Share

DUA TAWANAN

Pelabuhan Muara Jati Cirebon. Sebuah kapal berbendera VOC baru saja merapat di dermaga. Kapal bernama Drie Coningen itu membawa dua tawanan dari Surabaya. Satu seorang keturunan Belanda bernama Suropati dan kedua seorang bernama Sakera dari Madura. Perawakan Suropati tak ubahnya orang Belanda pada umumnya. Berambut pirang dan berkulit putih, serta bermata biru. Tubuhnya tinggi tegap dan terlihat kokoh. Sedangkan tawanan lainnya, yaitu Sakera, bertubuh besar, hampir seperti raksasa, tingginya melebihi orang-orang Belanda. Kumis melintang menghiasi wajahnya yang nyaris tanpa senyum. Matanya merah, selalu menatap tajam pada orang yang memandangnya. Pasukan VOC mengawal dengan ketat kedua orang tawanan itu. Bahkan kedua tangan mereka dirantai. Kedua orang tersebut akan dipindahkan ke sebuah penjara bawah tanah rahasia di Cirebon. Kedua tawanan itu terlalu berbahaya jika ditempatkan di penjara biasa. Keduanya dijatuhi hukuman penjara dengan alasan berbeda. Suropati sebagai salah satu prajurit VOC dipenjara karena memimpin pemberontakan. Sedangkan Sakera, seorang penjaga perkebunan milik VOC dipenjara karena membunuh beberapa orang prajurit VOC dan beberapa orang pribumi.

Prajurit VOC membawa dua orang tawanan tersebut turun dari kapal. Masing-masing dikawal oleh 10 orang prajurit. Dua orang mengawal di kanan dan kiri, empat orang di depan dan empat orang di belakang. Tampaknya mustahil untuk dapat melarikan diri dari kawalan yang begitu ketat. Kedua orang itu dibawa menuju sebuah gedung yang besar tak jauh dari pelabuhan. Di dalam gedung itu ternyata ada sebuah ruangan bawah tanah yang merupakan sebuah penjara. Kedua tawanan itu segera dimasukkan ke dalam sel yang berhadapan. Sejak dari kapal sampai penjara tidak ada seorangpun yang bersuara, semua tenggelam dalam pikiran masing-masing. Pasukan VOC penuh kewaspadaan menjaga dari segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Kedua tawanan tenggelam dalam pikiran masing-masing mencari cara untuk dapat meloloskan diri.

Suropati segera merebahkan dirinya begitu masuk ke dalam sel. Dia ingin istirahat untuk menghimpun tenaga. Sakera juga melakukan hal yang sama, dia merebahkan tubuhnya, tetapi sel yang sempit itu membuatnya tidak dapat meluruskan tubuhnya. Dia hanya dapat berbaring dengan posisi menekuk kakinya, sebenarnya posisi yang tidak nyaman, tetapi tidak ada pilihan lagi. Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Suropati dan Sakera sama-sama terbangun saat malam mulai tiba. Kegelapan menyelimuti penjara itu, apalagi penjara itu berada di bawah tanah. Hanya ada dua lampu minyak yang menerangi penjara bawah tanah itu.Tidak satupun penjaga yang berada didekat situ. Semua penjaga berada di atas ruang bawah tanah itu.

“Ssst!! Sakera! Sakera!” panggil Suropati dari selnya.

“Ya! Satu kali saja panggilnya, aku tidak tuli! Ada apa?” kata Sakera.

“Sekarang saatnya kita jalankan rencana kita, seperti yang sudah kita rencanakan di kapal,” kata Suropati dengan setengah berbisik.

“Apa! Aku tidak dengar, yang keras,” kata Sakera dengan keras.

“Huh! Katanya tidak tuli! Ayo sekarang saatnya!” kata Suropati dengan kesal.

“Oh, ya, ya, baik,” kata Sakera sambil bangkit dari tidurnya.

“Adoow, toooolooong, toooloong!!” tiba-tiba Sakera berteriak dengan keras seperti orang ketakutan, sambil tangannya yang besar memukuli kerangkeng.

Sakera terus berteriak-teriak seperti orang ketakutan dan tangannya tak henti memukul besi kerangkeng. Keributan itu tak urung membuat penjaga menjadi penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi. Walaupun sebenarnya teriakan dari tahanan adalah hal biasa bagi para penjaga penjara itu, tetapi teriakan Sakera begitu keras memekikkan telinga dan sangat mengganggu. Maka dua orang penjaga penjara segera turun ke ruang bawah tanah untuk melihat apa yang terjadi. Mereka turun sambil membawa senapan yang sudah siap ditembakkan.

“Wat is er?” tanya seorang penjaga begitu sampai di depan penjara Sakera.

“Toolong!! Ada ular! Ular!” teriak Sakera sambil menunjuk ke sudut sel yang gelap.

Kedua penjaga itu segera masuk ke dalam sel Sakera, satu hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Tetapi penyesalan selalu datang terlambat, tangan kekar Sakera secepat kilat meraih dua kepala penjaga itu dan membenturkannya dengan keras sampai terdengar bunyi yang mengerikan untuk didengar hingga keduanya terkapar di lantai.

“Cepat ambil kunci selnya dan bawa kemari!” teriak Suropati

Sakera mengambil kunci sel di tangan penjaga itu dan melemparkannya ke Suropati. Dengan cekatan Suropati membuka pintu selnya. Setelah itu dia menghampiri seorang penjaga yang tergeletak tak berdaya itu, melucuti pakaiannya dan memakainya. Suropati lalu mengambil kedua senapan penjaga itu, satu diberikannya pada Sakera. Kemudian Suropati memberi isyarat agar Sakera mengikutinya ke atas. Mereka berjalan beriringan dengan senjata siap ditembakkan. Suropati yang lebih dulu muncul di ruang atas, di sana terdapat dua orang penjaga lagi.

“Wat is er?” tanya seorang penjaga begitu melihat Suropati

Dalam keremangan malam yang hanya diterangi lampu minyak sosok Suropati yang berkulit putih tampak seperti prajurit VOC lainnya, sehingga penjaga itu tidak curiga sedikitpun.

“Niets, alleen dit…,” kata Suropati sambil menembak penjaga itu. Penjaga itu langsung roboh tanpa daya. Penjaga lainnya tampak terkejut melihat temannya terkapar, tetapi tak berlangsung lama, sebab tembakan Sakera yang muncul di belakang Suropati membuatnya terkapar juga.

“Bagus, semoga diluar tidak banyak penjaga,” kata Suropati.

“Iye, sebaiknya jangan lewat pintu depan,” kata Sakera.

“Ayo, cepat sebelum mereka datang!” kata Suropati.

Baru beberapa langkah mereka menuju pintu belakang, serombongan pasukan VOC masuk dari pintu depan. Mereka masuk karena mendengar suara tembakan.

“He! Stop!” teriak salah seorang prajurit VOC pada Suropati dan Sakera. Tetapi sudah terlambat, mereka telah keluar dari pintu belakang dan lari menuju ke hutan.

“Achtervolgd!” perintah komandan pasukan.

Suropati dan Sakera terus berlari dengan sekuat tenaga menuju hutan bakau yang ada di dekat markas VOC itu. Sesekali mereka hampir terjatuh karena tersangkut akar bakau, tetapi mereka terus lari tanpa menghiraukan apapun. Hanya satu tujuan mereka, meloloskan diri dari kejaran prajurit VOC.

Gelapnya hutan membuat lari mereka tersendat, tetapi tekad untuk melarikan diri lebih kuat dari kegelapan. Mereka terus larihingga akhirnya sampai di bagian hutan yagn sangat rapat, pohon-pohon berhimpitan satu-sam alain sehingga sulit utuk menembusnya. Keduanya berhenti pada saat yang bersamaan.

“Apakah mereka masih mengejar?” tanya Suropati.

“Tak tao! Tapi tampaknya tak kelihatan lagi!” kata Sakera.

Suropati mencoba melihat dari kegelapan hutan itu, tampak di ujung hutan cahaya-cahaya dari api obor kerlap-kerlip semakin menjauh.

“Tampaknya mereka tidak berani masuk ke dalam hutan!” kata Suropati.

“Pengecut! Dasar mereka itu pengecut! Ha-ha-ha. Lalu, kita akan kemana?” tanya Sakera.

“Kita akan mencari jalan keluar dari hutan ini, baru ktia pikirkan kemana kita akan pergi!” kata Suropati.

Kemudian keduanya segera berjalan dengan perlahan meninggalkan hutan bakau itu. mereka berjalan sambil sesekali kaki mereka terantuk akar bakau yang melintang. Beberapa saat lamanya mereka berjalan, tetapi seolah hutan bakau itu mengurung mereka.

“Rasanya mustahil keluar dari hutan ini pada malam hari?” kata Suropati.

“Lalu bagaimana?” tanya Sakera.

“Sebaiknya kita tunggu sampai matahari terbit?”

“Jadi, kita tidur disini?” tanya Sakera.

“Ya, hanya itu yang ada dipikiranku,” kata Suropati sambil memanjat sebuha pohon bakau di dekatnya dan mencari dahan yang tepat untuk berbaring dan segera membaringkan tubuhnya.

“Selamat malam! Sampai jumpa besok pagi!” kata Suropati sambil memejamkan mata.

Sakera hanya mendengus saja, kemudian dia menirukan Suropati, mencari pohon yang nyaman untuk berbaring, dan mulai tidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status