang dan sebelah tangan mengacak rambutnya sendiri. "Perempuan rendahan!!
Minggu malam, Ayasya bersama keluarga Santos menikmati hidangan di restoran Pohon Rindang. Xabier memilih ruangan privat untuk mereka berempat. Bertepatan dengan perayaan hari pernikahan Batari dan Xabier."Selamat untuk Papa dan Ibu," ujar Xaba tersenyum sembari mengangkat gelas anggur dari meja bulat, sementara itu yang lain menikmati minuman jus buah dan air mineral."Selamat untuk Ibu dan Bapak, saya kagum dengan kekuatan cinta Ibu dan.Bapak," puji Ayasya tulus setelah mereka menikmati minuman yang disajikan."Terima kasih, Ayas," ucap Batari sembari mengusap lengan Ayasya yang duduk di samping kiri. "Moga kamu segera menemukan pasangan hidup yang akan berjuang bersama-sama," harap Batari mukhlis.Ayasya menanggapi dengan senyum, sementara Xaba tampak fokus pada santapan lezat di hadapannya. Usai menikmati hidangan, Batari sadar ada yang kurang saat ini."Mengapa Milen tidak kamu ajak, Xaba?"Sekejap Ayasya mengerling pada Xaba. Paska malam kejadian ia menyebut nama Milen sebagai
"Aku mau ketemu besok."Di sinilah Xaba dan Milen saat ini, di sebuah cafe kopi. Milen baru saja mendarat di Surabaya dari Jakarta, langsung mendatangi Xaba.Parasnya tanpa ekspresi, bertolakbelakang dengan kenyataan bahwa tidak lama lagi mereka akan menjadi pasangan suami istri. Seharusnya, paras calon mempelai sumringah, tetapi ini lain."Kamu punya hubungan apa dengan Ayas?!"Kening Xaba mengernyit, menandakan bingung akan pertanyaan Milen yang bernada tuduhan."Jangan pura-pura polos. Ada maksud apa kamu membawa perempuan kampung itu ke alun-alun? Malam-malam lagi."Xaba teringat pada memori beberapa hari lalu ia dan Ayasya mengunjungi sebentar alun-alun Surabaya. Dan, tidak melakukan apa pun."Kabar dari mana? Menyuruh orang lain memata-mataiku lagi?"Milen berdecak kesal sembari jemarinya mengulir ponsel dalam genggaman."Ini apa?!" tanyanya dengan nada meninggi seraya menyodorkan ponsel ke hadapan Xaba.Xaba terdiam selagi matanya membaca berita terkait malam di alun-alun. Ia m
[Saya akan datang.]Ayasya duduk di bangku dalam restoran Jiwa Sehat sembari membaca kembali pesan beberapa hari lalu dari nomor tanpa nama.Pesan itu yang membawa Ayasya tiba di sini. Tidak menyangka sebelumnya bahwa restoran Jiwa Sehat dikosongkan seperti saat sekarang."Selamat datang, Ayasya," sapa Wisang yang datang dari arah ruang kerja. Sengaja Wisang melempar senyum, akan tetapi tidak berpengaruh pada batin Ayasya yang kurang tenang."Saya harap kamu datang membawa kabar baik." Wisang duduk di sebuah meja petak panjang terbuat dari kayu mahoni tepat berhadapan dengan Ayasya. Mereka berjarak 2 meter jauhnya."Seperti yang Bapak inginkan," sahut Ayasya lalu menelan ludah dengan susah payah. "Ibu Batari telah meninggalkan rumah sejak pertama kali melihat suaminya bermesraan bersama saya."Wisang mengangguk-angguk pelan, kemudian mengulas senyum."Ya, saya telah mendapat laporannya. Batari meninggalkan rumah.""Tidak menyangka kalau kamu juga mendekati anak mereka, Xaba. Kabar men
"Ayasya mengkhianati perjanjian. Sekarang Om dikejar-kejar pihak berwajib. Brengsek, Ayasya!"Milen mendengar seksama penuturan Wisang yang mengaku sedang dalam pencarian melalui sambungan telepon. Helaan napas panjang dan embusan kencang dari mulut Milen menandakan kejenuhan dan kejengkelan. "Dari awal aku keberatan Om melibatkan perempuan itu dalam urusan kita. Om tidak pernah mau mendengar, dia tidak bisa dipercaya, Om," cecar Milen sambil berjalan bolak-balik di kediamannya."Kamu harus membantu pelarian Om, Milen."Kening Milen mengernyit, dia tidak terima turut menanggung kesusahan akibat keputusan Wisang yang keliru."Membantu seperti apa, Om?""Om harus melarikan diri sementara keluar negeri. Anak buah Om tertangkap, Om butuh identitas palsu untuk bisa melakukan perjalanan pesawat."Milen mengerti arah pembicaraan Wisang. Pria itu memintanya untuk mengurus segala kebutuhan pelarian dari dalam hingga keluar negeri."Om, aku rasa Wulan, anak Om, lebih bisa menolong. Aku masih h