Share

Balas Dendam

Penulis: Alfonzo Perez
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-15 22:55:57

"Apa mungkin?" Dugaan liar pun berkembang di dalam pikiran Jalu. Asumsi terkuatnya mengatakan jika Perompak Hantu Laut menjadi penyebab ibunya sampai menceburkan diri ke laut untuk menyelamatkannya.

"Biar aku yang menghadapi mereka, Paman  dan bibi di kamar saja!" Jalu bangkit berdiri. Diambilnya pedang Halilintar yang tergantung di dinding lalu berjalan menuju pintu. 

Aji dan Nyi Sundari terpaku untuk beberapa saat sampai akhirnya kebekuan mereka berdua buyar setelah Jalu membuka pintu.

"Jalu, jangan melawan mereka, lebih baik kami serahkan saja harta yang dibawa dari pada nyawamu dalam bahaya. Mereka terkenal sangat kejam." Nyi Sundari berusaha mencegah Jalu yang sudah hendak keluar dari kamar.

"Tenang saja, Bi, aku akan baik-baik saja! Kalian berdua tetap di dalam kamar dan jangan keluar sampai aku kembali," balas Jalu tanpa merasa ragu sedikitpun, meski pertarungan dan juga mungkin pembunuhan pertama akan segera dijalaninya.

Pemuda berwajah tampan itu melangkah keluar dan menutup kembali pintu kamar.

Nyi Sundari dan suaminya tak kuasa menahan tekad Jalu yang hendak melawan gerombolan perompak Hantu Laut. Sepasang suami istri saudagar kaya itu hanya bisa berdoa agar pemuda tampan yang sudah mulai akrab dengan mereka berdua itu bisa selamat.

Sekeluarnya dari kamar, Jalu berjalan menuju bagian belakang kapal. Beberapa lelaki pekerja kapal tampak bersiap melakukan perlawanan. Di tangan mereka tergenggam kayu balok dan berbagai benda yang sekiranya bisa digunakan sebagai senjata.

"Kalian semua bersembunyilah, biar aku yang melawan mereka!" ujar Jalu seraya memandang tiga buah kapal kecil yang jaraknya hanya tinggal tiga puluh meter saja.

"Kau jangan bercanda, Anak muda, mereka sangat kejam, kau tidak akan mungkin bisa melawan mereka semua," ujar seorang pekerja.

"Kalian mau menuruti ucapanku atau tidak?" Jalu menatap tajam pekerja yang baru berbicara kepadanya. "Kalau kalian masih tetap di sini, maka aku akan  melempar kalian semua ke laut, cepat pergi!" Bentaknya.

Bentakan yang dilontarkan Jalu seketika membuat nyali para pekerja kapal itu menciut. Mereka lantas berlarian menjauhi pemuda tampan tersebut.

"Jangan ada yang keluar atau aku akan melemparnya ke laut biar dimakan ikan hiu!" teriak Jalu menakut-nakuti. Sesungguhnya apa yang dia lakukan itu bertujuan agar tidak ada yang melihat aksinya. Dengan begitu rahasianya akan tetap aman terjaga.

Setelah memastikan tidak ada penumpang dan pekerja yang terlihat di luar, Jalu tiba-tiba melompat turun dari kapal. Tubuh pemuda tampan itu seperti mendarat di atas tanah ataupun benda padat. Gelombang air laut yang cukup besar juga tak membuatnya bergeser dari titik tempatnya berdiri.

Sekitar tiga puluh anggota perompak Hantu Laut yang melihat kejadian itu seketika mengucek matanya berulang kali. Mereka jelas tak percaya ada sesosok tubuh yang berdiri di atas permukaan air laut dan tidak tenggelam.

Jarak yang hanya tinggal lima belas meter saja dengan kapal sasaran terasa begitu jauh bagi semua anggota perompak yang terkenal menakutkan itu. Nyali mereka menciut seketika dan berharap ada keajaiban yang datang menyelamatkan nyawa mereka.

Para perompak itu memang tidak tahu siapa dan apa tujuan sosok yang kini sedang berdiri di atas permukaan air tersebut, tapi firasat mereka mengatakan bahwa sesuatu yang buruk bukan tak mungkin akan terjadi.

Sungguh aneh memang, mereka yang biasa menghadirkan teror ketakutan kini malah menjadi pesakitan seolah-olah sedang dihantui Iblis kematian.

Jalu melangkah dengan begitu ringan. Air yang secara logika akan menenggelamkan tubuh manusia ketika permukaannya dibuat berjalan, terlihat tak ubahnya seperti daratan yang padat  

"Pasti kalian yang membuat keluargaku hancur!" teriaknya keras yang dibarengi pengerahan tenaga dalam.

Melesatnya suara Jalu menciptakan riak air seperti terbelah. Gelombang air besar muncul dan menghempas salah satu kapal yang ditumpangi perompak Hantu Laut hingga terbalik lalu karam.

Teriakan meminta pertolongan bersahutan terdengar dari anggota perompak yang terjatuh ke dalam air. Meskipun mereka memiliki kemampuan berenang yang baik, tetapi ketika harus berjibaku melawan ombak di tengah samudera tentunya itu tidak mudah untuk dijalani. Sebagian ada yang berpegangan pada kapal kecil mereka yang mengapung dalam posisi terbalik.

Anggota Perompak Hantu Laut lain sebenarnya punya keinginan untuk membantu temannya  yang sedang dalam masalah besar, tapi niat mereka harus dipendam selamanya. Sang pemuda tampan dengan santainya menghancurkan kapal yang terbalik dan menekan satu persatu kepala orang-orang yang berjuang hidup tersebut hingga mereka tenggelam ke dalam laut.

"Kabur!" teriak keras pemimpin perompak Hantu Laut yang memiliki fisik tinggi besar berambut ikal yang sebagian sudah memutih.

Anggota perompak yang masih selamat dan berada di atas dua kapal kecil mendayung secepat mungkin. Mereka memutar arah berusaha sebisa yang dilakukan untuk mencari selamat.

Jalu menatap tajam kedua kapal kecil yang hendak kabur tersebut. Setelah itu dia mengalirkan tenaga dalamnya terpusat di kedua tangannya. "Kalian tidak akan bisa selamat!"

Pemuda tampan itu memukulkan telapak tangannya dengan keras di atas permukaan air laut. Energi yang dilepaskan Jalu meluncur deras di permukaan air laut menuju kedua kapal kecil yang sedang berusaha kabur.

Anggota Perompak Hantu Laut berlompatan menceburkan diri ke dalam air begitu mengetahui pemuda sakti tersebut menyerang kapal yang mereka tumpangi dengan serangan energi. Mereka lebih memilih tetap berjuang hidup dengan berenang dari pada tubuh hancur terkena luncuran serangan energi yang sampai membuat permukaan air laut seperti terbelah.

Ledakan berurutan yang tidak terlalu keras terdengar bersamaan dengan hancurnya dua kapal kecil yang terbuat dari kayu tersebut. Puing-puing kayu kecil mengambang terhempas ombak, begitu pula dengan tubuh para perompak yang secara perlahan kehabisan tenang lalu mati tenggelam.

Jalu menatap dingin orang-orang yang menjadi korban kekejamannya. Pemuda berwajah tampan itu masih bisa mengendalikan ekspresinya meski saat ini pikirannya sedang kacau setelah membunuh begitu banyak orang dalam satu waktu.

"Jika benar ayah dan ibu mati karena ulah para bajingan itu, kuharap sekarang kalian sudah tenang. Mereka semua telah menebus kesalahan besar yang dilakukan terhadap ayah dan ibu." Jalu mendongak ke atas. Tak terasa butiran air bening menetes membasahi wajah tampannya.

Pemuda berusia delapan belas tahun itu lantas menoleh dan kemudian berlari cepat di atas air untuk mengejar kapal yang ditumpanginya.

Sesampainya di atas kapal, Jalu berjalan cepat menuju kamarnya yang saat ini sedang digunakan Aji dan Nyi Sundari untuk bersembunyi.

Ketukan pelan dilayangkan Jalu ke pintu beberapa kali, "Paman, Bibi, ini aku. Tolong buka pintunya."

Tak lama pintu kamar terbuka. Aji dan Nyi Sundari menatap tubuh Jalu dari ujung rambut sampai ujung kaki untuk memastikan kondisi pemuda itu baik-baik saja. Dan itu membuat keduanya heran

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Rencana Susulan

    Gambaran akan mendapatkan uang yang cukup besar sudah tergambar di dalam benak kelima perampok tersebut. Mereka terus bercanda hingga tiba di depan rumah yang sangatlah besar untuk ukuran di desa. Kalau di Kotaraja mungkin tidaklah heran, tapi di sebuah desa tentu sebuah kemustahilan yang sulit untuk dipercaya ada. Di depan pintu gerbang, beberapa lelaki yang ditugaskan untuk menjaga, menatap heran dengan adanya lima orang yang membawa gerobak. “Kang, apa benar ini rumah Nyi Sundari?” tanya salah satu perampok yang wajahnya terdapat bekas luka memanjang dari kening sampai dagu.“Iya, benar. Kalian siapa dan mau apa datang kemari?” salah satu penjaga balik bertanya.“Kami dari desa sebelah hendak menjual hasil panen, Kang.” Perampok tersebut menjawab dengan ekspresi meyakinkan. “Ikut aku!” Penjaga yang tubuhnya paling kekar membuka pintu gerbang, kemudian masuk ke dalam. Lima orang perampok membawa masuk gerobak yang mereka bawa hingga di halaman.“Tunggu di sini. Kupanggilkan dulu

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Keinginan Ayu Wulandari

    Jalu masih sedikit kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan Ayu Wulandari. Arah pandangnya lantas tertuju kepada Nyi Sundari dan bertanya kenapa dengan membuka mulut tapi tanpa bersuara.“Ayu tadi menangis histeris ketika melihat darah yang terkumpul di baskom itu, Jalu,” kata Nyi Sundari. Ayu Wulandari langsung menoleh kepada ibunya dan membuka matanya lebar-lebar. Wajahnya langsung merah merona oleh rasa malu. “Oh, darah ini?” Jalu menunjuk baskom kuningan di depannya. “Begini Bi, dalam pertarungan terakhir sebelum berhasil menyelamatkan Ayu, aku mengalami luka dalam karena terkena pukulan. Tadi aku bermeditasi untuk untuk menyembuhkan luka dalam yang kualami. Sekarang aku sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikuatirkan,” sambungnya tanpa sekalipun menyebut kata racun. Dia tidak ingin membuat ibu dan anak itu kuatir atas kondisinya. Dalam meditasinya tadi, kelima panca indera Jalu benar-benar tidak berfungsi, sehingga diirinya tidak sadar jika keluarga Nyi Sundari sudah

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tersadar

    Ayu Wulandari beserta ayah dan ibunya tampak terpukul mendengar penuturan Ki Puguh. Berita yang mereka dapat mengenai kondisi Jalu tentu tidak sesuai yang diharapkan. Ketiganya semula berharap jika Jalu hanya kelelahan atau mungkin mengalami luka biasa, tapi tidak tahunya ternyata terkena racun tingkat tinggi. Belum percaya dengan hasil analisa pertamanya, Ki Puguh pun kembali memeriksa darah Jalu. Kali ini darah berwarna hitam dan berbau busuk di dalam baskom yang dia periksa. Tabib tua itu menggeleng pelan. Sungguh dia masih belum bisa percaya jika pemuda berparas tampan itu mampu bertahan hidup dalam kondisi racun yang sudah menjalar di tubuhnya. "Bagaimana, Ki?" tanya Aji. "Pemuda ini memang terkena racun. Aku tidak tahu jenis racun apa yang berada di dalam tubuhnya, tapi aku yakin pasti racun tingkat tinggi." Kali ini Ayu Wulandari tidak bisa menahan suara tangisannya yang akhirnya pecah. Di sisi lain, Nyi Sundari yang mencoba bertahan agar tidak sampai terbawa suasana, akhi

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dugaan Ki Puguh

    Raut wajah gadis cantik itu begitu tegang, takut terjadi sesuatu pada Jalu, Ayu Wulandari pun bergegas keluar untuk mencari ayah dan ibunya yang sedang berada di teras rumah. Namun karena kedua orang tuanya sibuk memberi penjelasan kepada anak buahnya yang bertugas menjual barang dagangan, gadis cantik itupun tidak berani menganggu. Ayu Wulandari hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Sikapnya menunjukkan kegelisahan yang teramat kuat. “Kau kenapa, Putriku?” tanya Nyi Sundari ketika melihat putrinya mondar-mandir di dekatnya. “Jalu, Bu …” “Kenapa dengan Jalu? Bukankah dia masih di kamarnya?” potong Nyi Sundari. Ayu Wulandari mengangguk, kemudian diraihnya tangan ibunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. “Ikut aku, Bu. Sepertinya sedang terjadi masalah pada Jalu, aku takut Bu!” ucapnya. Raut wajah Nyi Sundari langsung berubah. Ayunan langkahnya dipercepat agar segera sampai di kamar Jalu. Ibu dan anak itupun masuk ke dalam kamar. Sementara Jalu masih tetap dalam meditasiny

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tekad Ayu Wulandari

    Tanpa perlu diarahkan, puluhan anggota Ageng Pamuju itu membuat 8 tim yang masing-masing berisikan minimal 5 orang. Setiap tim nantinya akan bergerak sesuai arah mata angin yang juga berjumlah 8. “Jika nanti ada dari kalian yang berhasil menemukan penyusup itu, segera cari aku di tempat ini,” kata Ageng Pamuju. “Maaf, ketua, tapi bukankah ketua tadi bilang hendak mencari tempat lain untuk mendirikan perguruan?” tanya seorang anggota. “Itu nanti setelah aku berhasil membunuh penyusup yang sudah memporak-porandakan perguruan kita. Aku beri kalian waktu dua minggu dari sekarang, jika kalian tidak berhasil menemukannya, aku akan menghilang dari dunia persilatan entah untuk berapa lama.” Lebih dari 40 anggota perguruan Gunung Setan itu menatap tak percaya akan ucapan pemimpinnya. Sebagian besar dari mereka tidak punya keluarga, juga tidak memiliki tempat tinggal untuk berlindung dari terik matahari dan air hujan. Selain itu, mereka tidak pernah bekerja secara halal dan selama ini hanya

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perintah Ageng Pamuju

    Ketua perguruan aliran hitam yang berdiri di puncak Gunung Setan itu berjalan meninggalkan bekas perguruannya yang sudah hampir rata dengan tanah. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dilihatnya puluhan orang yang berkumpul di dekat sebuah pohon besar. Bola matanya menyipit untuk memastikan bahwa seragam yang dikenakan sekumpulan orang-orang itu adalah murid-muridnya. Ageng Pamuju pun berjalan mendekat begitu memastikan penglihatannya tidak salah. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” Sontak orang-orang yang sedang berbicara satu sama lain itu menoleh ke belakang. Begitu mengetahui jika sosok yang baru menegur mereka itu adalah Ageng Pamuju, puluhan murid perguruan Gunung Setan tersebut langsung memberi sikap hormat. “Maaf, Ketua. Kami berkumpul di tempat ini karena bingung tidak tahu harus kemana. Mau kembali ke perguruan, tapi takut jika pendekar itu kembali lagi dan menghabisi kami semua,” balas seorang anggota yang paling senior di antara lainnya. “Sebenarnya kalian

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status