Главная / Romansa / PENGUASA RAGA / 8. Perhatian Haikal

Share

8. Perhatian Haikal

Aвтор: MamGemoy
last update Последнее обновление: 2024-05-30 10:46:49

“Maaf, Pak ... saya makan sendiri saja.”

Sedikit ragu wanita itu menolak, lalu mengulurkan tangan meminta sendok yang diarahkan padanya. Rasanya kurang pantas ketika dia menerima perlakuan sang atasan seperti ini. Terlebih lagi dia baru saja mengenal atasan barunya itu.

“Kenapa? Keberatan saya suapin?”

“Bukan gitu, Pak. Tapi ....”

Dengan santainya Haikal bertanya, tanpa memahami secanggung apa Jiena saat ini. Entah apa yang membuat pria itu bersikap baik seperti ini. Semua terasa tidak biasa, bahkan jika sekretarisnya ada, juga akan merasa heran dengan sikapnya. Terutama bagi Jiena yang pastinya lebih binggung. Jelas wanita itu juga merasa sungkan, sampai dia berpikir ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu.

“Se-sebaiknya saya kembali ke ruangan saya.”

“Hmm ... oke, oke.” Haikal krmudian baru sadar akan penolakan wanita yang di matanya adalah seorang laki-laki. Pria itu pun mengalah dan meletakkan sendok di tangannya. Lalu berdiri dan berjalan ke mini dispenser mengambil air minum.

Sekali lagi, pergerakan itu pria Jiena perhatikan hingga kembali duduk setelah meletakkan gelas berisi air putih untuknya. Dia pun mulai menyantap makanannya setelah berterimakasih dengan anggukan ringan. Suasana seketika hening, Haikal juga tampak tenang memperhatikan. Sementara wanita itu tertunduk fokus dengan makanan yang tidak terasa nikmat sama sekali.

“Jie. Nama kamu Jie, bukan?”

Pembicaraan kembali dibuka setelah keheningan membuat Haikal merasa bosan. Sang narsistik itu sangat tidak menyukai kesunyian, kapanpun dan dimanapun dia berada.

“Iya, Pak.” Jiena pun menjawab setelah menyelesaikan suapannya.

“Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?”

“Sekitar tiga tahun, Pak.”

“Berarti kamu sudah cukup mengerti dengan keadaan perusahaan.”

“Ya, begitulah.”

Obrolan basa basi itu pun terhenti ketika pintu ruangan terbuka setelah terdengar ketukan tiga kali. Yudhistira masuk dengan santai dan menghadap sang atasan. Sekilas tatapannya jatuh pada Jiena yang tertunduk menyelesaikan makannya. Tanpa pria itu tau, tengorongan wanita itu terasa sulit menelah makanan karena tatapannya.

Haikal meraih kantung obat yang tak kunjung diserahkan sekretrisnya itu. “Benggong aja ... sini obatnya!”

Sekantung obat yang tadi telah diresepkan Dokter Davin. Atas perintah Haikal, Yudhistira pun bergegas membawakan. Sekretarisnya itu tak diberi kesempatan untuk menikmati makan siang terlebih dahulu. Sekarang perutnya benar-benar keroncongan gara-gara harus menyerahkan obat dengan cepat.

“Ini obat kamu. Tadi saya sudah meminta dokter untuk memeriksa. Kamu hanya kelelahan dan kurang tidur.” Obat itu dia letakkan di hadapan Jiena.

“Terima kasih, Pak.” Sekarang wanita itu benar-benar harus pergi. Suasana canggung seperti ini membuatnya semakin tidak sehat. “Kalau begitu, saya permisi.”

“Mau ke mana?”

“Kembali bekerja, Pak.”

“Tidak perlu. Yudhi akan mengantar kamu pulang sekarang, sebaiknya kamu beristirahat saja di rumah.”

Wajah Yudhistira seketika tampak heran. Seolah mengatakan, ‘Ya Tuhan ... cobaan apalagi ini?’ . Sebelah tangannya kini sedang meraba perut yang terasa lapar.

“Tapi, Pak. Pekerjaan saya hari ini belum selesai.”

“Nanti biar Yudhi yang meng-handle semuanya. Lagipula saya juga harus memperhatikan kesehatan karyawan saya. Jadi kamu tidak bisa menolak, ini adalah perintah.”

***

Pada akhirnya sekarang Jiena benar-benar berada di rumah. Dia baru saja terbangun setelah menelan beberapa butir obat yang diberikan Haikal siang tadi. Setelah tidur beberapa jam, demamnya kini mulai hilang dan tubuhnya juga sudah mulai membaik. Saat dia melihat ke luar jendela, hari sudah mulai gelap. Jiena pun keluar kamar ingin mencari sesuatu untuk dimakan. Namun, sayang tidak ada apapun di dalam kulkas.

Pintu rumahnya tiba-tiba diketuk. Jiena segera melihat siapa tamu yang datang pada waktu ini.

Hai girl ... how are you?” Seorang pria melambaikan tangan di depan pintu. “Eettt, tunggu. Yu atau Na?”

Pria itu Lingga, kakak laki-laki Jiena. Setiap kali bertemu, pertanyaan pertama pasti memastikan jiwa siapa yang ada di raga itu sekarang.

"Naaa Bang ... ayo masuk!” Jiena menutup pintu setelah pria itu melewatinya. “Kapan abang balik dari Thailand?”

Koper kecil digeret lalu disenderkan ke dinding. Barang bawaan lainnya diletakkan di meja. Lingga mengeliat sesaat setelah mendudukkan pinggulnya di sofa. “Baru aja, dari bandara langsung ke sini.”

Jiena pun ikut duduk di sebelah pria itu dan memeluk bantal. “Tumben, biasanya nyari pacar dulu.”

“Udah putus gue.”

“Hah ... Kapan?”

“Panjang ceritanya, ntar aja gue ceritain.” Kemudian Lingga menunjuk paper bag yang dia letakkan di meja. “Tuh oleh-oleh buat lo.”

“Ada makanan nggak?”

“Ada ... liat aja.”

“Kebetulan, gue laper.” Jiena bergerak mengambil bawaan kakaknya itu. Kemudian berdiri membawanya ke meja makan.

“Lo keliatan pucat, sakit?”

“Emm ... deman dikit. Tapi udah baikan.”

“Gara-gara si Yu lagi?”

Jiena mengangguk mengiyakan. “Akhir-akhir ini dia sering muncul, gue makin kewalahan. Bahkan saat gue masih terjaga dia bisa nguasain gue. Gue gak bisa sadar klo dia belum kelehahan. Meskipun dia tidur, selama energinya masih ada gue juga gak bisa bangun. Gue pengen dia cepat-cepat hilang, Bang. Gue capek.”

Setiap kali bertemu dengan Lingga, keluhannya tetap sama. Pria itu hanya bisa mendengarkan, tanpa bisa banyak membantu.

“Hati-hati sama omongan lo, ntar dia dengar lagi.” Lingga pun menghampiri, lalu duduk di hadapan sang adik.

Peringatan Lingga mampu membuat wanita itu terdiam. Yah, Yujie bisa saja mendengar percakapan mereka. Alter ego-nya itu sangat mudah marah, apalagi pada Lingga yang selalu ingin membuat Jiena sembuh. Namun, setiap kali Lingga ingin turun tangan pasti akan mendapat ancaman dibunuh. Apalagi sekarang Yujie bisa bebas keluar masuk. Jiena hanya bisa selalu waspada agar Yujie tidak tersulut emosi.

Pembahasan tentang Yujie pun mereka tunda. Hari ini Jiena masih merasa lemah, dia tidak mau Yujie keluar saat seperti ini. Lingga bisa saja berada dalam bahaya. Terakhir kali saat Yujie bertemu sang kakak, dia hampir membuat Lingga jatuh dari balkon. Jiena juga kehilangan obatnya setelah dia sadar tadi pagi.

Ketika mereka sedang menyantap makanan, terdengar suara pintu kembali diketuk. Jiena dan Lingga saling pandang. Siapa tamu lain yang datang? Jiena tidak pernah kedatangan tamu sebelumnya. Tak banyak berpikir, Jiena pun bangkit membukakan pintu.

“Pak Haikal?”

“Hai Jie. Saya bawakan makanan, kamu belum makan kan?” Haikal menunjukkan barang bawaannya.

Sementara Jiena hanya diam dan tampak binggung. Hal apa yang membuat atasana barunya itu tiba-tiba datang ke rumahnya.

“Boleh saya masuk?”

“I—iya Pak, Silakan.”

Begitu Haikal masuk, dia pun disambut dengan pemandangan seseorang yang tengah santai menyantap makanan. Seketika perhatian Lingga pun tertuju pada tamu yang baru datang. Tidak biasanya sang adik mau mengizinkan orang lain masuk ke rumahnya. Haikal dan Lingga pun saling pandang, seakan saling bertanya.

“Anda siapa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGUASA RAGA   11. Hidup sendiri, cukup baik

    Keringat dingin mulai muncul dari pori-pori wajah Jiena. Suara di pikirannya mengganggu, membuatnya cemas hingga sesak napas. Tak ingin hal yang ditakutkan terjadi. Yujie mampu melakukan apa saja yang dia mau. Meski sulit, Jiena berusaha mengendalikan diri.Suara ketukan pintu terus terdengar, diiringi seruan sang kakak yang terus memanggil namanya. Dia enggan menghampiri, tapi jika dibiarkan Lingga akan terus membuat keributan.“Tidak! Jangan sekarang!” Jiena memberi peringatan. “Kakakku tidak terlibat!” Wanita itu berbicara pada dirinya sendiri di depan cermin.“Terlibat atau tidak. dia akan mulai menggali kuburnya sendiri.” Suara Yujie di pikiran Jiena terus mengintimidasi.“Katakan … apa mau kamu. Jangan ganggu kakakku!” Jiena menyentak, menopang kedua telapak tangannya pada cermin. Benda yang memantulkan dirinya itu sedikit bergetar.“Mauku? Kamu jelas berniat menyingkirkanku sekali lagi. Seharusnya kamu tahu apa yang aku mau. Kamu pikir aku akan membiarkan?”“Aku tidak akan mela

  • PENGUASA RAGA   10. Dia bangun?

    “Jie? Seberapa cepat kamu mengemudi?” Pertanyaan pertama yang Haikal ajukan saat wanita itu hendak turun dari motor besarnya.Wanita itu tidak segera menjawab, dia segera turun setelah menerima helm pria yang dia bonceng. Ini sudah terlambat, klien akan semakin kecewa jika masih mengulur waktu. Studio juga akan digunakan oleh tim lain, jadi mereka harus menyelesaikan proses syuting dengan cepat.“Tidak ada waktu, Pak. Nanti saja saya jawab.” Jiena lalu memberi isyarat pada model yang dia jemput untuk segera masuk. “Permisi, Pak Haikal. Klien sudah menunggu,” pamit Jiena segera berlalu pergi. Haikal hanya terdiam merasa terabaikan.Sebelum melangkah masuk, Jiena melempar kunci motornya pada satpam yang berjaga di pintu. Dengan memberi isyarat pada sang satpam untuk membantunya memindahkan motor di tempat parkir.“Wow … itu benar-benar keren,” seru pria yang berada di sampingnya. “Bro, bisa bawa aku naik motormu lagi lain kali?” tanya pria itu sambil menopang lengannya di bahu Jiena.Ji

  • PENGUASA RAGA   9. Mengambil kesempatan

    Jiena duduk di antara dua pria yang saling berhadapan, seakan bertanya sendiri ‘siapa dia’. Raut wajah keduanya dilihat bergantian, situasinya terasa aneh. Tidak ada satu pun yang berbicara. Jiena kemudian berdeham, memecah suasana dan keduanya menoleh padanya bersamaan.Lingga pun buka suara. “Jie, ayo makan. Ini tomyam dari resto kesukaan kamu.” dia menggeser mangkuk ke depan sang adik. Tersenyum setelah mengubah cara bicaranya.Sang kakak tiba-tiba bersikap manis, membuat kedua alis wanita itu tertaut. Dia hanya bisa tersenyum canggung karena sikap aneh Lingga di depan atasannya. Lalu dilihat tatapan dingin Haikal pada sang kakak, sedangkan Lingga masih tetap santai. Sekarang keduanya terlihat sama-sama bersikap anehnya.“Jie, saya bawa sup daging. Ini bagus buat kesehatan kamu,” ucap Haikal tidak mau kalah. Dia sepertinya juga ingin menunjukkan perhatian.Wadah sup bawaannya dikeluarkan dari kantong plastik, lalu membuka tutup dan menggeser ke hadapan Jiena. Aroma sup yang hangat

  • PENGUASA RAGA   8. Perhatian Haikal

    “Maaf, Pak ... saya makan sendiri saja.”Sedikit ragu wanita itu menolak, lalu mengulurkan tangan meminta sendok yang diarahkan padanya. Rasanya kurang pantas ketika dia menerima perlakuan sang atasan seperti ini. Terlebih lagi dia baru saja mengenal atasan barunya itu.“Kenapa? Keberatan saya suapin?”“Bukan gitu, Pak. Tapi ....”Dengan santainya Haikal bertanya, tanpa memahami secanggung apa Jiena saat ini. Entah apa yang membuat pria itu bersikap baik seperti ini. Semua terasa tidak biasa, bahkan jika sekretarisnya ada, juga akan merasa heran dengan sikapnya. Terutama bagi Jiena yang pastinya lebih binggung. Jelas wanita itu juga merasa sungkan, sampai dia berpikir ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu.“Se-sebaiknya saya kembali ke ruangan saya.”“Hmm ... oke, oke.” Haikal krmudian baru sadar akan penolakan wanita yang di matanya adalah seorang laki-laki. Pria itu pun mengalah dan meletakkan sendok di tangannya. Lalu berdiri dan berjalan ke mini dispenser mengambil air minum.S

  • PENGUASA RAGA   7. Bocah laki-laki

    “Bukakan pintunya, cepat!”Yudhistira yang mendapat perintah langsung membukan pintu ruang kantor sang atasan. Sekilas dia melirik wajah Haikal yang terlihat tenang, tapi sudah tampak gurat kecemasan semejak di lift. Wajar saja jika si asisten akan berpikir bahwa tindakan Haikal sangat berlebihan. Terlebih lagi hanya untuk karyawan yang baru hari ini dia kenal. Bos-nya itu bahkan melangkahkan kakinya dengan sangat cepat. Dengan kaki panjang itu tak akan butuh waktu lama untuk mencapai depan pintu ruangan kerjanya.“Aku akan membaringkannya.” Haikal menuju sofa hitam panjang berbahan kulit di ruangannya.Yudhistira gegas menata bantal duduk agar bisa digunakan Jiena untuk berbaring. “Sudah, Bos.” Dia memundurkan tubuh untuk memberi sang atasan ruang gerak.Tubuh Jiena dibaringkan secara perlahan. “Badannya kecil, tapi bugar,” gumam Haikal seraya melatakkan perlahan kepala wanita itu di bantal. Tanpa disadari dia telah terpesona dengan kulit putih Jiena yang sangat dekat di pandangannya

  • PENGUASA RAGA   6. Lift

    "Jie, waktunya makan siang, yuk!"Tepukan pada bahu, membuat Jiena tersentak seketika. Tubuh dan pikiran terasa tidak pada tempatnya dari pagi tadi. Efek dari minuman keras yang Yujie konsumsi secara berlebihan. Obat penghilang pengar yang dia minum tadi pun, tidak banyak membantu. Jiena benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaan.Met menyadari itu, dia yang berdiri di sebelah Jiena mengamati lebih dekat. "Kamu kenapa, Jie? Sakit?" Kedua belah pipi Jiena ditangkupnya. "Muka lo pucet banget, Jie." Hal itu membuat Jiena sedikit gugup, lalu segera menepis kedua tangan Met. "Gue nggak apa-apa, cuma lelah aja. Lo pergi makan aja sana, gue mau pesan delivery aja," ucapnya seraya memalingkan wajah."Tapi lo pucet banget, sebaiknya lo ke klinik biar diperiksa dokter." Memet memberi saran."Nggak perlu, cuma pusing dikit aja. Abis makan nanti gue minum obat." Jiena berucap dengan wajah datar seperti biasa. Dia pikir juga hanya pusing sedikit tidak akan ada masalah."Lo yakin?" Jiena menjawab

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status