Share

PASUKAN PEMBERONTAK

Bukit Angsa, Tegal, senja menjelang malam. Seorang pengendara kuda tampak memacu kudanya dengan kencang seolah dikejar setan. Pakaiannya tampak compang-camping, beberapa luka gores menghiasi sekujur tubuhnya. Dia adalah Patih Sindurejo. Entah bagaimana caranya dia dapat keluar dari ibukota Tegal, yang pasti saat ini dia sedang memacu kudanya dengan kencang menuju perbukitan. Tujuannya hanya satu, menemui pasukannya yang sudah menunggu di luar kota sesuai yang sudah direncanakan dengan matang.   Sambil memacu kudanya, Sindurejo tak henti-hentinya berpikir tentang rencananya yang berantakan. Padahal dia sudah yakin rencananya akan berhasil dengan sempurna. Semua kemungkinan sudah diperhitungkan, semua rintangan yang akan terjadi sudah dipertimbangkan. Tetapi rupanya masih ada yang tidak terpikirkan oleh Sindurejo, sehingga semua rencana jadi berantakan. Sindurejo dapat lolos dari hadangan pasukan yang menjaga ibukota dengan merangkak melewati saluran air, masuk ke dalam rawa-rawa, dan menerobos semak berduri, seperti tikus yang lari dari kejaran kucing. Mengingat hal itu kebencian Sindurejo pada Kyai Rangga semakin kuat. Kebencian itu yang membuatnya semakin bergairah dan bertenaga, keinginannya yang besar untuk menghabisi Kyai Rangga memberinya kekuatan tambahan. Setelah semua pasukannya di dalam kota tidak dapat berbuat apa-apa, satu-satunya harapan adalah pasukan yang disiapkan di luar kota. Sindurejo memacu kudanya semakin cepat.

Setelah sekian lama memacu kuda, akhirnya sampailah Sindurejo di tempat pasukannya berkumpul. Dia segera disambut oleh Wirayuda dan Kanigoro, pemimpin pasukan yang ada di luar kota tersebut.

“Apa yang terjadi?” tanya Kanigoro dengan cemas, melihat keadaan patih Sindurejo.

“Panjang ceritanya. Siapkan air hangat dan pakaian yang bersih!” kata Sindurejo.

Kanigoro segera memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan air hangat dan pakaian bersih bagi Sindurejo. Sindurejo dibawa masuk ke dalam markas.

Tak berapa lama kemudian, sambil ditemani minuman hangat, tubuh Sindurejo yang penuh luka dibasuh oleh salah seorang prajurit. Sindurejo menceritakan kegagalan rencananya dan rencana selanjutnya pada Wirayuda dan Kanigoro.

“Tujuan kita tetap, menghabisi Kyai Rangga, tidak ada jalan untuk mundur!” kata Sindurejo

“Tapi, kita sudah kehabisan banyak waktu. Pasukan yang bertugas menguntit rombongan Kyai Rangga tertahan di ibukota. Jadi kita tidak tahu posisi Kyai Rangga sekarang,” lanjut Sindurejo dengan wajah muram. Mendadak semua yang ada di ruangan itu membisu

“Jangan khawatir kanjeng patih,” tiba-tiba Wirayuda berkata memecah kebisuan.

“Apa maksudmu?“ tanya Sindurejo.

“Saya mengenal seorang ahli pelacak jejak yang handal!“

“Apa! Cepat bawa kemari orang itu!“ teriak Sindurejo dengan wajah berbinar.

Tanpa diperintah dua kali, Wirayuda segera bergegas keluar. Satu jam kemudian Wirayuda datang bersama seseorang bertubuh kecil. Orang itu mempunyai wajah bulat, hidung besar, rahangnya maju kedepan, sekilas wajahnya mirip anjing buldog. Kakinya bengkok membentuk huruf o. Sesekali dia menjulur-julurkan lidahnya, sampai air liurnya menetes.

“Inilah, Asuwan, ahli pelajak jejak!“ kata Wirayuda memperkenalkan orang aneh itu.

Asuwan membungkukkan badannya untuk memberi hormat. Sindurejo mengernyitkan keningnya.

“Bagaimana caranya bekerja mencari jejak orang yang mungkin jaraknya sangat jauh?“ tanya Sindurejo, menyangsikan kemampuan Asuwan.

“Saya sendiri tidak tahu. Tapi, yang jelas dia punya bakat alam yang luar biasa. Dia mampu mencari seseorangan dengan menganalisa keberadaan seseorang dari sudut mana saja. Dia punya naluri yang kuat untuk mengendus keberadaan seseorang,“ Wirayuda menjelaskan panjang lebar, tapi Sindurejo tampaknya tetap tidak percaya begitu saja.

“Buktikan saja apa yang kamu katakan!“ kata Sindurejo.

Wirayuda mengangguk, kemudian dia menceritakan tentang orang yang akan dicari yaitu Kyai Rangga kepada Asuwan. Saat Wirayuda menjelaskan, Asuwan sama sekali tidak memandang pada Wirayuda, matanya melirik kesana kemari, sambil lidahnya sesekali terjulur dan meneteskan air liur. Setelah Wirayuda selesai menjelaskan tentang Kyai Rangga dan tujuan perjalanannya, Asuwan memandang tajam sejenak ke arah Wirayuda, kemudian tangannya menunjuk lurus keluar.

“Kita diminta untuk mengikutinya!“ kata Wirayuda.

“Apa dia tidak bisa bicara?“ tanya Sindurejo heran.

“Bisa, tetapi begitulah gayanya,“ kata Wirayuda.

“Baiklah, kalau begitu siapkan pasukan, kita berangkat!“ kata Sindurejo.

“Maaf, kanjeng patih, apa sebaiknya kanjeng patih istirahat dulu?“ saran Kanigoro.

“Istirahatku sudah cukup, nanti di jalan kita bisa istirahat lagi. Jika terlalu lama buruan kita akan semakin menjauh!“ kata Sindurejo.

Maka pasukan pemberontak di bawah pimpinan Sindurejo beriringan mengikuti Asuwan yang berkuda di depan pasukan. Pasukan berjumlah kira-kira dua ratus orang itu berkuda dengan kecepatan sedang menuju ke arah Sindanglaut. Tentu saja kecepatan mereka tergantung Asuwan sang pelacak jejak, yang sepanjang jalan tak henti-hentinya menoleh kanan-kiri sambil mengendus-endus dan sesekali menjulurkan lidahnya.

Sementara itu rombongan Kyai Rangga telah sampai di daerah Sindanglaut. Mereka berkuda sepanjang tepi pantai dengan kecepatan tinggi. Kuda-kuda mereka dipacu agar secepat mungkin berlari. Tetapi, kekuatan kuda ada ada batasnya, lari kuda-kuda itu semakin lama semakin melambat hingga akhirnya berhenti. Tanpa dikomando semua turun dari kuda.

“Tampaknya kita harus istirahat di sini! Kuda-kuda ini butuh makan dan istirahat!“ kata Bhre Wiraguna.

“Ya, itu ada rumput-rumput segar di depan gua besar, mari kita ke sana!“ kata Kyai Rangga memberi perintah.

Maka rombongan itu berjalan menuju gua dengan menuntun kudanya masing-masing. Rombongan berjumlah dua puluh dua orang itu berjalan beriringan menuju gua. Segera setelah sampai di depan gua, mereka istirahat sambil menyantap bekal yang mereka bawa. Kuda-kuda dibiarkan lepas mencari rumput yang tumbuh subur di depan gua. Angin laut yang bertiup membuat mereka merasa nyaman dan segar.

“Serang!“

“Kepung!“

“Serbu!“

Mendadak terdengar teriakan-teriakan riuh, diiringi suara derap kuda dari segala penjuru. Pasukan pemberontak pimpinan Sindurejo menyerang rombongan Kyai Rangga yang sedang istirahat. Pasukan Kyai Rangga segera menghunus senjata mereka.

“Sindurejo, keparat!“ desis Kyai Rangga saat melihat Sindurejo sebagai pemimpin pasukan yang datang menyerang itu.

Puluhan anak panah dan tombak terlontar ke arah pasukan Kyai Rangga, tetapi masih dapat dihindari dan ditangkis. Pasukan pemberontak menerjang ke arah pasukan Kyai Rangga, membuat pasukan Kyai Rangga kelabakan. Jumlah pasukan pemberontak sepuluh kali lipat pasukan Kyai Rangga, sulit bagi pasukan Kyai Rangga mengatasinya.

“Masuk ke gua!“ teriak Kyai Rangga, yang menyadari sulit bagi pasukannya bertahan menghadapi serangan pasukan berkuda itu di daerah terbuka.

Dengan cepat Kyai Rangga dan pasukannya masuk ke dalam gua besar itu. Pasukan Sindurejo segera turun dari kuda dan menyerbu ke dalam gua. Pertempuran yang tidak seimbang segera terjadi. Pasukan Sindurejo menyerang dengan membabi-buta. Pasukan Kyai Rangga cukup kewalahan menghadapi serangan itu. Hanya Kyai Rangga dan Bhre Wiraguna yang dapat membuat kalang kabut para penyerangnya. Hal itu karena kemampuan bela diri dari kedua orang itu di atas rata-rata, dan keduanya kebal senjata tajam. Berkali-kali pedang dan tombak menghujam di tubuh mereka tapi tak satupun yang dapat melukai. Akibatnya, pasukan pemberontak agak takut juga mendekat pada dua orang yang bertarung dengan gagah berani itu. Mereka lebih suka menyerang pasukan Kyai Rangga lainnya.

Beberapa orang pasukan Kyai Rangga sudah terluka, bahkan ada satu yang tertebas tangannya, tetapi mereka adalah prajurit pilihan yang akan terus bertempur sampai titik darah penghabisan. Sindurejo tersenyum puas melihat pasukannya berhasil mendesak pasukan Kyai Rangga. Tetapi, begitu melihat Kyai Rangga dan Bhre Wiraguna berhasil memporak-porandakan pasukan yang menyerang keduanya, Sindurejo menjadi geram.

“Mundur semua!“ teriaknya pada prajurit yang menyerang Kyai Rangga.

Semua penyerang Kyai Rangga segera mundur.

Kyai Rangga menatap Sindurejo dengan tajam. Pembantu setia yang selama ini selalu membantu pemerintahan kadipaten Tegal, kini berdiri dihadapan Kyai Rangga sebagai musuh.

“Sindurejo, apa yang kamu inginkan?” tanya Kyai Rangga.

Sindurejo tidak menjawab, tangan kanannya mengacungkan tombak berlapis emas. Kyai Rangga terkesiap, tombak berlapis emas itu adalah kelemahannya, tetapi Kyai Rangga tetap bersikap tenang.

“Kamu ingin memberikan tombak itu padaku,” kata Kyai Rangga sambil tersenyum sinis.

Sindurejo tampak geram, dia segera mengarahkan tombak itu ke leher Kyai Rangga. Tetapi Kyai Rangga cukup gesit, dia segera menghindar dan ganti menyabetkan pedangnya ke arah Sindurejo. Pertarungan sengit pun terjadi. Keduanya saling menyerang dan menghindar.

Sementara itu Bhre Wiraguna dan pasukan Kyai Rangga lainnya  mati-matian bertahan dari serangan pasukan pemberontak. Mereka mengerahkan seluruh daya dan kemampuan, tetapi karena musuh yang lebih banyak mereka hanya mampu bertahan dan semakin terdesak. Pada saat kritis itu muncullah seorang berpakaian kulit ular dengan seekor kera di pundaknya datang membantu. Gerakkannya sangat cepat dan tak terduga, dan sangat kuat. Dalam sekejap puluhan pasukan pemberontak roboh tak berdaya. Melihat hal itu pasukan Kyai Rangga timbul kembali semangatnya, mereka seolah mendapat kekuatan kedua. Mereka segera melakukan perlawanan dengan sengit. Pertarungan kembali seimbang.

Sindurejo berhasil mendesak Kyai Rangga, tombak bermata emasnya beberapa kali membuat goresan di tubuh Kyai Rangga. Darah tampak mengalir di beberapa bagian tubuh Kyai Rangga. Melihat Kyai Rangga terluka serangan Sindurejo semakin gencar, tetapi Kyai Rangga masih punya andalan yang hanya digunakan pada keadaan genting. Kyai Rangga melakukan salto ke belakang untuk menjauhi Sindurejo, beberapa detik sebelum Sindurejo mendekat lagi, Kyai Rangga mengatupkan kedua tanggannya. Sedetik kemudian sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya, baik oleh Sindurejo maupun semua orang yang ada di gua itu terjadi. Tubuh Kyai Rangga mendadak berubah menjadi besar, dua kali lipat dari semula. Wajahnya berubah mengerikan, giginya bertaring panjang. Sindurejo sangat terkejut melihat hal itu sampai jatuh terjengkang. Raksasa jelmaan Kyai Rangga itu kemudian menghantam  Sindurejo sampai terlempar puluhan meter hingga menabrak dinding gua. Kemudian dengan suara teriakan yang keras dan memekikkan telinga, raksasa itu menerjang pasukan pemberontak dan membuat mereka kocar-kacir. Sindurejo dan pasukannya tunggang langgang melarikan diri, berlomba lari keluar dari gua. Raksasa itu tidak mengejar, dia diam dan mengatupkan tangannya, sedetik kemudian dia sudah kembali berubah jadi Kyai Rangga. Pasukan  Kyai Rangga tampak lega setelah melihat pasukan pemberontak lari tunggang langgang. Orang berpakaian kulit ular yang membantu juga terlihat lega, dia berdiri mematung seolah menunggu apa yang selanjutnya terjadi.

Kyai Rangga dan pasukannnya berjalan menghampiri orang berpakaian kulit ular itu. Mendadak terdengar suara tembakan dari dalam gua. Seorang anak buah Kyai Rangga jatuh tertembak. Dari dalam gua muncul pasukan VOC pimpinan Herman Boenervijnon yang menembaki dengan membabi-buta. Pasukan Kyai Rangga segera berpencar untuk menghindari tembakan. Kyai Rangga yang kebal tembakan segera menerjang ke arah pasukan VOC dengan pedang terhunus. Pedangnya menebas beberapa orang VOC sekaligus tanpa ampun. Bhre Wiraguna yang juga punya kemampuan kebal peluru ikut menerjang pasukan VOC yang masih mengisi kembali senapannya. Pasukan VOC tidak menduga orang yang ditembaki kebal peluru. Akibatnya dalam sekejab belasan pasukan VOC tumbang akibat sabetan pedang Kyai Rangga dan Wiraguna. Pendekar berpakaian kulit ular juga ikut menyerbu pasukan VOC. Dalam sekejab, pasukan VOC banyak yang tewas, bahkan hampir seluruh pasukan VOC tewas akibat amukan Kyai Rangga, Bhre Wiraguna dan pendekar berkulit ular. Hanya tiga orang dari pasukan VOC yang berhasil melarikan diri, mereka kembali masuk ke dalam gua menuju lembah rahasia, tanpa seorangpun yang mengetahuinya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status