Beranda / Romansa / PENGUASA RAGA / 9. Mengambil kesempatan

Share

9. Mengambil kesempatan

Penulis: MamGemoy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-08 20:37:26

Jiena duduk di antara dua pria yang saling berhadapan, seakan bertanya sendiri ‘siapa dia’. Raut wajah keduanya dilihat bergantian, situasinya terasa aneh. Tidak ada satu pun yang berbicara. Jiena kemudian berdeham, memecah suasana dan keduanya menoleh padanya bersamaan.

Lingga pun buka suara. “Jie, ayo makan. Ini tomyam dari resto kesukaan kamu.” dia menggeser mangkuk ke depan sang adik. Tersenyum setelah mengubah cara bicaranya.

Sang kakak tiba-tiba bersikap manis, membuat kedua alis wanita itu tertaut. Dia hanya bisa tersenyum canggung karena sikap aneh Lingga di depan atasannya. Lalu dilihat tatapan dingin Haikal pada sang kakak, sedangkan Lingga masih tetap santai. Sekarang keduanya terlihat sama-sama bersikap anehnya.

“Jie, saya bawa sup daging. Ini bagus buat kesehatan kamu,” ucap Haikal tidak mau kalah. Dia sepertinya juga ingin menunjukkan perhatian.

Wadah sup bawaannya dikeluarkan dari kantong plastik, lalu membuka tutup dan menggeser ke hadapan Jiena. Aroma sup yang hangat menyebar, mampu menggugah selera untuk disantap segera.

“Terima kasih, Pak.” Jiena membalas dengan anggukan. Namun, Lingga tiba-tiba menyentuh kening, membuatnya menoleh.

“Demam kamu sudah turun. Aku sudah ingatkan kamu buat kurangi begadang, sakit begini aku jadi khawatir.” Lingga lagi-lagi bersikap manis.

Sekarang jelas Haikal benar-benar akan salah paham. Terlihat dari cara bos-nya itu menautkan alis serta tatapan tajam saat Lingga memperlakukannya.

Jiena pun mengayunkan kakinya menimpa kaki Lingga di bawah meja, membuat pria itu bereaksi dan meringis padanya. Jiena memberi peringatan, dia pun bergumam dengan menutupi sebelah wajahnya. “Jangan macam-macam lo Bang.”

“Ada apa?” Haikal tiba-tiba bertanya membuat keduanya menolah bersamaan.

“Tidak ada apa-apa, Pak,” jawab Jiena tersenyum kecil.

Lingga selalu seperti ini. Selalu mempermainkan orang baru di sekelilingnya. Entah itu pria atau wanita. Sang kakak selalu menguji siapa pun yang ingin dekat dengannya. Dibilang wajar, tapi cara kakaknya yang selalu aneh. Lingga tau, Jiena tidak akan membuka identitasnya pada siapa pun yang dia temui. Karena itu setiap kali Lingga ada, akan mengonfirmasi tujuan orang tersebut mendekati adiknya. Apakah karena ada maksud?

Jiena seolah mempunyai daya tarik sendiri. Meski dia terlihat dingin dan tak acuh, orang-orang masih saja ingin mendekat. Entah karena wajah itu yang terlihat tampan sekaligus manis, atau karena dia orang yang pendiam yang kadang disukai. Tidak peduli pria atau pun wanita, Jiena terkadang bisa menarik perhatian, meskipun dia telah menutup diri.

Sebelum kesalahpahaman makin berlajut, Jiena pun segera meluruskan.

“Pak Haikal, ini kakak saya, Lingga.” Jiena pun memperkenalkan mereka. “Bang, ini Pak Haikal, Bos baru gue.” Suara Jiena sedikit menekan pada sang kakak.

Kedua pria itu pun saling pandang. Lingga mengulurkan tangan hendak bersalaman. Dia tidak lagi berani bermain-main setelah mendapat peringatan. Uluran tangannya pun diterima oleh Haikal. Mereka pun berkenalan dengan ramah.

“Selama Jie bekerja baru kali ini dia dibesuk saat sakit. Sebagai atasan, Bapak sangat perhatian pada bawahan, terima kasih,” ucap Lingga memulai percakapan. “Apa tidak terlalu merepotkan, Pak?” Lebih terdengar seperti dia sedang menginterogasi. Siapa pun dia, Lingga tidak peduli. Jika dia ada niat tersembunyi pada sang adik, Lingga akan menjadi yang terdepan.

“Tidak, saya kebetulan ada di sekitar sini, jadi saya sekalian mampir dan bawakan makanan.” Meski sudah memperkenalkan diri, Haikal merasa dia masih tidak diterima di sana.

Lingga tampak tersenyum kaku membalas jawaban Haikal setelah membentuk huruf O pada bibirnya. Apa pun itu, dia hanya akan percaya untuk saat ini.

***

Pagi itu Jiena beraktifitas seperti biasa, bangun, bersiap dan berangkat kerja. Sudah merasa cukup sehat, tidak ada alasan baginya untuk tetap di rumah. Meski semalam bos barunya sudah memberinya izin untuk cuti hari ini, tapi dia memilih akan abaikan itu. Pasalnya jatah cutinya sudah habis, semenjak tubuhnya lebih sering dikuasai Yujie, dia selalu kelelahan lebih parah dari biasanya. Cuti dengan izin pun pasti kena potongan gaji, berapa yang akan dia dapat bulan depan jika cuti lagi.

Kemarin Jiena juga sudah membuat janji dengan dokter. Jika dia tidak mengambil kesempatan ini, tak tau entah kapan dia bisa sembuh. Namun, sayang dokternya hanya tersedia lusa depan, dan dia berharap Yujie tidak akan muncul sampai hari itu tiba.

Hari ini Jiena harus mengawasi pengambilan gambar untuk iklan yang dia kerjakan. Dari pagi dia sibuk mengatur perlengkapan dan keperluan untuk model. Persiapan sudah selesai semua, tim kamera juga sudah siap, klien mereka pun sudah duduk menunggu proses syuting. Namun, mereka dibuat pusing dengan model yang belum juga datang. Waktu yang disepakati sudah molor selama satu jam.

”Bagaimana, Jie?” Met bertanya untuk kesekian kalinya. Mereka berdua bertanggung jawab akan pekerjaan ini, jika sampai kacau, tim mereka akan terkena masalah.

“Gue barusan udah hubungi pihak sama. Katanya sudah berangkat satu jam lalu. Model-nya sendiri belum bisa dihubungi,” jawab Jiena dengan wajah datar.

“Lalu gimana? Haruskah kita cari pengganti?”

“Jangan dulu buru-buru. Gue akan coba hubungi sekali lagi.”

“Oke, kalau gitu gue cek tim kamera lagi.”

Jiena membalas dengan anggukan, dia pun kembali disibukkan dengan ponselnya. Lima menit kemudian, dia mendapat kabar kalau ada kendala di jalan. Sebuah mobil menyerempet mobil mereka saat keluar dari tol, dan menghalangi mereka untuk pergi. Jiena tak lagi berpikir panjang, dia segera menghampiri Memet dan berlari hendak segera pergi.

“ Eh, lo jemput pakai apa?” Memet menghentikan langkahnya.

“Kebetulan hari ini gue datang pakai motor.” Karena pagi ini dia bangun sedikit kesiangan. Meski enggan, dia terpaksa pakai motor Yujie agar tidak terlambat.

“Ohh, okey.”

Tanpa mempedulikan sekitar Jiena langsung keluar studio dengan berlari. Hingga tidak sadar dia berpapasan dengan Haikal yang baru saja datang. Pria itu sampai menyapanya, tapi tidak terdengar karena jarak yang cukup jauh.

“Kenapa bocah itu terburu-buru?” gumamnya dalam hati. Haikal lantas menghampiri para kru di dalam studio dengan diiringi Yudhistira di belakangnya.

Begitu masuk, Haikal disambut dengan baik. Memet menjelaskan situasi yang terjadi, berpikir atasan barunya itu datang untuk mengecek pekerjaan mereka. Meski hal ini terjadi tidak atas kemauan mereka, tapi Haikal merasa sedikit harus bertanggung jawab. Klien sudah menunggu pengambilan gambar ini, dan tidak mau jika sampai mendengar kata tidak puas.

Lima belas menit waktu berlalu, Pria itu berniat menyusul Jiena. Mungkin saja negosiasi tidak berjalan lancar, dia berpikir untuk membantu. Namun, saat dia sampai di pintu masuk utama gedung itu, sebuah motor besar melaju dengan cepat ke arahnya. Terlihat pria yang berada di belakang pengemudi memeluk erat dalam keadaan condong, lalu motor itu berhenti tepat di depannya. Seperti baru saja menyaksikan aksi pembalap di arena, dia terdiam dengan mulut terbuka.

“Gila! Pembalap dari mana ini?”

Namun, hal yang paling mengejutkan adalah ketika melihat pengendara itu membuka helmnya, terlihat gagah saat memgibaskan rambutnya. Bahkan para wanita yang berjalan sempay terhenti karena terpesona.

“Jie?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PENGUASA RAGA   11. Hidup sendiri, cukup baik

    Keringat dingin mulai muncul dari pori-pori wajah Jiena. Suara di pikirannya mengganggu, membuatnya cemas hingga sesak napas. Tak ingin hal yang ditakutkan terjadi. Yujie mampu melakukan apa saja yang dia mau. Meski sulit, Jiena berusaha mengendalikan diri.Suara ketukan pintu terus terdengar, diiringi seruan sang kakak yang terus memanggil namanya. Dia enggan menghampiri, tapi jika dibiarkan Lingga akan terus membuat keributan.“Tidak! Jangan sekarang!” Jiena memberi peringatan. “Kakakku tidak terlibat!” Wanita itu berbicara pada dirinya sendiri di depan cermin.“Terlibat atau tidak. dia akan mulai menggali kuburnya sendiri.” Suara Yujie di pikiran Jiena terus mengintimidasi.“Katakan … apa mau kamu. Jangan ganggu kakakku!” Jiena menyentak, menopang kedua telapak tangannya pada cermin. Benda yang memantulkan dirinya itu sedikit bergetar.“Mauku? Kamu jelas berniat menyingkirkanku sekali lagi. Seharusnya kamu tahu apa yang aku mau. Kamu pikir aku akan membiarkan?”“Aku tidak akan mela

  • PENGUASA RAGA   10. Dia bangun?

    “Jie? Seberapa cepat kamu mengemudi?” Pertanyaan pertama yang Haikal ajukan saat wanita itu hendak turun dari motor besarnya.Wanita itu tidak segera menjawab, dia segera turun setelah menerima helm pria yang dia bonceng. Ini sudah terlambat, klien akan semakin kecewa jika masih mengulur waktu. Studio juga akan digunakan oleh tim lain, jadi mereka harus menyelesaikan proses syuting dengan cepat.“Tidak ada waktu, Pak. Nanti saja saya jawab.” Jiena lalu memberi isyarat pada model yang dia jemput untuk segera masuk. “Permisi, Pak Haikal. Klien sudah menunggu,” pamit Jiena segera berlalu pergi. Haikal hanya terdiam merasa terabaikan.Sebelum melangkah masuk, Jiena melempar kunci motornya pada satpam yang berjaga di pintu. Dengan memberi isyarat pada sang satpam untuk membantunya memindahkan motor di tempat parkir.“Wow … itu benar-benar keren,” seru pria yang berada di sampingnya. “Bro, bisa bawa aku naik motormu lagi lain kali?” tanya pria itu sambil menopang lengannya di bahu Jiena.Ji

  • PENGUASA RAGA   9. Mengambil kesempatan

    Jiena duduk di antara dua pria yang saling berhadapan, seakan bertanya sendiri ‘siapa dia’. Raut wajah keduanya dilihat bergantian, situasinya terasa aneh. Tidak ada satu pun yang berbicara. Jiena kemudian berdeham, memecah suasana dan keduanya menoleh padanya bersamaan.Lingga pun buka suara. “Jie, ayo makan. Ini tomyam dari resto kesukaan kamu.” dia menggeser mangkuk ke depan sang adik. Tersenyum setelah mengubah cara bicaranya.Sang kakak tiba-tiba bersikap manis, membuat kedua alis wanita itu tertaut. Dia hanya bisa tersenyum canggung karena sikap aneh Lingga di depan atasannya. Lalu dilihat tatapan dingin Haikal pada sang kakak, sedangkan Lingga masih tetap santai. Sekarang keduanya terlihat sama-sama bersikap anehnya.“Jie, saya bawa sup daging. Ini bagus buat kesehatan kamu,” ucap Haikal tidak mau kalah. Dia sepertinya juga ingin menunjukkan perhatian.Wadah sup bawaannya dikeluarkan dari kantong plastik, lalu membuka tutup dan menggeser ke hadapan Jiena. Aroma sup yang hangat

  • PENGUASA RAGA   8. Perhatian Haikal

    “Maaf, Pak ... saya makan sendiri saja.”Sedikit ragu wanita itu menolak, lalu mengulurkan tangan meminta sendok yang diarahkan padanya. Rasanya kurang pantas ketika dia menerima perlakuan sang atasan seperti ini. Terlebih lagi dia baru saja mengenal atasan barunya itu.“Kenapa? Keberatan saya suapin?”“Bukan gitu, Pak. Tapi ....”Dengan santainya Haikal bertanya, tanpa memahami secanggung apa Jiena saat ini. Entah apa yang membuat pria itu bersikap baik seperti ini. Semua terasa tidak biasa, bahkan jika sekretarisnya ada, juga akan merasa heran dengan sikapnya. Terutama bagi Jiena yang pastinya lebih binggung. Jelas wanita itu juga merasa sungkan, sampai dia berpikir ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu.“Se-sebaiknya saya kembali ke ruangan saya.”“Hmm ... oke, oke.” Haikal krmudian baru sadar akan penolakan wanita yang di matanya adalah seorang laki-laki. Pria itu pun mengalah dan meletakkan sendok di tangannya. Lalu berdiri dan berjalan ke mini dispenser mengambil air minum.S

  • PENGUASA RAGA   7. Bocah laki-laki

    “Bukakan pintunya, cepat!”Yudhistira yang mendapat perintah langsung membukan pintu ruang kantor sang atasan. Sekilas dia melirik wajah Haikal yang terlihat tenang, tapi sudah tampak gurat kecemasan semejak di lift. Wajar saja jika si asisten akan berpikir bahwa tindakan Haikal sangat berlebihan. Terlebih lagi hanya untuk karyawan yang baru hari ini dia kenal. Bos-nya itu bahkan melangkahkan kakinya dengan sangat cepat. Dengan kaki panjang itu tak akan butuh waktu lama untuk mencapai depan pintu ruangan kerjanya.“Aku akan membaringkannya.” Haikal menuju sofa hitam panjang berbahan kulit di ruangannya.Yudhistira gegas menata bantal duduk agar bisa digunakan Jiena untuk berbaring. “Sudah, Bos.” Dia memundurkan tubuh untuk memberi sang atasan ruang gerak.Tubuh Jiena dibaringkan secara perlahan. “Badannya kecil, tapi bugar,” gumam Haikal seraya melatakkan perlahan kepala wanita itu di bantal. Tanpa disadari dia telah terpesona dengan kulit putih Jiena yang sangat dekat di pandangannya

  • PENGUASA RAGA   6. Lift

    "Jie, waktunya makan siang, yuk!"Tepukan pada bahu, membuat Jiena tersentak seketika. Tubuh dan pikiran terasa tidak pada tempatnya dari pagi tadi. Efek dari minuman keras yang Yujie konsumsi secara berlebihan. Obat penghilang pengar yang dia minum tadi pun, tidak banyak membantu. Jiena benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaan.Met menyadari itu, dia yang berdiri di sebelah Jiena mengamati lebih dekat. "Kamu kenapa, Jie? Sakit?" Kedua belah pipi Jiena ditangkupnya. "Muka lo pucet banget, Jie." Hal itu membuat Jiena sedikit gugup, lalu segera menepis kedua tangan Met. "Gue nggak apa-apa, cuma lelah aja. Lo pergi makan aja sana, gue mau pesan delivery aja," ucapnya seraya memalingkan wajah."Tapi lo pucet banget, sebaiknya lo ke klinik biar diperiksa dokter." Memet memberi saran."Nggak perlu, cuma pusing dikit aja. Abis makan nanti gue minum obat." Jiena berucap dengan wajah datar seperti biasa. Dia pikir juga hanya pusing sedikit tidak akan ada masalah."Lo yakin?" Jiena menjawab

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status