Share

BAB 4

Author: Faisalicious
last update Last Updated: 2024-12-27 03:15:15

BAB 4 : Sayembara

Kenta mengangguk dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya berdegup keras. Dia menatap peta di tangannya dengan serius, seolah-olah peta itu adalah kunci terakhir untuk menyelamatkan desa. “Kita adakan sayembara,” katanya, suaranya tegas. “Kita kumpulkan orang-orang yang memiliki kemampuan dari desa ini.”

Hakka, yang berdiri di sisinya, memandangnya dengan tatapan tajam sebelum tersenyum tipis. “Rencanamu lumayan juga bocah, tapi biar bagaimanapun dirimu harus waspada, Bocah. Desa ini sedang di ambang kehancuran. Orang-orangnya tidak mudah percaya. Luka mereka dalam, seperti jurang yang sulit dijembatani.”

Tanpa membuang waktu, keduanya berjalan menuju pusat desa, di mana sebuah batu besar yang biasa digunakan untuk pengumuman penting berdiri megah di tengah alun-alun. Setiap langkah terasa berat bagi Kenta, karena dia tahu tanggung jawab yang menanti. Ketika mereka tiba, sebuah kerumunan kecil telah berkumpul. Wajah-wajah kusam itu mencerminkan kelelahan, kemarahan yang terpendam, dan putus asa yang hampir mencapai puncaknya menyambut mereka.

Di tengah kerumunan, seorang wanita dengan pakaian compang-camping berdiri. Wajahnya pucat, air mata membasahi pipinya. Ia tampak seperti simbol dari penderitaan desa itu. “Apa lagi yang kalian ingin kami lakukan, Tuan Muda?” suaranya serak, penuh duka. “Anak-anak kami kelaparan! Bandit-bandit itu merampas segalanya, bahkan hasil panen terakhir kami! Kami tidak punya apa-apa lagi!”

Dari sisi lain, seorang pemuda dengan tangan penuh bekas luka cambuk maju dengan wajah yang terbakar amarah. “Tuan Muda, kita sudah mendengar berita bahwa para bandit bajingan itu akan segera membantai desa sepuluh hari lagi! Lalu apa gunanya melawan? Bandit itu terlalu kuat. Mereka punya senjata, mereka punya kekuatan. Sementara kita hanyalah petani yang hampir mati kelaparan!”

Kerumunan semakin gaduh. Keluhan, tangisan, dan desakan emosi bercampur menjadi satu. Kenta berdiri di atas batu besar itu, mencoba menenangkan mereka dengan mengangkat tangannya. Namun, suara-suara itu tidak mudah terdiam. Kemarahan dan keputusasaan telah menjadi racun yang meracuni jiwa mereka.

“Kalian para pemimpin hanya memerintah, sementara kami menjadi tumbalnya!” teriak seseorang dari tengah kerumunan.

“Apa kalian tahu apa artinya tidur tanpa makan selama seminggu?” sambung yang lain.

“Kami tidak punya alasan lagi untuk percaya!”

Kenta menaiki batu besar itu, mencoba menenangkan kerumunan dengan mengangkat tangannya. Namun, suara-suara mereka tak mudah dihentikan. Rasa putus asa telah menjelma menjadi kemarahan yang sulit diredam.

Di tengah hiruk-pikuk itu, suara Hakka menggema dengan tegas, “Diam!”

Hening seketika melanda. Semua mata tertuju pada pria tua itu, yang memandang mereka dengan sorot tajam. “Apakah kalian pikir kemarahan ini akan membawa kita ke mana-mana? Jika kita tidak bertindak sekarang, desa ini tidak akan bertahan sebulan lagi!”

Kenta menarik napas dalam-dalam, menyiapkan dirinya untuk berbicara. Dia tahu, ini adalah momen penting. Dengan suara yang tegas namun penuh empati, dia mulai, “Kalian benar. Desa ini telah menderita. Aku tahu kelaparan, aku tahu apa yang kalian rasakan ketika bandit mencuri segalanya. Keluarga kita dipermalukan, kita dipaksa tunduk. Tapi aku tidak bisa membiarkan itu terus terjadi!”

Wajah-wajah di depannya mulai memperhatikan. Meski masih ada keraguan, suara Kenta berhasil menembus dinding keputusasaan mereka.

“Kalian lihatlah ini! Aku menemukan sesuatu,” lanjutnya. Ia mengangkat peta tambang besi hitam agar semua orang bisa melihatnya. “Ini adalah jalan keluar kita. Tambang ini bukan hanya penuh dengan besi hitam, tapi ini akan jadi sumber kekuatan yang bisa membantu kita melawan bandit sekaligus simbol harapan untuk bertahan. Namun, perjalanan ke sana pasti tidak mudah. Tambang ini penuh dengan bahaya, ada goblin raksasa yang menjaga mulut gua itu!”

Kerumunan mulai berbisik-bisik. Ketakutan bercampur dengan rasa penasaran.

“Tapi aku tidak akan melakukannya sendiri,” kata Kenta dengan suara yang semakin kuat.

“Aku membutuhkan kalian. Kita adakan sayembara. Aku mencari para pemberani, mereka yang siap bertarung demi desa ini. Aku tahu desa ini penuh dengan orang-orang yang memiliki kemampuan tersembunyi. Dan kita tawarkan hadiah besar, gulungan teknik, senjata langka, emas, perak dan yang paling penting, kehormatan untuk mengembalikan harga diri desa ini.”

Kerumunan kembali hening. Kata-kata Kenta menggugah hati mereka, meskipun keraguan masih tersisa. Seorang pria tua dengan janggut lebat maju dari barisan belakang. Matanya menyipit saat ia menatap Kenta.

“Tuan muda, mudah mengatakan soal kehormatan dan harapan,” katanya dengan suara serak.“Tapi apa yang membuat kami percaya padamu? Kau masih muda, bahkan belum berpengalaman. Bagaimana kami tahu kau bisa memimpin kami melewati neraka itu?”

Kerumunan terhenyak. Kata-katanya penuh dengan tekad yang tulus, sesuatu yang tak bisa dipalsukan. Seperti percikan api di malam yang gelap, semangat kecil itu mulai menyala.

Dari tengah kerumunan, Liam, pemuda kekar yang dikenal sebagai penembak terbaik desa, maju. Dia membawa busur besar yang sudah penuh bekas pemakaian, tanda betapa seringnya ia berlatih.

“Jika kau berdiri di garis depan, Tuan Muda, maka aku akan berdiri di sampingmu. Aku siap bergabung.”

Suara Liam yang lantang membawa energi baru. Beberapa orang mengangguk setuju. Lalu, Nenek Cio, seorang peracik obat-obatan dan racun herbologi yang terkenal di desa, melangkah maju dengan senyum tipis di wajahnya.

“Aku akan menyediakan racun dan ramuan untuk membantu kita,” katanya. “Tapi ingat, ini adalah pertaruhan besar. Kita harus cerdas dan tidak terburu-buru.”

Dukungan dari Liam dan Nenek Cio menjadi dorongan besar. Semangat mereka menular ke yang lain. Beberapa warga yang awalnya ragu mulai mengangkat tangan mereka, menunjukkan kesediaan mereka untuk bergabung. Bahkan mereka yang awalnya hanya diam kini mulai bersuara.

“Ayo, demi desa ini!” teriak seseorang di barisan belakang.

“Kita buktikan bahwa kita tidak akan menyerah!”

Kenta merasakan harapan baru tumbuh di tengah kerumunan. Suara-suara penuh keyakinan mulai menggantikan keluhan dan tangisan. Tapi ia tahu, ini baru permulaan. Perjalanan menuju tambang besi hitam akan menjadi ujian sesungguhnya. Dengan hati yang berat namun tekad yang membara, ia melihat ke arah Hakka.

“Kita punya harapan sekarang,” bisiknya kepada pria tua itu. “Tapi aku tahu, mempertahankan harapan ini akan lebih sulit daripada sekadar menyalakannya.”

Hakka mengangguk. “Kau benar. Tapi kau harus ingat, harapan adalah pedang bermata dua. Jika kau gagal, desa ini akan kehilangan segalanya.”

Malam itu, api unggun dinyalakan di tengah desa. Para warga yang telah mendaftar untuk sayembara berkumpul. Suasana hening, namun penuh ketegangan. Mereka tidak hanya bersiap untuk menghadapi bandit atau makhluk di tambang, tetapi juga bersiap untuk melawan ketakutan mereka sendiri.

Liam mulai melatih beberapa pemuda cara memegang busur dengan benar. Nenek Cio membagikan botol kecil berisi ramuan kepada mereka yang bersedia mendengarkan. Di sudut lain, Kenta duduk mempelajari peta tambang dengan serius. Cahaya api menerangi wajahnya, memperlihatkan ekspresi tegang dan tekad yang kokoh.

“Aku tidak akan gagal,” gumamnya kepada dirinya sendiri, seperti janji yang diucapkan berulang-ulang. Di kejauhan, bayangan tambang besi hitam seakan memanggil mereka, menjanjikan harapan sekaligus bahaya.

Bersambung…

Faisalicious

Dunia Kuno dalam cerita mengikuti hierarki kekuatan tertentu: Normal, Langka, Spesial, Top, Supreme, dan Legendaris. Tingkatan ini berlaku untuk senjata, kemampuan manusia, hingga benda-benda kuno.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   TAMAT

    Bab 140 – Sampai JumpaKenta menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Angin sepoi-sepoi bertiup melewati wajahnya, membawa ketenangan yang aneh. Dunia ini… dunia nyata… terasa begitu berbeda dari dunia sistem yang selama ini ia jalani.Ia sudah kembali. Segalanya sudah berakhir. Namun, entah kenapa hatinya masih terasa berat. Maya… Apakah ia benar-benar pergi? Apakah tidak ada cara lain untuk bertemu dengannya lagi? Kenta mengepalkan tangannya, lalu menghela napas panjang.“Kau terlihat seperti orang yang kehilangan sesuatu.”Sebuah suara yang familiar terdengar dari belakangnya. Kenta menoleh dan mendapati seseorang berdiri di sana, seseorang yang seharusnya tidak mungkin ada di dunia ini.Matanya melebar. “…Maya?”Maya berdiri di sana, mengenakan pakaian serba putih yang bercahaya samar di bawah sinar bulan. Wajahnya tetap seperti yang Kenta ingat, tenang, lembut, dan penuh teka-

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 139

    Bab 139 – Tamat: Menerima KenyataanKenta berdiri di depan sebuah gedung tua yang terlihat tak terawat.Alamat yang tertulis di surat membawanya ke sini. Bangunan ini berada di pinggiran kota, jauh dari keramaian. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya, hanya cahaya redup dari lampu jalan yang sesekali berkelap-kelip.Hatinya masih dipenuhi keraguan."Apa ini jebakan?" pikirnya.Namun, jika ini adalah satu-satunya petunjuk untuk menemukan Maya atau mendapatkan jawaban tentang apa yang terjadi, ia tidak bisa mundur sekarang.Ia menarik napas dalam, lalu mendorong pintu kayu besar di hadapannya.Saat Kenta melangkah masuk, suara derit kayu memenuhi ruangan.Bangunan ini tampaknya adalah sebuah gudang lama. Debu memenuhi lantai, dan beberapa rak besi di sudut tampak berkarat.Namun, yang paling menarik perhatiannya adalah sosok seorang pria tua yang duduk di kursi kayu, tepat di tengah ruangan.Pria itu

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 138

    Bab 128 – Arch Akhir: Tanpa Maya, Kenta Hanya PecundangKenta duduk di tepi tempat tidurnya, menatap kosong pada lantai kamarnya yang berantakan. Kertas-kertas catatan, botol minuman kosong, dan beberapa buku berserakan di sana. Cahaya matahari sore masuk melalui jendela, tetapi ia tidak merasa hangat sedikit pun.Sudah sebulan sejak ia kembali ke dunia nyata. Sudah sebulan sejak ia melihat sosok Maya di gang sempit itu atau lebih tepatnya, sejak ia berhalusinasi melihatnya. Kenta menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan berat."Bangkitlah sekali lagi, Kenta."Kata-kata itu masih terngiang di benaknya. Tapi bagaimana caranya? Tanpa sistem, tanpa status, tanpa teknik bertarung, tanpa Maya… ia bukan siapa-siapa. Di dunia sistem, ia bisa mengalahkan lawan yang lebih kuat, menerobos batasan dirinya, dan berdiri sebagai pemain terkuat.Di dunia ini? Ia bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu karena riwayat medisnya. S

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 137

    Bab 137 – Arch Akhir: Kembali Sebagai Kenta si Pecundang di Dunia NyataBIP. BIP. BIP.Suara mesin monitor berdenting pelan di ruangan yang sunyi. Aroma antiseptik bercampur dengan udara dingin dari pendingin ruangan. Kelopak mata Kenta bergerak sedikit, lalu perlahan membuka.Seketika cahaya putih menyilaukan matanya.Ia merasakan sesuatu yang berat di tubuhnya—seperti ada beban yang tak kasat mata menekannya. Sensasi itu terasa aneh, jauh berbeda dari medan perang yang selama ini ia jalani.Kenta mencoba menggerakkan jarinya.Lambat.Lemah.Seolah-olah tubuhnya adalah milik orang lain."Dimana aku…?" gumamnya dengan suara serak.Matanya perlahan menyesuaikan diri. Ia bisa melihat langit-langit putih, ventilasi udara yang mengeluarkan suara halus, dan… tabung infus yang terhubung ke tangannya.Ini rumah sakit.Aku… kembali?Hatinya berdebar. Ia b

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 136

    Bab 127 – Arch Akhir: Menempuh Jalan untuk KembaliLangit masih dipenuhi retakan dimensi yang berpendar dalam warna keemasan dan hitam. Sisa-sisa kekuatan yang bertarung di medan perang tadi kini mereda, menyisakan ketegangan yang menggantung di udara.Di tengah-tengahnya, Kenta berdiri dengan tatapan teguh, meski dalam hatinya masih ada goncangan yang tak bisa ia redam.Ia telah membuat keputusannya.Sekarang, ia hanya perlu mencari jalan untuk mewujudkannya.Maya berdiri di hadapannya, matanya yang tajam menelisik ekspresi Kenta. "Kau sudah memutuskan?"Kenta mengangguk. "Ya."Maya menghela napas, lalu melangkah mendekat. "Jika kau benar-benar ingin kembali… maka ada satu cara. Tapi aku tidak yakin kau akan menyukainya."Kenta menajamkan pandangannya. "Apa itu?"Maya terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Sistem yang telah memulihkan dirinya sepenuhnya kini memiliki fungsi otomatis untuk mengembalika

  • PENDEKAR PEWARIS SISTEM   BAB 135

    Bab 134 – Arch Akhir: Lalu Bagaimana Caraku Kembali?Langit masih dipenuhi retakan-retakan dimensi. Pusaran energi kekacauan melayang di udara, menciptakan percikan cahaya yang terus menerus menyambar seperti petir abadi. Di tengah kehancuran yang melanda, Kenta berdiri terengah-engah, tubuhnya dipenuhi luka dan pakaiannya compang-camping.Di hadapannya, Maya menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Mereka baru saja mengungkap kebenaran tentang sistem, tentang asal usul dunia ini, dan mengapa Kenta menjadi bagian dari semua ini.Namun, satu pertanyaan besar masih menggantung di benaknya."Lalu… bagaimana caraku kembali?"Suara Kenta terdengar serak, nyaris berbisik. Entah kenapa, setelah semua ini, pertanyaan itu baru benar-benar menghantamnya dengan kesadaran yang menyakitkan.Apa yang akan terjadi setelah semuanya berakhir?Maya menutup matanya sejenak sebelum menjawab."Itu bukan sesuatu yang mudah dijawab

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status