Semua menyaksikan bagaimana panggung roboh akibat dua serangan saling beradu.
Suatu ajian tersebut beradu kencang seperti gunung api meletus membuat panggung porak poranda. 'Pukulan Gunung Meletus' milik Saka Surya beradu dengan Pukulan Tak dikenal. Namun pukulan Kala Pitung mirip dengan 'Pukulan Topan Menggusur Gunung' yang hilang puluhan tahun lalu. Kondisi di panggung di luar dugaan, semua tampak tertegun dengan apa yang terjadi. Bingung apa yang harus diputuskan, siapa pemenang sebenarnya. Saka Surya masih berada di dalam kawasan panggung, namun ada di tanah. Hal itu karena panggung ambruk akibat serangan luar biasa dahsyat tersebut. Sedangkan Kala Pitung juga dengan kondisi yang sama, namun masih menginjak papan. Sehingga terlihat masih di atas panggung, meskipun sudah roboh ke bawah. "Bagaimana ini, Gusti Prabu?" tanya Senopati Darmayaksa. "Entahlah hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya!""Apa kit"Ditutup!" Angga menempelkan telunjuk ke bibir sebagai bekas untuk diam. Lalu menunjuk ke arah penginapan yang ada di lantai dua tempat Prana Sinta menginap.Ternyata di tempat tersebut ada dua orang sedang penasaran, Angga tahu siapa kedua orang tersebut.Suara dari mereka terdengar dari Angga dan Sinta berada, sehingga keduanya memutuskan untuk menguping pembicaraan.Ternyata mereka sedang menceritakan sesuatu yang penting, membuat Angga dan Sinta sadar harus
Seta Jelang berusaha terus memastikan siapa pemuda itu. Jelas dia pernah bertemu sebelumnya, mencoba meraba siapa sebenarnya pemuda itu."Aku yakin dia pemuda yang kucari, luka codet itu aku sendiri yang melakukannya!"Seta Jelang mulai sadar jika Angga masih hidup karena luka coret di pelipis kiri menjadi bukti. Hal itu karena luka itu memang Seta Jelang yang melakukannya.Namun sepertinya lelaki itu ingin memastikan apa benar dia Pendekar Macan Kumbang. Menunggu sampai pada akhirnya pemuda itu akan menunjukkan dirinya.Pangeran Mahesa juga merasa aneh dengan orang bernama Kala Pitung tersebut. Meskipun dia dekat dengan Seta Jelang dan Ketua Partai Telaga Emas dia tak tahu apa-apa. Sepertinya. Pangeran itu hanya dijadikan senjata untuk melancarkan ambisi Seta Jelang dan sekutunya.Kembali ke arena pertarungan dimana empat orang lain di kelompok tiga sudah berdiri."Kita sudah memasuki ke kelompok tiga, dimana ada Radiaksa
Prana Sinta dibuat mundur lewat serangan tersebut, namun masih bisa bertahan. Namun sepertinya dia terluka parah akibat tekanan dari badai pasir dari Radiaksa.Apalagi dengan kemampuan memanipulasi pasir, jarak pandai gadis itu terganggu. Bahkan penonton tidak jelas melihat apa yang sebenarnya terjadi di panggung."Hebat juga, kau mampu menahan 'Pukulan Badai Pasir' milikku!"Prana Sinta tersenyum kecut melihat apa yang terjadi pada dirinya. Dia paham tanpa pedang miliknya, kesusahan untuk menaklukkan lawannya.Namun dia tak mungkin mengeluarkan pedang Ular Sanca Bagedor miliknya. Padahal senjata itu andalannya yang membuat dia bisa menaklukkan lawannya.Radiaksa yang melihat pukulan badai pasir tidak bisa menaklukkan lawannya. Mengeluarkan sebuah kipas yang dapat membuat angin puting beliung yang sangat kencang. Sama seperti kemampuan yang dimiliki Kala Pitung yang membuat lawannya sulit menghadapinya."Ternyata kau akhirn
Benar saja Prana Sinta menggunakan kemampuannya dengan mengubah pedang menjadi seekor ular Sanca.BRUKK! KRAS! Manusia Pasir alias Radiaksa itu pada akhirnya tak bisa menahan pedang sakti milik Prana Sinta.Bahkan tangan Radiaksa terkena sabetan hingga tangan kirinya tak bisa bekerja di dalamnya. Dia hanya bisa terlihat ketika berada di luar arena pertarungan."Pemenangnya adalah Prana Sinta dari Partai Pasir Kuning!
"Jika yang kau khawatirkan Tuan Putri, kau jelaskan nanti. Tetapi kau harus ingat dua lawan itu harus kau kalahkan!" Sosok itu berpakaian betul-betul menghilang dari tempat-tempat tersebut. Sedangkan Angga memutuskan untuk segera menuju ke lokasi Sayembara. Ada banyak orang yang tersenyum kepadanya untuk memberi dukungan.Tuan Putri Lintang Ayu Kencana juga tersenyum memberi dukungan. Juga Prana Sinta yang membuat Tuan Putri cemberut. Juga Saka Wulan yang terus melakukan sesuatu agar membuat Perhatian Angga.
"Ayahku seorang Juragan dari Srimanganti," jawab Angga jujur yang membuat semua orang terkejut. Hal itu jelas karena orang menganggap Angga hanya orang biasa dengan penampilan anehnya.Namun dengan bicara seperti itu jelas membuat gurunya, Jati Luhur kesal. Juga teman-temannya yang ikut menutupi siapa dirinya seperti Adyaksa, Prana Sinta, Saka Surya dan Saka Wulan.Semua tampak gemas dengan Angga yang merasa tak berdosa mengungkapkan jati dirinya. Padahal dia sudah menjaga hal itu selama berada di Paladu.
Semua orang kaget ketika melihat apa yang terjadi di panggung. Dimana arena pertarungan tersebut hancur sebelah, sedangkan sisanya masih utuh.Hal yang membuat terkejut adalah nasib Raden Danu Koswara yang terlempar cukup jauh oleh senjatanya sendiri. Bahkan dia harus ditandu oleh tim media karena tak sadarkan diri terhempas oleh Rantai Petaka Bumi.Namun semua orang tertawa ketika melihat apa yang dilakukan oleh Angga yang hampir saja terjatuh.Lelaki itu berdiri di atas papan kecil, dengan pijakan satu kaki. Bergetar sedikit maka dia akan keluar dari panggung dan dinyatakan kalah.Bukan Angga namanya jika tidak punya akal, dia menggunakan pedang untuk menghempaskan dirinya ke arena yang masih utuh.Angga selamat dan siap menghadapi dua orang yang menunggu mereka. Terutama Badak Jonggrang yang sudah tidak sabar menantikan pertarungan dengan Angga Saksana."Terima kasih, sepertinya sudah cukup memakai pedang ini!"&nbs
Tentu saja, ketika kedua Ajian bertemu dengan jelas membuat ledakan. Namun yang menjadi korban adalah kursi para peserta. Sedangkan panggung tepat berdiri meskipun terus bergetar.Sungguh hal layar biasa, pertarungan masih seimbang. Padahal mereka bertarung hampir setengah hari dan belum mendapatkan pemenang."Apa kau tidak kesal melihat Perwira Tinggi Paladu itu terus berdiri menyilangkan dada? Padahal kita sudah basah keringat akibat pertarungan yang belum selesai?" tanya Angga ke telinga Badak Jonggrang yang saling menge