Bab 52: Pulau Kabut dan Tanda Anomali
Kabut pekat menyelimuti laut timur selama tiga hari penuh.Seluruh pelaut, bahkan mereka yang memiliki teknik penglihatan roh, kehilangan arah. Kompas spiritual berputar tanpa kendali. Udara asin terasa berat, seolah membawa bisikan dari masa silam.Di Menara Utara, seorang penjaga laut menggigil saat melihat peta kuno di tangannya bersinar merah.“Pulau Kabut muncul lagi...” bisiknya, lalu buru-buru membunyikan lonceng peringatan sembilan kali berturut-turut—sebuah kode kuno bahwa anomali tingkat asal telah bangkit.---Di sisi lain dunia, Li Yuan berdiri di pelabuhan tua. Angin laut menampar jubahnya, membawa bau kematian dan kehampaan.Yue Lian berdiri di belakangnya. “Kau yakin mau ke sana? Bahkan para tetua dunia takut menyebut namanya.”Li Yuan mengangguk pelan. “Dulu Dewa Murni menyebut kata anomali. Dan sekarang, sebuah pulau yang tak pernah ada dalam catatan spBab 58: Menebas Takdir, Membelah WaktuAngin tajam berdesir ketika Jin Suhua melangkah maju. Aura emas menyelubungi tubuhnya, dan di dahinya, simbol mata ketiga bersinar seperti bara api yang membakar langit. “Aku bisa melihat tiga detik ke masa depan,” ujarnya datar. “Satu napasmu, satu niatmu, satu langkahmu… tak ada yang luput dari mataku.”Li Yuan tak menjawab. Ia hanya mencabut pedangnya dan berdiri tenang. Sisik-sisik naga di lengannya berdenyut lembut, namun tak liar seperti sebelumnya.Feng Qiyan berbisik ke Yue Lian, “Kalau dia bisa melihat masa depan, Li Yuan takkan bisa menang.”Yue Lian menggertakkan gigi. “Tidak... Dia bisa.”“Karena dia sekarang... bukan siapa-siapa. Dan itu kekuatannya.”---Jin Suhua mengangkat tombaknya. Ujungnya berdenyut seperti jantung hidup. Dengan satu hentakan, ia melesat bagaikan kilat. Tombak itu menyambar tepat ke arah dada Li Yuan—tiga detik s
Bab 57: Tawaran Sang Pencipta SistemMalam datang perlahan di negeri langit. Namun, bagi Li Yuan, malam itu tak seperti biasanya.Ia duduk bersila di atas batu meditasi, tubuhnya masih dipenuhi luka, tapi pikirannya justru tenggelam ke dalam keheningan.Feng Qiyan dan Yue Lian menjaga jarak, tahu bahwa kekuatan spiritual yang mengelilingi Li Yuan kini sangat berbeda. “Apa yang kau rasakan?” tanya Yue Lian pelan.Feng Qiyan menjawab duluan. “Dia… mematahkan kendali waktu. Mengusir Kaisar Petir. Dan bahkan membebaskan jiwa yang seharusnya tak bisa diselamatkan. Tubuhnya mungkin di sini, tapi jiwanya... pasti sedang di tempat lain.”Dan benar saja.Li Yuan tertarik ke dalam dunia putih yang hampa.Langit tanpa batas.Tanah tanpa jejak.Waktu... tak mengalir.--- “Kau akhirnya tiba.”Sebuah suara menggema dari segala arah.Li Yuan berba
Bab 56: Ayah yang Dibangkitkan, Pedang yang Ragu_____Langit Yun Tian berubah menjadi merah pekat. Petir menyambar tanpa suara, membelah awan seperti cambuk para dewa. Di tengah pusaran badai, Kaisar Petir Abadi mengangkat satu tangan ke langit. “Kau tidak layak mati oleh tanganku, Li Yuan. Kau harus hancur... oleh rasa yang kau sembah sendiri.”Tubuhnya bersinar, lalu ia menggenggam udara kosong.Suara dentuman terdengar, lalu dari retakan ruang terbuka, muncul pusaran cahaya gelap yang menyerupai gerbang kematian.Dari dalamnya, perlahan keluar satu sosok berjubah ungu gelap, rambutnya panjang terikat, dan mata tajam yang dulu selalu penuh kasih.Li Yuan membeku.Napasnya tercekat. “Ayah...?”Yue Lian menutup mulutnya. “Itu… roh ayahmu yang telah dibangkitkan paksa.”Feng Qiyan bergetar. “Itu bukan hidup. Itu... alat. Kaisar Petir memanggilnya dari jurang kemat
Bab 55: Waktu yang Membeku, Darah yang Menolak TakdirLangit dipenuhi bayangan raksasa.Tujuh kapal udara milik Sekte Waktu melayang di atas reruntuhan Pulau Kabut, tubuhnya sebesar gunung, mengeluarkan suara gemuruh seperti suara gendang langit yang dipukul para dewa.Dari tiap kapal, turun cahaya berputar, lalu muncullah tiga sosok berselimut jubah hitam, tubuh mereka seperti bayangan yang tidak dipengaruhi cahaya matahari.Feng Qiyan menelan ludah. “Itu mereka… Tiga Penatua Abadi dari Sekte Waktu.”Yue Lian menggenggam gagangnya erat. “Mereka... bisa membekukan waktu. Bahkan napasmu bisa berhenti jika kau melihat mata mereka terlalu lama.”Li Yuan berdiri di depan, angin meniup jubahnya. “Bagus. Aku ingin tahu bagaimana rasanya melawan waktu itu sendiri.”---Salah satu tetua melangkah maju. Tubuhnya tinggi, wajahnya tidak tampak dari balik kerudung hitam, hanya matanya yang seperti j
Bab 53: Sistem Ketiga dan Pilihan yang Tak TerucapLangit bergetar.Bumi menangis.Dan di tengah Pulau Kabut yang telah runtuh sebagian, Li Yuan berdiri dikelilingi pusaran energi hitam dan merah darah.Bola kristal hitam yang ia sentuh kini telah berubah wujud—menjadi sebuah intalasi simbolik: lima cincin melayang-layang, memutar pelan seperti roda takdir, dengan satu mata naga terpejam di tengahnya. “Sistem Ketiga…” gumam Feng Qiyan, suaranya serak oleh ketakutan dan kekaguman.Yue Lian menatap simbol itu dengan napas tersendat. “Itu bukan kutukan, bukan warisan… tapi bentuk keinginan dari kekosongan.”Li Yuan membuka mata.Matanya bukan lagi hitam, tapi gelap… seperti kehampaan itu sendiri. “Aku mengerti sekarang,” katanya, suaranya tenang namun menghantam kesadaran siapa pun yang mendengarnya. “Sistem Pertama: Peningkatan. Sistem Kedua: Kutukan. Tapi yang ini…”Ia mena
Bab 54: Tiga Pertanyaan dari Benda AsalBenda Asal berdiri di tengah Pulau Kabut, tubuhnya menjulang seperti gunung. Tak memiliki wajah, tak memiliki suara, namun kehadirannya memecahkan udara. Setiap langkahnya membuat langit mengerut dan bumi berdetak.Yue Lian mundur dua langkah, tubuhnya menggigil. “Makhluk itu bukan bagian dari dunia. Bahkan para dewa pun tak bisa menyentuhnya.”Feng Qiyan mencengkeram gulungan jimat di dadanya, tapi tahu jimat itu sia-sia. “Itu... sumber dari semua sistem. Sebelum Dewa Pertama menciptakan aturan, sebelum naga ada... dia sudah ada.”Li Yuan menatap raksasa itu, mata hitamnya memantulkan cahaya kabut. “Kalau begitu, biar aku bicara dengannya.”---Dunia berhenti.Benda Asal tak mengeluarkan suara, tapi pikirannya menembus langsung ke dalam batin Li Yuan. Waktunya tak bergerak, kabut berhenti, dan hanya ada satu suara... suara kesunyian itu sendiri.