Share

Balas Dendam

"Apa mungkin?" Dugaan liar pun berkembang di dalam pikiran Jalu. Asumsi terkuatnya mengatakan jika Perompak Hantu Laut menjadi penyebab ibunya sampai menceburkan diri ke laut untuk menyelamatkannya.

"Biar aku yang menghadapi mereka, Paman  dan bibi di kamar saja!" Jalu bangkit berdiri. Diambilnya pedang Halilintar yang tergantung di dinding lalu berjalan menuju pintu. 

Aji dan Nyi Sundari terpaku untuk beberapa saat sampai akhirnya kebekuan mereka berdua buyar setelah Jalu membuka pintu.

"Jalu, jangan melawan mereka, lebih baik kami serahkan saja harta yang dibawa dari pada nyawamu dalam bahaya. Mereka terkenal sangat kejam." Nyi Sundari berusaha mencegah Jalu yang sudah hendak keluar dari kamar.

"Tenang saja, Bi, aku akan baik-baik saja! Kalian berdua tetap di dalam kamar dan jangan keluar sampai aku kembali," balas Jalu tanpa merasa ragu sedikitpun, meski pertarungan dan juga mungkin pembunuhan pertama akan segera dijalaninya.

Pemuda berwajah tampan itu melangkah keluar dan menutup kembali pintu kamar.

Nyi Sundari dan suaminya tak kuasa menahan tekad Jalu yang hendak melawan gerombolan perompak Hantu Laut. Sepasang suami istri saudagar kaya itu hanya bisa berdoa agar pemuda tampan yang sudah mulai akrab dengan mereka berdua itu bisa selamat.

Sekeluarnya dari kamar, Jalu berjalan menuju bagian belakang kapal. Beberapa lelaki pekerja kapal tampak bersiap melakukan perlawanan. Di tangan mereka tergenggam kayu balok dan berbagai benda yang sekiranya bisa digunakan sebagai senjata.

"Kalian semua bersembunyilah, biar aku yang melawan mereka!" ujar Jalu seraya memandang tiga buah kapal kecil yang jaraknya hanya tinggal tiga puluh meter saja.

"Kau jangan bercanda, Anak muda, mereka sangat kejam, kau tidak akan mungkin bisa melawan mereka semua," ujar seorang pekerja.

"Kalian mau menuruti ucapanku atau tidak?" Jalu menatap tajam pekerja yang baru berbicara kepadanya. "Kalau kalian masih tetap di sini, maka aku akan  melempar kalian semua ke laut, cepat pergi!" Bentaknya.

Bentakan yang dilontarkan Jalu seketika membuat nyali para pekerja kapal itu menciut. Mereka lantas berlarian menjauhi pemuda tampan tersebut.

"Jangan ada yang keluar atau aku akan melemparnya ke laut biar dimakan ikan hiu!" teriak Jalu menakut-nakuti. Sesungguhnya apa yang dia lakukan itu bertujuan agar tidak ada yang melihat aksinya. Dengan begitu rahasianya akan tetap aman terjaga.

Setelah memastikan tidak ada penumpang dan pekerja yang terlihat di luar, Jalu tiba-tiba melompat turun dari kapal. Tubuh pemuda tampan itu seperti mendarat di atas tanah ataupun benda padat. Gelombang air laut yang cukup besar juga tak membuatnya bergeser dari titik tempatnya berdiri.

Sekitar tiga puluh anggota perompak Hantu Laut yang melihat kejadian itu seketika mengucek matanya berulang kali. Mereka jelas tak percaya ada sesosok tubuh yang berdiri di atas permukaan air laut dan tidak tenggelam.

Jarak yang hanya tinggal lima belas meter saja dengan kapal sasaran terasa begitu jauh bagi semua anggota perompak yang terkenal menakutkan itu. Nyali mereka menciut seketika dan berharap ada keajaiban yang datang menyelamatkan nyawa mereka.

Para perompak itu memang tidak tahu siapa dan apa tujuan sosok yang kini sedang berdiri di atas permukaan air tersebut, tapi firasat mereka mengatakan bahwa sesuatu yang buruk bukan tak mungkin akan terjadi.

Sungguh aneh memang, mereka yang biasa menghadirkan teror ketakutan kini malah menjadi pesakitan seolah-olah sedang dihantui Iblis kematian.

Jalu melangkah dengan begitu ringan. Air yang secara logika akan menenggelamkan tubuh manusia ketika permukaannya dibuat berjalan, terlihat tak ubahnya seperti daratan yang padat  

"Pasti kalian yang membuat keluargaku hancur!" teriaknya keras yang dibarengi pengerahan tenaga dalam.

Melesatnya suara Jalu menciptakan riak air seperti terbelah. Gelombang air besar muncul dan menghempas salah satu kapal yang ditumpangi perompak Hantu Laut hingga terbalik lalu karam.

Teriakan meminta pertolongan bersahutan terdengar dari anggota perompak yang terjatuh ke dalam air. Meskipun mereka memiliki kemampuan berenang yang baik, tetapi ketika harus berjibaku melawan ombak di tengah samudera tentunya itu tidak mudah untuk dijalani. Sebagian ada yang berpegangan pada kapal kecil mereka yang mengapung dalam posisi terbalik.

Anggota Perompak Hantu Laut lain sebenarnya punya keinginan untuk membantu temannya  yang sedang dalam masalah besar, tapi niat mereka harus dipendam selamanya. Sang pemuda tampan dengan santainya menghancurkan kapal yang terbalik dan menekan satu persatu kepala orang-orang yang berjuang hidup tersebut hingga mereka tenggelam ke dalam laut.

"Kabur!" teriak keras pemimpin perompak Hantu Laut yang memiliki fisik tinggi besar berambut ikal yang sebagian sudah memutih.

Anggota perompak yang masih selamat dan berada di atas dua kapal kecil mendayung secepat mungkin. Mereka memutar arah berusaha sebisa yang dilakukan untuk mencari selamat.

Jalu menatap tajam kedua kapal kecil yang hendak kabur tersebut. Setelah itu dia mengalirkan tenaga dalamnya terpusat di kedua tangannya. "Kalian tidak akan bisa selamat!"

Pemuda tampan itu memukulkan telapak tangannya dengan keras di atas permukaan air laut. Energi yang dilepaskan Jalu meluncur deras di permukaan air laut menuju kedua kapal kecil yang sedang berusaha kabur.

Anggota Perompak Hantu Laut berlompatan menceburkan diri ke dalam air begitu mengetahui pemuda sakti tersebut menyerang kapal yang mereka tumpangi dengan serangan energi. Mereka lebih memilih tetap berjuang hidup dengan berenang dari pada tubuh hancur terkena luncuran serangan energi yang sampai membuat permukaan air laut seperti terbelah.

Ledakan berurutan yang tidak terlalu keras terdengar bersamaan dengan hancurnya dua kapal kecil yang terbuat dari kayu tersebut. Puing-puing kayu kecil mengambang terhempas ombak, begitu pula dengan tubuh para perompak yang secara perlahan kehabisan tenang lalu mati tenggelam.

Jalu menatap dingin orang-orang yang menjadi korban kekejamannya. Pemuda berwajah tampan itu masih bisa mengendalikan ekspresinya meski saat ini pikirannya sedang kacau setelah membunuh begitu banyak orang dalam satu waktu.

"Jika benar ayah dan ibu mati karena ulah para bajingan itu, kuharap sekarang kalian sudah tenang. Mereka semua telah menebus kesalahan besar yang dilakukan terhadap ayah dan ibu." Jalu mendongak ke atas. Tak terasa butiran air bening menetes membasahi wajah tampannya.

Pemuda berusia delapan belas tahun itu lantas menoleh dan kemudian berlari cepat di atas air untuk mengejar kapal yang ditumpanginya.

Sesampainya di atas kapal, Jalu berjalan cepat menuju kamarnya yang saat ini sedang digunakan Aji dan Nyi Sundari untuk bersembunyi.

Ketukan pelan dilayangkan Jalu ke pintu beberapa kali, "Paman, Bibi, ini aku. Tolong buka pintunya."

Tak lama pintu kamar terbuka. Aji dan Nyi Sundari menatap tubuh Jalu dari ujung rambut sampai ujung kaki untuk memastikan kondisi pemuda itu baik-baik saja. Dan itu membuat keduanya heran

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status