Setelah bicara seperti itu pada Cang Sin, Cung Sin segera berdiri dan bersiap untuk menendang bagian bawah perut adiknya karena ia tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Cang Sin, yang mengatakan bahwa bagian bawah perutnya yang sakit padahal ia menendang adiknya itu di dada.
"Aku tidak sedang bercanda, Kak! Bagian ini memang sakit, aku tidak tahu apa sebabnya!" teriak Cang Sin, seraya berguling untuk menghindari apa yang sekiranya akan dilakukan oleh sang kakak kembar. Aneh. Sepertinya dia tidak sedang berbohong. Wajahnya terlihat sangat kesakitan, artinya ia memang sedang merasa sakit, tapi kenapa? Apa karena seranganku tadi? Hati Cung Sin bicara demikian sambil melangkah mendekati posisi Cang Sin agar ia bisa melihat kembali apa yang sebenarnya terjadi pada sang adik. "Kau suka berhubungan intim dengan perempuan di belakang Im Kwan, jadi kau sepertinya kena penyakit raja singa!" tuduh Cung Sin dan Cang Sin tidak terima mendengar tuduhan sang kakak. "Aku tidak pernah melakukan hubungan intim dengan siapapun, bahkan dengan Im Kwan! Aku selalu ingat pesan ayah, kita harus menjaga nama baik perguruan, aku masih menjaga itu dengan baik, Kak!" "Lalu, mengapa kau kesakitan di bagian itu? Kau mau bilang itu akibat pukulan dariku? Yang benar saja! Aku menendang dadamu, bukan barangmu!" kilah Cung Sin dengan nada yang sengit. "Aku tidak tahu, tapi aku memang merasa sakit di bagian milikku." "Kau tidak tahu penyebabnya?" Jika tadi Cung Sin tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Cang Sin, kali ini Cung Sin mulai percaya karena wajah Cang Sin terlihat tidak sedang bercanda ketika mengatakan bahwa ia sedang menahan perasaan sakit di bagian bawah perutnya. "Aku tidak tahu." "Apa yang harus aku lakukan?" Bukannya khawatir dengan keadaan Cang Sin, Cung Sin menawarkan bantuan pada sang adik, tapi karena ia khawatir jika ia tidak membantu Cang Sin, ayahnya pasti curiga ia yang mencelakakan Cang Sin. Aku memang ingin dia lenyap, tapi jika sekarang waktunya tidak tepat. Ayah pasti curiga padaku jika aku membiarkan anak ini kesulitan.... Hati Cung Sin bicara. Dan akhirnya ia berusaha untuk memberikan tenaga dalamnya pada Cang Sin berharap rasa sakit yang dialami sang adik berkurang. "Bagaimana? Apakah sudah membaik?" tanya Cung Sin seraya menatap wajah Cang Sin yang berkeringat dingin. Dia kelihatannya khawatir padaku, apa mungkin dia memiliki rencana tak baik padaku, rasanya mustahil..... Cang Sin juga bicara di dalam hati, merasa tidak yakin bahwa Cung Sin yang selama ini selalu mencari perkara padanya berniat jahat hingga ia mendapatkan insiden buruk di lembah seribu obat. "Terima kasih, rasanya sedikit berkurang." Untuk menghargai pertolongan yang dilakukan oleh Cung Sin, Cang Sin pura-pura mengatakan bahwa rasa sakit yang dialaminya berkurang, padahal sebenarnya tidak sama sekali hingga Cang Sin diam-diam mengerahkan kekuatannya untuk melawan perasaan sakit itu yang seolah menghancurkan miliknya sebagai seorang pria. "Kurasa, ini ada hubungannya dengan apa yang dilakukan oleh Dewi Lembah Seribu Obat tadi padamu." Cung Sin langsung mengatakan hal itu dan Cang Sin menatapnya dengan tatapan mata seperti baru sadar tentang hal itu. "Tapi, kenapa milikku yang diserangnya? Bukankah itu berlebihan?" "Kau memeluk patung perempuan telanjang itu sampai kain yang menutupinya tersibak, kau tidak tahu, itu adalah hal yang paling ditabukan?" "Aku tahu, Kak! Ayah sudah mengatakan padaku soal itu, dan aku sudah berusaha untuk mengingat pesan Ayah. Aku juga tidak akan berbuat sembarangan di tempat orang lain, yang tadi itu, benar-benar di luar dugaanku!" Wajah Cang Sin masih mengerenyit menahan sakit meskipun ia dengan lancar menanggapi perkataan sang kakak. Laki-laki itu masih berusaha mengerahkan ilmu tenaga dalamnya agar bisa mengurangi perasaan sakit yang masih dirasakannya dan berpusat di bagian bawah perutnya tersebut. "Di luar dugaanmu? Apa maksudmu dengan hal itu?" Karena ingin tahu apakah Cang Sin menyadari apa yang sudah dilakukannya, hingga sang adik terjebak dan berakhir mendapatkan hukuman dari Dewi Lembah Seribu Obat, Cung Sin melontarkan pertanyaan seperti itu sekedar untuk mengorek keterangan. Cang Sin sama sekali tidak mengira, kakaknya sedang menyembunyikan sesuatu meskipun sebenarnya ia sudah curiga ada yang tidak beres. Namun, sikap Cung Sin yang seolah peduli padanya membuat kecurigaan Cang Sin menjadi tidak beralasan baginya hingga pria tersebut menepis perasaan curiga itu untuk sang kakak. "Saat aku masuk ke goa untuk mengambil beberapa tanaman obat sesuai perintah ayah, ada sesuatu yang aku rasa berbeda." Cang Sin mulai menjelaskan. "Berbeda? Memangnya kau bisa membedakan? Bukannya kau tidak pernah datang ke lembah seribu obat?" "Iya. Aku tahu, tapi aku bisa merasakan hawa itu bukan berasal dari hawa asli lembah seribu obat, Kak. Aku bisa merasakannya meskipun aku tidak pernah ke lembah seribu obat sebelumnya." Kekuatannya memang sudah sangat luar biasa. Tidak pernah ke lembah seribu obat saja, dia masih bisa membedakan dengan sangat baik, aku harus berhati-hati dengan anak ini.... Hati Cung Sin bicara, sambil mengusap dagunya untuk menyamarkan perasaan terkejutnya saat mendengar apa yang dikatakan oleh sang adik kembar. "Lalu, jika kau sudah tahu ada yang berbeda, mengapa kau tidak lekas keluar dari goa?" tanya Cung Sin setelah beberapa saat hanya diam. "Aku harus melakukan tugas dari ayah, itu sebabnya aku tidak mau keluar." "Karena kau tidak mau dianggap anak yang tidak becus melakukan tugas?" "Aku hanya ingin bertanggung jawab atas apa yang aku emban, Kak!" "Kau memang selalu suka mencari muka di hadapan ayah, hingga kau tidak peduli kau melanggar aturan atau tidak!" "Aku tidak cari muka." "Ilmu inti Perguruan Angsa Putih akan diwariskan pada keturunan ayah yang memenuhi syarat dari ayah, salah satunya adalah kepatuhan, kau selalu ingin patuh karena kau mengincar ilmu itu, kan?" "Aku tidak mengincar ilmu inti itu, Kak, tapi jika memang itu kewajiban kita sebagai anak untuk mewarisinya apakah itu berarti aku terlihat sangat serakah?" "Hanya ada salah satu dari keturunan ayah yang boleh mewarisi ilmu inti itu, Cang Sin!" "Aku juga tahu hal itu!" "Dan kau mengira, kau yang wajib mewarisinya?" "Aku tidak bilang seperti itu, Kak!" "Diam! Jika kau tidak merasa seperti sangat ingin mewarisi ilmu itu, mengapa kau perlahan-lahan memenuhi syarat untuk menjadi pewaris? Mulai ingin segera menikah, selalu patuh, bersemedi untuk membuat tenaga dalammu semakin tinggi, dan selalu ingin terlihat lebih baik daripada aku?!" "Aku tidak melakukan itu semua untuk menjadi pewaris, Kak, aku hanya ingin menjadi anak yang baik untuk ayah, semenjak ibu menghilang, ayah selalu menyimpan luka di hati, aku tidak mau menambah luka hati ayah." "Omong kosong! Jika itu benar, bagaimana kalau kau menolak saat nanti ayah ingin mewariskan ilmu inti padamu?""Kau yakin Cang Sin mengalami rasa sakit di bagian bawah perut?" tanya Tabib Wu seolah ingin apa yang. dikatakan oleh Cang San adalah sebuah kekeliruan."Dia sendiri yang mengatakannya, dan ketika aku memeriksa suhu tubuh juga denyut nadinya, semuanya memang benar.""Aku akan memeriksanya!""Lakukan saja, Tabib Wu. Aku akan menyusul setelah menangani sakit ibu hamil.""Pergilah!"Cang San meninggalkan Tabib Wu setelah sebelumnya pria itu menjura hormat pada pria berusia lanjut tersebut.Sepeninggal Cang San, Tabib Wu meminta salah satu murid Perguruan Angsa Putih untuk mengantarkan dirinya ke ruang bawah tanah.Penjelasan Cang San sungguh tidak ingin dipercaya oleh Tabib Wu. Akan tetapi, tidak mungkin pemimpin Perguruan Angsa Putih akan bicara sembarangan hingga Tabib Wu tergesa-gesa ingin membuktikannya sendiri.Pintu ruang bawah tanah dibuka oleh murid perguruan yang berjaga di sekitar tempat itu.Tabib Wu segera masuk dan ia melihat Cang Sin terduduk di sudut ruangan sembari berusa
"Apa yang sudah kau lakukan, Cang Sin?" Cang Sin terkejut ketika pertanyaan itu dilontarkan oleh sang ayah dengan nada suara meninggi, ditambah raut wajah yang terlihat sangat terkejut.Ia menatap ayahnya dengan tatapan mata ingin tahu, sementara ayahnya menatapnya dengan sorot mata tajam menyelidik."Apa yang sudah aku lakukan? Memangnya apa yang aku lakukan, Ayah? Aku tidak mengerti!""Jangan berpura-pura! Apa yang sudah kau lakukan di Lembah Seribu Obat? Apakah kau melanggar larangan yang sudah aku katakan padamu untuk tidak dilanggar?!"Cang San melontarkan pertanyaan, tidak menyangka anaknya akan melakukan sesuatu yang dinilainya tidak mungkin dilakukan oleh Cang Sin lantaran Cang Sin adalah anaknya yang sangat memperhatikan aturan dan batasan dengan benar.Cang Sin adalah harapan Cang San untuk menjadi pewaris Perguruan Angsa Putih. Meskipun masih ada kakak kembar Cang Sin, yaitu Cung Sin, namun kepandaian olah kanuragan Cang Sin lebih memungkinkan adik kembar Cung Sin itu unt
"Jika kau bisa mewarisi ilmu itu dengan baik dan bisa bertanggung jawab atas segalanya, aku tidak keberatan." "Aku pegang kata-katamu, Cang Sin!" Setelah bicara seperti itu, Cung Sin berbalik dan bergerak melangkah ke arah kuda yang mereka tambatkan di bawah pohon tidak jauh dari lokasi Lembah Seribu Obat. Namun, ketika ia ingin naik ke atas pelana kudanya, ia jadi teringat, ia tidak boleh meninggalkan Cang Sin begitu saja di tempat itu. Ayahnya akan curiga. Cung Sin berbalik, dan menatap Cang Sin yang perlahan bangkit berusaha untuk berdiri meskipun wajahnya terlihat masih menyimpan perasaan sakit tersebut. "Apa kau bisa berjalan?" tanya Cung Sin, sekedar memastikan saja, tidak benar-benar khawatir. "Aku akan berusaha." Cung Sin mengawasi gerakan Cang Sin yang perlahan melangkah ke arah di mana ia menunggu. Langkah Cang Sin terlihat sedikit berbeda dari biasanya, seperti sedang menahan rasa sakit, dan Cung Sin penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Cang Sin. "Ap
Setelah bicara seperti itu pada Cang Sin, Cung Sin segera berdiri dan bersiap untuk menendang bagian bawah perut adiknya karena ia tersinggung dengan apa yang dilakukan oleh Cang Sin, yang mengatakan bahwa bagian bawah perutnya yang sakit padahal ia menendang adiknya itu di dada. "Aku tidak sedang bercanda, Kak! Bagian ini memang sakit, aku tidak tahu apa sebabnya!" teriak Cang Sin, seraya berguling untuk menghindari apa yang sekiranya akan dilakukan oleh sang kakak kembar. Aneh. Sepertinya dia tidak sedang berbohong. Wajahnya terlihat sangat kesakitan, artinya ia memang sedang merasa sakit, tapi kenapa? Apa karena seranganku tadi? Hati Cung Sin bicara demikian sambil melangkah mendekati posisi Cang Sin agar ia bisa melihat kembali apa yang sebenarnya terjadi pada sang adik. "Kau suka berhubungan intim dengan perempuan di belakang Im Kwan, jadi kau sepertinya kena penyakit raja singa!" tuduh Cung Sin dan Cang Sin tidak terima mendengar tuduhan sang kakak. "Aku tidak pernah
Nada suara Cung Sin terdengar meninggi ketika ia mengatakan itu pada Cang Sin. Cung Sin bersandiwara bahwa ia merasa tersinggung meskipun apa yang dikatakan oleh Cang Sin itu adalah benar adanya.Namun, karena ia sekarang sedang menjalankan rencana, ia tidak mau siapapun mengetahui apa yang sekarang dilakukannya.Merasa kakaknya seperti tersinggung dengan apa yang dikatakannya, Cang Sin tersadar, tidak seharusnya ia bersikap demikian. Bagaimanapun, Cung Sin adalah kakaknya, ia tetap harus bersikap hormat pada pria tersebut meskipun ia sedang marah sekalipun."Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya menyampaikan keraguan hatiku saja, aku minta maaf jika itu menyinggung perasaanmu."Dengan nada suara merendah, Cang Sin mengucapkan kalimat tersebut tapi itu tidak membuat Cung Sin merasa puas, ia merasa perlu memberikan pelajaran pada sang adik agar adiknya itu tidak berani berpikir berlebihan tentangnya."Minta maaf boleh, tapi karena kau kurang ajar padaku, maka, kau harus aku
Melihat apa yang terjadi pada adik kembarnya, Cung Sin diam-diam tersenyum puas. Bukan tanpa alasan, Cung Sin bersikap demikian pada sang adik kembar. Ilmu inti yang akan diwariskan oleh ayah mereka-lah alasannya. Cung Sin menganggap, Cang Sin adalah saingan beratnya untuk mendapatkan ilmu tersebut lantaran bagi sang ayah, hanya ada satu pewaris ilmu inti darinya yang akan diwariskan pada sang anak. Yaitu, anak yang benar-benar ahli dalam ilmu bela diri juga tenaga dalam serta ilmu ketuhanannya yang juga bisa diperhitungkan, sementara Cung Sin merasa tertinggal jauh oleh Cang Sin yang gemar melakukan semedi jika kemarahan sedang menyelimuti hati dan pikirannya, hingga Cang Sin dianggap ayahnya memiliki ilmu tenaga dalam yang tinggi juga spritual yang baik dibandingkan dengan sang kakak kembarnya.Ketika asap hitam yang keluar dari tongkat yang diarahkan pada Cang Sin sudah lenyap, Cung Sin mengira, tubuh Cang Sin akan tersungkur atau terluka, tapi ternyata Cang Sin terlihat baik-ba