Kenta, seorang pemuda biasa, terbangun dalam kehidupan keduanya sebagai pewaris Desa Lembah Babi, sebuah desa terpencil yang kini berada di ambang kehancuran. Bencana kelaparan, serangan bandit gunung, dan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemimpin baru mereka menghadapkan Kenta pada misi yang nyaris mustahil. Sebagai satu-satunya harapan terakhir, ia harus memulihkan Lembah Babi dari keterpurukan dan membangun kembali kejayaannya. Namun, tanpa pengalaman, dapatkah Kenta menemukan kekuatan dalam dirinya untuk mengubah nasib desa? Ataukah sejarah hanya akan mengulang kehancuran? Perjalanan penuh strategi, perjuangan, dan tekad ini akan menentukan apakah Lembah Babi akan kembali bersinar atau lenyap selamanya.
View MoreBab 1: Kebangkitan di Lembah Babi
Gang sempit itu pengap, dipenuhi aroma keringat, asap rokok, dan lumpur basah. Lampu jalan redup berkedip lemas, menciptakan bayangan samar di malam yang pekat. Kenta terjatuh, tubuhnya penuh lebam dan luka. Napasnya tersengal-sengal, sementara dunia di sekelilingnya berputar seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.
Beberapa pria berdiri mengepungnya, tatapan mereka tajam penuh kebencian, seperti pemburu yang menemukan mangsa tak berdaya. Tawa dingin mereka menggema di malam kelam, menusuk hati. Salah satu dari mereka maju, tendangannya menghantam kepala Kenta dengan brutal. Darah hangat mengalir dari bibirnya yang pecah.
“Uangnya mana? Beri sekarang, atau kau mati di sini!” suara pria itu pendek dan menusuk.
Kenta mencoba menegakkan kepala, tapi pandangannya kabur. Tubuhnya gemetar, seperti lentera kecil yang nyaris padam. "Maaf... aku tidak punya apa-apa lagi," suaranya serak, hampir tenggelam dalam tawa para pria itu. "Tolong... jangan bunuh aku."
Pukulan lain menghantam wajahnya, membuat dunia terasa semakin gelap. Tangannya meraba seolah mencoba menemukan sesuatu, mencari pegangan, tetapi salah seorang preman itu langsung menginjaknya dengan keras. Kesadaran Kenta mulai pudar, tubuhnya menggigil dalam diam yang menakutkan.
Dalam sisa-sisa kekuatannya, sebuah kalimat lirih meluncur dari bibirnya. “Aku lelah... Aku hanya ingin hidup seperti orang normal, sekali saja.”
Dalam sekejap, ingatan masa kecil Kenta saat kedua orang tuanya masih hidup melintas, tawa ibunya saat mengajarinya membuat layangan, tangan kecilnya yang dulu kuat mengangkat hasil tangkapan pertama dari sungai, dan suara ayahnya yang selalu berkata, “Kita tidak boleh menyerah, apapun yang terjadi.” Sekarang, ia hanya seorang pecundang yang terbaring di lumpur. Tapi... jika ada sedikit kesempatan untuk mengubah segalanya...
Lalu, itu terjadi. Di ambang kegelapan, suara mekanis tiba-tiba menggema di kepalanya, dingin dan tanpa emosi.
“Sistem diaktifkan. Pilih sekarang: Mati sebagai pecundang atau hidup penuh bahaya sebagai Tuan Muda dari desa yang hancur. Perjuangan tanpa akhir menanti.”
Sebuah hitungan mundur mulai berputar dalam pikirannya: 5... 4... 3....
Di dasar keputusasaan, nyala kecil di dalam diri Kenta menyala kembali, keinginan untuk bertahan, untuk membuktikan bahwa dirinya bukan pecundang. Dengan suara lemah, ia berbisik, “Aku memilih hidup. Aku akan bertahan.”
“Pilihan dikonfirmasi. Sistem dimuat…” Suara mekanis itu hilang. Dunia terasa runtuh, lalu sunyi.
Beberapa saat kemudian kegelapan sebelumnya mulai pudar, rasa dingin yang tajam menyeruak menembus kulit, memaksa Kenta membuka matanya perlahan. Kenta duduk perlahan, punggungnya bersandar pada dinding. Pandangannya mulai menjelajahi ruangan sempit itu. Batu-batu besar yang menjadi dindingnya dihiasi ukiran aneh yang tampak kuno. Di tengah ruangan terdapat altar kecil, dikelilingi lilin yang hampir habis, mangkuk berisi abu, dan patung-patung usang yang menyeramkan.
Perasaan asing terus membuncah. Ia memukul pelipisnya dengan ringan, mencoba memastikan ia tidak bermimpi. “Ini... ini gila! Aku… Aku dimana!” Kenta meracau, suaranya penuh rasa tidak percaya.
Plak! Sebuah pukulan ringan menghantam belakang kepalanya. "Dasar bodoh! Apa otakmu terguncang setelah dihajar bandit?" Suara berat itu muncul bersamaan dengan pukulan di belakang kepalanya.
“Aduh! Apa-apaan ini?!” protes Kenta, mengusap kepalanya yang terasa nyeri.
Kenta mendongak dengan kaget. Seorang pria tua berjubah kelabu berdiri di sana, wajahnya penuh kerutan namun matanya tajam seperti elang. Tanpa ragu, pria itu melangkah mendekat dan menjewer kuping Kenta.
“Bangun! Jangan berpura-pura bodoh!” hardiknya. “Kau pikir siapa dirimu? Kau adalah Tuan Muda dari Lembah Babi! Garis keturunan terakhir dari pemimpin desa ini.”
Kenta melongo, bingung mendengar kata-kata pria itu. "Apa... aku?"
"Jangan banyak protes! Desa ini hancur. Kau tidak punya waktu untuk bersantai!"
Saat kakek tua itu berbicara, sebuah papan informasi muncul di depan mata Kenta. Di layar itu, muncul tulisan :
“Memuat Data Target: Hakka. Status: Penasehat Bijaksana, Pemburu Kelas Langka, Pengguna Sihir Api.”
Kenta bangun dengan langkah yang sedikit berat, mengikuti Hakka yang berjalan menuju latar depan dari aula keluarga. Keduanya berdiri di sebuah pelataran kecil yang cukup strategis karena aula keluarga yang lokasinya berada di ketinggian 50 kaki diatas lembah. Darisitu jalan desa dan puluhan rumah warga dapat terlihat dalam sekali sapuan mata.
Hakka mendengus, memandangi lembah dengan tatapan berat. “Aku tidak tahu apakah kepalamu yang keras itu akan berguna sekarang, tapi dengarkan ini baik-baik. Desa ini... sudah di ambang kehancuran.”
Kenta mendengarkan dengan bingung, mencoba memproses apa yang dikatakan pria tua itu. "Apa maksudmu? Seberapa buruk kondisinya?" tanyanya perlahan.
“Seberapa buruk?” Hakka mendongak ke arah Kenta, wajahnya penuh keletihan. “Lihat sendiri, anak muda. Sungai itu... dulunya menghidupi desa ini. Sawah-sawah seharusnya hijau dan penuh hasil panen. Tapi sekarang? Semua mati. Tidak ada yang tersisa.”
Kenta memandang lembah yang gelap di bawah mereka. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya bayangan sunyi dan beberapa rumah yang hampir runtuh. “Kenapa sampai seperti ini?” bisiknya.
Hakka menghela napas panjang, suaranya bergetar dengan kemarahan yang ditahan. “Gagal panen. Tahun demi tahun. Sekarang kelaparan menjadi musuh terbesar kami. Dan ketika orang-orang kelaparan, mereka menjadi seperti binatang.” Ia menatap Kenta tajam. “Anak-anak dijual untuk sepotong roti. Perempuan-perempuan dipaksa menjadi budak demi biji-bijian. Kau pikir itu tidak buruk?”
Kenta bergidik, tidak mampu berkata apa-apa. Ia merasa seperti seorang penonton yang dipaksa menyaksikan tragedi yang terlalu besar untuk dipahami. Jelas, pria tua ini tidak tahu bahwa Kenta yang asli sudah tiada, digantikan oleh jiwa asing dengan tubuh yang sama. Namun, meskipun keras, ada ketulusan dalam mata Hakka yang membuat Kenta merasa dihargai walau ia tahu itu ditujukan kepada pemilik tubuh sebelumnya.
“Jika kau ingin hidup bebas, lupakan saja. Mulai sekarang, aku akan memastikan kau menjadi pemimpin sejati!”
Namun, sebelum Kenta bisa bertanya lebih lanjut, sesuatu yang aneh terjadi. Suara mekanis terdengar di dalam pikirannya, dingin dan asing.
"Sistem dimulai…"
Kenta tersentak. Apa itu?! Ia melirik ke sekitar, berharap menemukan asal suara, namun ruangan itu kosong kecuali dirinya dan Hakka.
"Hadiah kebangkitan telah diberikan kepada pemain. Skill Random Copier : Mulai mengacak kemampuan target."
Mata Kenta membelalak. Apa ini? Sebuah permainan? Ia mencoba memproses apa yang terjadi, namun sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, layar holografik muncul di pikirannya. Sebuah papan berputar dengan kecepatan tinggi, memancarkan cahaya-cahaya cerah. Papan itu melambat, membuat jantung Kenta berdebar kencang. Akhirnya, jarum berhenti pada tulisan bercahaya emas:
"Kloning skill berhasil : Anda telah membuka Skill Mantra Api: Kelas Langka."
“Kenapa kau bengong?” bentak Hakka. “Hanya melihat wajah tuaku ini sudah cukup membuatmu terpana?”
“Tidak, tidak! Aku hanya... mencoba memahami sesuatu,” elak Kenta, gugup. Dalam pikirannya, ia mendengar suara dingin sistem:
Kenta membeku. Sihir? Apa ini nyata? Tubuhnya merasakan aliran energi hangat, seolah kekuatan yang baru ditemukan itu mulai mengalir melalui nadinya. Ia mengalihkan pandangannya ke Hakka, satu-satunya orang di ruangan itu.
Kenta mengerutkan dahi, tatapannya penuh kebingungan. “Jadi… aku bisa menyalin kekuatan orang lain?” bisiknya pelan, hampir tak percaya. Ia memandang tangannya, seolah mencari tanda-tanda dari kekuatan baru itu.
Sebuah pikiran terlintas di benaknya, membuat napasnya tertahan. “Tapi… bagaimana kalau kekuatannya tidak berguna? Atau malah merugikan?” Ia teringat pada layar berputar tadi, betapa acaknya sistem itu. “Ini seperti undian... Aku tidak bisa selalu berharap dapat sesuatu yang bagus.”
Kenta menggeleng, mencoba menenangkan pikirannya. “Kalau begitu, aku harus berhati-hati. Jangan sampai salah memilih target. Kalau tidak…” Ia menelan ludah, merasa sedikit gugup. “Salah langkah sedikit saja, mungkin aku akan menyesal seumur hidup.”
Ia mengepalkan tangannya, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. “Tapi kalau aku bisa memilih dengan cerdas, ini... ini bisa menjadi keunggulanku. Aku harus memanfaatkannya.”
“Kek,” panggil Kenta ragu. “Kau bisa menggunakan sihir?”
Hakka terlihat terkejut, namun senyumnya tak memudar. "Sedikit, aku bisa mempraktikkan beberapa mantra api. Aku ingat pernah mengajarimu, tapi kau kabur kehutan untuk mencari biji eg dan mencuri madu di sarang lebah!”
Kenta terdiam sejenak, memandangi tangan kosongnya yang gemetar menyadari dia memiliki kemampuan sihir api yang ia dapat dari Hakka. Pikirannya berkecamuk, apa yang bisa ia lakukan di dunia asing ini? Seolah ada lubang menganga di dadanya, membuatnya merasa kecil dan tak berdaya.
Hakka, melirik sekilas ke arah Kenta. “Kau kenapa? Bengong seperti ikan mati. Kau bahkan lebih lemah dari anak-anak di sini,” gerutunya.
Kenta menggertakkan gigi. “Aku... Aku ingin belajar bertarung.”
Hakka menatapnya dengan alis terangkat. “Oh? Tiba-tiba saja ingin menjadi pahlawan, ya?”
“Bukan itu!” Kenta menggeleng cepat, lalu menatap mata Hakka dengan kesungguhan. “Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan di sini. Tapi kalau aku tidak punya kekuatan, aku tidak akan bertahan. Ajari aku. Apa saja.”
Pria tua itu terdiam, menatap Kenta lekat-lekat, seolah menimbang permintaannya. Akhirnya, ia mendengus pelan. “Hm, setidaknya kau sadar dirimu lemah. Itu awal yang bagus.”
“Jadi, kau mau mengajariku?” tanya Kenta, penuh harap.
Hakka tersenyum tipis, sebuah senyum yang tak sepenuhnya ramah. “Tentu saja. Tapi jangan harap aku akan mudah padamu. Ayahmu dulu juga keras kepala, dan aku yang membentuknya. Sekarang giliranmu.”
Sebelum Kenta sempat merespons, suara dingin tiba-tiba bergema di dalam pikirannya:
“Player terverifikasi. Memicu misi pertama: Perburuan babi hutan. Kelas Normal.”
Kenta tersentak, melihat sekeliling, tetapi tak ada siapa pun selain dirinya dan Hakka. Ia menelan ludah. "Perburuan... babi hutan?" gumamnya nyaris tak terdengar.
Hakka, yang tampaknya tidak menyadari apapun, menepuk bahu Kenta dengan kasar. “Bagus. Besok kita mulai. Dan sebagai ujian pertamamu, kau akan ikut berburu. Jangan berharap ini akan mudah.”
Kenta menatap pria tua itu, lalu mengangguk pelan. “Aku akan lakukan yang terbaik.”
Bersambung...
Bab 140 – Sampai JumpaKenta menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Angin sepoi-sepoi bertiup melewati wajahnya, membawa ketenangan yang aneh. Dunia ini… dunia nyata… terasa begitu berbeda dari dunia sistem yang selama ini ia jalani.Ia sudah kembali. Segalanya sudah berakhir. Namun, entah kenapa hatinya masih terasa berat. Maya… Apakah ia benar-benar pergi? Apakah tidak ada cara lain untuk bertemu dengannya lagi? Kenta mengepalkan tangannya, lalu menghela napas panjang.“Kau terlihat seperti orang yang kehilangan sesuatu.”Sebuah suara yang familiar terdengar dari belakangnya. Kenta menoleh dan mendapati seseorang berdiri di sana, seseorang yang seharusnya tidak mungkin ada di dunia ini.Matanya melebar. “…Maya?”Maya berdiri di sana, mengenakan pakaian serba putih yang bercahaya samar di bawah sinar bulan. Wajahnya tetap seperti yang Kenta ingat, tenang, lembut, dan penuh teka-
Bab 139 – Tamat: Menerima KenyataanKenta berdiri di depan sebuah gedung tua yang terlihat tak terawat.Alamat yang tertulis di surat membawanya ke sini. Bangunan ini berada di pinggiran kota, jauh dari keramaian. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya, hanya cahaya redup dari lampu jalan yang sesekali berkelap-kelip.Hatinya masih dipenuhi keraguan."Apa ini jebakan?" pikirnya.Namun, jika ini adalah satu-satunya petunjuk untuk menemukan Maya atau mendapatkan jawaban tentang apa yang terjadi, ia tidak bisa mundur sekarang.Ia menarik napas dalam, lalu mendorong pintu kayu besar di hadapannya.Saat Kenta melangkah masuk, suara derit kayu memenuhi ruangan.Bangunan ini tampaknya adalah sebuah gudang lama. Debu memenuhi lantai, dan beberapa rak besi di sudut tampak berkarat.Namun, yang paling menarik perhatiannya adalah sosok seorang pria tua yang duduk di kursi kayu, tepat di tengah ruangan.Pria itu
Bab 128 – Arch Akhir: Tanpa Maya, Kenta Hanya PecundangKenta duduk di tepi tempat tidurnya, menatap kosong pada lantai kamarnya yang berantakan. Kertas-kertas catatan, botol minuman kosong, dan beberapa buku berserakan di sana. Cahaya matahari sore masuk melalui jendela, tetapi ia tidak merasa hangat sedikit pun.Sudah sebulan sejak ia kembali ke dunia nyata. Sudah sebulan sejak ia melihat sosok Maya di gang sempit itu atau lebih tepatnya, sejak ia berhalusinasi melihatnya. Kenta menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan berat."Bangkitlah sekali lagi, Kenta."Kata-kata itu masih terngiang di benaknya. Tapi bagaimana caranya? Tanpa sistem, tanpa status, tanpa teknik bertarung, tanpa Maya… ia bukan siapa-siapa. Di dunia sistem, ia bisa mengalahkan lawan yang lebih kuat, menerobos batasan dirinya, dan berdiri sebagai pemain terkuat.Di dunia ini? Ia bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu karena riwayat medisnya. S
Bab 137 – Arch Akhir: Kembali Sebagai Kenta si Pecundang di Dunia NyataBIP. BIP. BIP.Suara mesin monitor berdenting pelan di ruangan yang sunyi. Aroma antiseptik bercampur dengan udara dingin dari pendingin ruangan. Kelopak mata Kenta bergerak sedikit, lalu perlahan membuka.Seketika cahaya putih menyilaukan matanya.Ia merasakan sesuatu yang berat di tubuhnya—seperti ada beban yang tak kasat mata menekannya. Sensasi itu terasa aneh, jauh berbeda dari medan perang yang selama ini ia jalani.Kenta mencoba menggerakkan jarinya.Lambat.Lemah.Seolah-olah tubuhnya adalah milik orang lain."Dimana aku…?" gumamnya dengan suara serak.Matanya perlahan menyesuaikan diri. Ia bisa melihat langit-langit putih, ventilasi udara yang mengeluarkan suara halus, dan… tabung infus yang terhubung ke tangannya.Ini rumah sakit.Aku… kembali?Hatinya berdebar. Ia b
Bab 127 – Arch Akhir: Menempuh Jalan untuk KembaliLangit masih dipenuhi retakan dimensi yang berpendar dalam warna keemasan dan hitam. Sisa-sisa kekuatan yang bertarung di medan perang tadi kini mereda, menyisakan ketegangan yang menggantung di udara.Di tengah-tengahnya, Kenta berdiri dengan tatapan teguh, meski dalam hatinya masih ada goncangan yang tak bisa ia redam.Ia telah membuat keputusannya.Sekarang, ia hanya perlu mencari jalan untuk mewujudkannya.Maya berdiri di hadapannya, matanya yang tajam menelisik ekspresi Kenta. "Kau sudah memutuskan?"Kenta mengangguk. "Ya."Maya menghela napas, lalu melangkah mendekat. "Jika kau benar-benar ingin kembali… maka ada satu cara. Tapi aku tidak yakin kau akan menyukainya."Kenta menajamkan pandangannya. "Apa itu?"Maya terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Sistem yang telah memulihkan dirinya sepenuhnya kini memiliki fungsi otomatis untuk mengembalika
Bab 134 – Arch Akhir: Lalu Bagaimana Caraku Kembali?Langit masih dipenuhi retakan-retakan dimensi. Pusaran energi kekacauan melayang di udara, menciptakan percikan cahaya yang terus menerus menyambar seperti petir abadi. Di tengah kehancuran yang melanda, Kenta berdiri terengah-engah, tubuhnya dipenuhi luka dan pakaiannya compang-camping.Di hadapannya, Maya menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Mereka baru saja mengungkap kebenaran tentang sistem, tentang asal usul dunia ini, dan mengapa Kenta menjadi bagian dari semua ini.Namun, satu pertanyaan besar masih menggantung di benaknya."Lalu… bagaimana caraku kembali?"Suara Kenta terdengar serak, nyaris berbisik. Entah kenapa, setelah semua ini, pertanyaan itu baru benar-benar menghantamnya dengan kesadaran yang menyakitkan.Apa yang akan terjadi setelah semuanya berakhir?Maya menutup matanya sejenak sebelum menjawab."Itu bukan sesuatu yang mudah dijawab
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments