LOGIN"Jika kau bisa mewarisi ilmu itu dengan baik dan bisa bertanggung jawab atas segalanya, aku tidak keberatan."
"Aku pegang kata-katamu, Cang Sin!" Setelah bicara seperti itu, Cung Sin berbalik dan bergerak melangkah ke arah kuda yang mereka tambatkan di bawah pohon tidak jauh dari lokasi Lembah Seribu Obat. Namun, ketika ia ingin naik ke atas pelana kudanya, ia jadi teringat, ia tidak boleh meninggalkan Cang Sin begitu saja di tempat itu. Ayahnya akan curiga. Cung Sin berbalik, dan menatap Cang Sin yang perlahan bangkit berusaha untuk berdiri meskipun wajahnya terlihat masih menyimpan perasaan sakit tersebut. "Apa kau bisa berjalan?" tanya Cung Sin, sekedar memastikan saja, tidak benar-benar khawatir. "Aku akan berusaha." Cung Sin mengawasi gerakan Cang Sin yang perlahan melangkah ke arah di mana ia menunggu. Langkah Cang Sin terlihat sedikit berbeda dari biasanya, seperti sedang menahan rasa sakit, dan Cung Sin penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Cang Sin. "Apa kau masih merasa sakit pada milikmu itu?" tanyanya lagi sambil mengarahkan pandangannya ke bagian bawah perut Cang Sin. "Ya." "Perlukah aku memeriksanya?" "Tidak perlu!" "Kau yakin?" "Yakin." Cung Sin menarik napas panjang mendengar penolakan Cang Sin. "Apa sebelum pulang, kau ingin aku bawa ke seorang tabib?" tawar Cung Sin lagi. "Tidak perlu. Kita pulang saja. Bukankah ayah bisa melakukan pengobatan apapun?" Cang Sin naik ke atas pelana kudanya dan Cung Sin akhirnya juga melakukan hal yang sama. Dari kejauhan, awan hitam berarak hingga membuat keduanya yakin sebentar lagi akan turun hujan. Ketika Cung Sin ingin menggebrak kudanya agar mereka bisa memulai perjalanan untuk pulang ke perguruan, suara Cang Sin terdengar hingga kakak kembar Cang Sin itu menunda apa yang ingin dilakukannya. "Ada apa?" tanyanya karena tadi Cang Sin hanya meminta ia untuk tidak dahulu menggebrak kudanya, tidak mengatakan mengapa mereka tidak boleh pergi dahulu. "Terima kasih, Kak." Cung Sin mengerutkan keningnya mendengar ucapan terima kasih yang dilontarkan oleh Cang Sin padanya. "Terima kasih untuk apa?" "Selama ini, aku merasa, Kakak seperti tidak suka padaku, kau terus melakukan sesuatu untuk membuat aku kesal, tapi sekarang, aku merasa kesimpulanku itu salah. Kau ternyata perhatian padaku." Cih! Ini hanya sandiwara, Cang Sin. Sampai kapanpun, aku tidak pernah suka padamu, aku ingin akulah satu-satunya anak ayah, agar semua pendekar menghormati aku, tapi untuk sekarang, aku tidak bisa melakukan apa yang ingin aku lakukan padamu, Hati Cung Sin menanggapi perkataan sang adik, tapi di bibir ia menanggapi baik apa yang dikatakan oleh Cang Sin tadi padanya. "Tidak perlu didramatisir. Kau ini calon pendekar kuat, tapi terlalu cengeng, aku tidak suka hal itu." Setelah bicara demikian, Cung Sin menggebrak kudanya hingga binatang itu berlari kencang mengikuti perintah Cung Sin. Melihat kakaknya sudah menggebrak kudanya seperti itu, Cang Sin juga melakukan hal yang sama. Meskipun rasa sakit itu masih dirasakannya, tapi Cang Sin mengerahkan ilmu tenaga dalamnya untuk memerangi perasaan sakit tersebut, dan berharap setelah nanti mereka sampai ke perguruan, ayahnya yang dijuluki sang raja obat bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padanya. Menjelang malam, Cang Sin sudah sampai ke perguruan milik ayahnya. Pintu gerbang terbuka saat Cang Sin turun dari kudanya seolah mempersilakan Cang Sin untuk masuk. Beberapa murid perguruan menunduk hormat pada Cang Sin ketika pria itu masuk sambil menuntun kuda kesayangannya. Cang Sin segera ke rumahnya yang terletak di belakang perguruan, dan masih berada di wilayah perguruan tersebut. "Ayah!" Cang Sin langsung menjura hormat ketika sang ayah membuka pintu saat ia baru saja mengetuk pintu tersebut. "Kau sudah kembali?" tanya Cang San pada putranya. "Iya, Ayah. Apakah Kak Cung Sin juga sudah kembali? Saat di perjalanan, aku kehilangan jejak Kak Cung Sin, kupikir, dia sudah tiba lebih dulu di perguruan ini." Kening Cang San berkerut mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak. "Cung Sin? Kau bertemu dengannya di mana? Aku sedang menugaskan dia ke perbatasan, tidak mungkin dalam sekejap ia sudah kembali, kau yakin itu kakakmu?" Sekarang, ganti wajah Cang Sin yang terlihat terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh sang ayah. Keterkejutan sang ayah sama seperti yang ia rasakan ketika sang kakak tiba-tiba muncul di Lembah Seribu Obat. Namun saat itu, Cung Sin tidak menjawab pertanyaannya dengan baik terkait mengapa kakaknya itu bisa datang ke Lembah Seribu Obat. Akan tetapi, baru saja Cang Sin ingin menanggapi apa yang diucapkan oleh sang ayah, tiba-tiba saja salah satu murid perguruan ayahnya datang menghadap hingga Cang Sin mengurungkan niatnya untuk menanggapi. "Guru, perempuan hamil yang sakit itu harus segera diberi obat, dia hampir tidak tahan lagi untuk bertahan, apa yang harus kami lakukan untuk mencegah ia untuk bunuh diri?" Sang murid mengatakan hal itu setelah menjura hormat pada Cang San. "Baiklah, aku akan membuat obat itu segera, Cang Sin sudah kembali, bahannya sudah ada, kau dan yang lain terus pantau ibu itu dan pastikan ia tidak pingsan!" Murid itu langsung membungkukkan tubuhnya ketika mendengar perintah yang diucapkan oleh sang guru besar. Ia segera pamit dari hadapan Cang Sin dan ayahnya. "Cang Sin, kau bantu Ayah untuk mempersiapkan obatnya, kau mendapatkan bahannya, bukan?" kata Cang San yang berujung pertanyaan. "Ah, iya, Ayah! Aku membawanya, aku akan membantumu untuk mengolah obat itu!" Cang Sin segera bergegas untuk mengikuti ayahnya untuk ke ruang pembuatan obat yang juga masih di dalam rumah mereka. Ruangan itu sudah sejak lama digunakan Cang San untuk mengolah obat. Ketika mereka baru saja bersiap untuk melakukan proses pembuatan, tiba-tiba saja, Cang Sin merasakan bagian bawah perutnya kembali sangat sakit hingga wadah yang dibawanya untuk tempat obat jatuh ke lantai dan itu membuat ayahnya sontak menatapnya dengan tatapan mata rasa ingin tahu. "Kau kenapa?" tanyanya sembari berjongkok memungut wadah obat yang dijatuhkan oleh Cang Sin. "Ayah, sejak dari Lembah Seribu Obat, kelelakianku sering terasa sakit, aku ingin Ayah memeriksanya, apa yang sebenarnya terjadi padaku?" Terbata-bata, Cang Sin menjelaskan sambil meraih kursi dan duduk di sana dengan wajah yang dibanjiri dengan keringat dingin. Saat di perjalanan pulang, Cang Sin mengerahkan ilmu tenaga dalamnya untuk bisa menahan rasa sakit tersebut. Namun, bukan berarti rasa sakit itu hilang sama sekali. Cang Sin tetap merasa sakit tapi ia masih bisa menahan hingga akhirnya ia sampai ke perguruan dengan selamat. Dan sekarang, mengapa rasa sakit itu datang lagi bahkan semakin hebat? Cang San melangkah mendekati sang anak, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Cang Sin yang dibanjiri keringat dingin. Wajahnya terlihat sangat terkejut hingga pria itu mundur beberapa tindak!"Apa maksudnya dengan tidak bisa bersemayam di dalam tubuhku? Kau ini siapa?" tanya Cang Sin dengan sikap waspadanya."Aku Pangeran Yuan, pemilik ilmu inti Perguruan Angsa Putih milik ayahmu, karena tubuhmu memiliki beberapa ilmu inti, aku tidak bisa bersemayam di dalam ragamu seperti yang diperintahkan oleh ayahmu."Keterangan yang diberikan oleh pria aneh di hadapannya membuat Cang Sin seketika teringat dengan cerita Cung Sin yang mengatakan ayahnya melakukan sebuah perjanjian dengan makhluk gaib demi perguruan sampai mengorbankan ibunya hingga sang ibu sekarang meninggal."Kau yang dikutuk menjadi seekor angsa putih itu?""Ya.""Di mana ibuku? Apa yang kau dan ayahku lakukan hingga ibuku menghilang?" tanya Cang Sin bertubi-tubi. "Sebaiknya masalah ini biar kau tanyakan langsung pada ayahmu, aku tidak berhak untuk bicara, aku memperlihatkan wujud di hadapanmu hanya ingin mengatakan bahwa, aku tidak bisa melindungimu seperti aku melindungi yang lain dari golonganmu, karena aku tidak
Mendengar apa yang dikatakan oleh Tabib Wu, Cang San segera memberikan perintah pada salah satu murid terbaik perguruan untuk meminta Cang Sin menghadapnya dan yang lain menggantikan Cang Sin untuk membuat kelompok tersebut takluk.Salah satu murid terbaik itu segera melakukan apa yang diperintahkan padanya, hingga beberapa saat kemudian ia sudah berhasil membuat Cang Sin mendekati sang guru besar."Ada apa, Ayah?" tanya Cang Sin pada sang ayah. "Kenapa kau berencana untuk meminta kita semua berpencar?" Cang Sin membungkukkan tubuhnya sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan oleh sang ayah. Setelah itu ia segera menceritakan apa yang membuat ia jadi membuat rencana seperti itu secara singkat tapi jelas. "Jadi, Raja Iblis Bo sedang berusaha untuk menerobos perguruan?" tanya Cang San setelah menyimak penuturan Cang Sin. "Benar, Ayah. Aku tahu siapapun tidak bisa menerobos perguruan selama tiga hari karena Ayah sudah melindungi perguruan dengan ilmu inti, tapi Raja Iblis Bo itu memi
Mendengar usulnya tidak disetujui oleh sang ayah, Cang Sin menatap ayahnya dengan tatapan mata tidak mengerti. "Kenapa Ayah tidak setuju?" tanyanya masih seraya menatap ayahnya dengan sorot mata yang serius."Karena itu akan membahayakan kelompok aliran putih, kita tidak boleh berpencar. Harus tetap bersatu, jika kita berpencar mereka akan mudah untuk menguasai perbatasan ini."Sang guru besar menjelaskan ketidaksetujuannya, tapi Cang Sin tetap tidak mengerti mengapa sang ayah tidak setuju dengan apa yang dikatakannya."Ayah, Raja Iblis Bo mengincar tempat khusus yang ada di perbatasan, apakah Ayah tahu tempat khusus itu di mana?""Apakah itu sebabnya kau ingin kita berpencar?""Jika kita tidak tahu tempat khusus itu, kita harus berpencar untuk mengetahui di mana letaknya, bukan?""Tapi berpencar hanya akan membuat kita mudah untuk dihabisi.""Siapa yang akan menghabisi? Mereka sedang sibuk melakukan persembahan, makhluk astral mereka juga tidak bisa menyerang selama persembahan itu
"Setahuku, ilmu inti perguruan tidak boleh dicampuri oleh ilmu orang yang tidak ada kaitannya dengan silsilah keturunan, jadi urungkan niatmu untuk membantu meskipun tujuannya baik, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelahnya jika kau melakukan hal itu."Tabib Wu mengucapkan kalimat tersebut pada Zaiho, hingga membuat Zaiho terpaksa mengurungkan niatnya."Jadi, kita benar-benar tidak bisa membantu sama sekali, Tabib?" tanya Zaiho sekedar meyakinkan sekali lagi. "Sepertinya demikian, kita tunggu saja prosesnya, tetap siaga."Tabib Wu membenarkan, dan Zaiho terpaksa tidak bisa lagi membantah. Ia yang tadi ingin membantu Cang Sin dan juga sang guru besar terpaksa menahan diri untuk membantu khawatir apa yang tidak diinginkan terjadi jika ia nekat untuk melakukan apa yang sedang ia pikirkan.Sementara itu, Cang Sin terus saja berusaha untuk bertahan dari rasa sakit yang menyelimuti tubuhnya ketika sinar putih yang dikerahkan oleh ayahnya masuk ke dalam tubuhnya melewati puncak
Panjang lebar, Cang San menjelaskan semuanya pada Cang Sin, tapi Cang Sin tetap teguh pendirian, merasa tetap siap untuk menghadapi segalanya."Apapun resikonya, aku tetap akan siap, Ayah! Lakukan saja, jika memang itu untuk kebaikan kita semua!" tegas Cang Sin, dan itu membuat Cang San menarik napas panjang.Sebenarnya ia berat untuk melihat Cang Sin mengambil resiko sedemikian rupa karena akan menjadi perwakilan dirinya dan tubuhnya akan menjadi media penyaring ilmu inti yang akan dilepaskan oleh Cang San untuk semua perwakilan kelompok aliran putih yang datang ke perbatasan.Akan tetapi, sekarang ia memikul tanggungjawab, dan ia tidak bisa hanya memikirkan keluarganya saja tanpa memikirkan keselamatan orang lain yang juga tengah membela negeri."Resikonya sangat besar, Cang Sin, apakah kau benar-benar siap?" ulang Cang San seolah pertanyaan itu untuk dirinya sendiri karena sebenarnya dirinya lah yang merasa tidak siap dengan apa yang akan terjadi setelah nanti mereka melakukan ritu
"Menangkap dia?" ulang Im Kwan merasa tidak yakin dengan apa yang disarankan oleh Hai Ling."Ya. Jika dia kita tangkap, ritual itu akan terhambat, upacara mereka bisa batal bahkan hancur berantakan, dengan begitu, seluruh aliran hitam akan menerima murka dari si Lucifer itu!" terang Hai Ling."Kau sepertinya sangat tahu tentang mereka? Sampai Lucifer pun, kau juga seperti sangat hafal," kata Im Kwan membuat Hai Ling menghela napas."Kelompok kami memang menyelidiki kelompok mereka, Im Kwan. Termasuk kau dan Cang Sin pun kami tahu, jangan remehkan informasi yang bisa kami dapatkan.""Tapi, aku juga punya rencana sendiri, tidak bisa melakukan apa yang kau katakan tadi.""Resiko rencana yang ingin kau lakukan itu lebih besar dari pada resiko dari rencana yang aku katakan! Kita hanya perlu meringkusnya, kita bawa dari sini dan kita jadikan sandera, kelompok mereka akan kesulitan untuk melakukan persembahan, Im Kwan!""Bagaimana jika Lucifer tidak peduli dengan hal itu? Tidak peduli dengan







