Share

6. Lift

"Jie, waktunya makan siang, yuk!"

Tepukan pada bahu, membuat Jiena tersentak seketika. Tubuh dan pikiran terasa tidak pada tempatnya dari pagi tadi. Efek dari minuman keras yang Yujie konsumsi secara berlebihan. Obat penghilang pengar yang dia minum tadi pun, tidak banyak membantu. Jiena benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaan.

Met menyadari itu, dia yang berdiri di sebelah Jiena mengamati lebih dekat. "Kamu kenapa, Jie? Sakit?" Kedua belah pipi Jiena ditangkupnya. "Muka lo pucet banget, Jie."

Hal itu membuat Jiena sedikit gugup, lalu segera menepis kedua tangan Met. "Gue nggak apa-apa, cuma lelah aja. Lo pergi makan aja sana, gue mau pesan delivery aja," ucapnya seraya memalingkan wajah.

"Tapi lo pucet banget, sebaiknya lo ke klinik biar diperiksa dokter." Memet memberi saran.

"Nggak perlu, cuma pusing dikit aja. Abis makan nanti gue minum obat." Jiena berucap dengan wajah datar seperti biasa. Dia pikir juga hanya pusing sedikit tidak akan ada masalah.

"Lo yakin?" Jiena menjawab dengan anggukan. "Ya udah, kalau gitu gue ke kantin. Kalau ada apa-apa hubungin gue." Met pun meninggalkan Jiena setelah rekan kerjanya itu kembali mengangguk. Karyawan yang lain sudah keluar untuk makan siang.

Jiena melirik jam pada pergelangan tangannya sebelum menjatuhkan kepalanya di meja. Rasa pusing semakin terasa berat hingga pandangannya seakan berputar. Mungkin karena belum makan. Pagi tadi pun dia hanya sarapan roti dengan secangkir kopi. Jiena meraih ponsel dari sudut kanan meja kerjanya. Kemudian memesan makanan dari aplikasi pesan antar. Dia tidak bernapsu untuk makan saat ini, tapi lambungnya terasa kosong untuk meminum obat. Setidaknya sekarang Jiena harus makan agar mengembalikan kondisi tubuhnya.

Sebuah pesan notifikasi masuk. Dengan malas Jiena menegakkan tubuh dan meraih ponselnya. Dia harus mengambil pesanan di lobby. Jiena pun berusaha berdiri. Dengan langkah gontai dia keluar dari ruangan kerjanya.

Makanan sudah di tangannya. Jiena pun berbalik menuju lift dan kembali naik ke lantai tempat kantornya berada. Namun, karena rasa pusing yang membuat kepalanya semakin berat, Jiena hampir kehilangan keseimbangan. Tubuhnya limbung ke samping, tersandar pada dinding. Tanpa dia tau dua orang manusia yang baru keluar dari lift lain melihat ke arahnya.

Haikal menghentikan langkahnya, membuat Yudistira yang berada di belakang pun ikut berhenti. "Dia kenapa?"

"Sepertinya orang mabuk, Bos," jawab Yudistira asal.

"Ngaco … berani mabuk di kantor?" Haikal menyikut lengan asistennya itu dan mulai mendekati Jiena. Sementara Yudistira mengikuti dengan wajah serius.

Jiena menggeleng sesaat sebelum kembali berdiri tegak. Tangan kanan menopang pada dinding, serta sebelah kiri menggenggam kantong plastik makanan. Namun, kesadarannya mulai berkurang. Tungkai kakinya tak lagi kuat, barang di tangannya terlepas begitu saja.

Haikal yang tadi mendekat langsung menangkap tubuh Jiena. "Kamu baik-baik saja?"

Suara laki-laki itu terdengar samar di telinga. Yang bisa Jiena rasakan hanya kedua lengan kekar Haikal melingkar pada pundak dan pinggangnya. Matanya yang semula terpejam, dia buka kembali. Ingin menoleh, tapi kepala amat terasa berat. Detik kemudian dia benar-benar kehilangan kesadaran.

"Dia pingsan, Bos!" seru Yudistira setelah kembali berdiri mengambil makanan Jiena yang jatuh.

Haikal memandangi sejenak wajah Jiena yang tampak pucat. Kemudian segera memposisikan tangannya dan membopong tubuh wanita itu. Tanpa menunggu lama lagi, kakinya langsung melangkah masuk ke dalam lift yang telah terbuka.

"Hooii, bengong kamu. Masuk cepat!" perintah Haikal begitu melihat sang sekretaris masih diam di tempat.

Yudistira yang tersentak langsung tergopoh-gopoh melangkah masuk. Sesaat dia sadar, tatapan beberapa orang melihat ke arah mereka tampak terkejut. Sama halnya dengan ekspresi wajahnya sendiri beberapa saat lalu melihat cara sang atasan mengangkat tubuh Jiena yang setahunya adalah seorang pria.

"Bos, mau dibawah ke mana?" Yudistira pun menunggu perintah.

"Bawa ke ruanganku," jawab Haikal tanpa menoleh. Dia membenarkan kepala Jiena dan menyandarkan ke bahunya.

"Apa tidak sebaiknya bawa ke klinik kantor saja, Bos?" Yudistira menyarankan.

"Jam istirahat, dokter mungkin sedang makan siang," ujar Haikal merubah pandangan ke depan.

Yudistira pun mengangguk, mengerti maksud atasannya itu. Sekilas dia melirik raut wajah Haikal yang tampak tenang. Seolah tak peduli dengan tatapan segelintir manusia yang tampak heran dengan tindakannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status