Share

6. Lift

Penulis: MamGemoy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-03 13:00:06

"Jie, waktunya makan siang, yuk!"

Tepukan pada bahu, membuat Jiena tersentak seketika. Tubuh dan pikiran terasa tidak pada tempatnya dari pagi tadi. Efek dari minuman keras yang Yujie konsumsi secara berlebihan. Obat penghilang pengar yang dia minum tadi pun, tidak banyak membantu. Jiena benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaan.

Met menyadari itu, dia yang berdiri di sebelah Jiena mengamati lebih dekat. "Kamu kenapa, Jie? Sakit?" Kedua belah pipi Jiena ditangkupnya. "Muka lo pucet banget, Jie."

Hal itu membuat Jiena sedikit gugup, lalu segera menepis kedua tangan Met. "Gue nggak apa-apa, cuma lelah aja. Lo pergi makan aja sana, gue mau pesan delivery aja," ucapnya seraya memalingkan wajah.

"Tapi lo pucet banget, sebaiknya lo ke klinik biar diperiksa dokter." Memet memberi saran.

"Nggak perlu, cuma pusing dikit aja. Abis makan nanti gue minum obat." Jiena berucap dengan wajah datar seperti biasa. Dia pikir juga hanya pusing sedikit tidak akan ada masalah.

"Lo yakin?" Jiena menjawab dengan anggukan. "Ya udah, kalau gitu gue ke kantin. Kalau ada apa-apa hubungin gue." Met pun meninggalkan Jiena setelah rekan kerjanya itu kembali mengangguk. Karyawan yang lain sudah keluar untuk makan siang.

Jiena melirik jam pada pergelangan tangannya sebelum menjatuhkan kepalanya di meja. Rasa pusing semakin terasa berat hingga pandangannya seakan berputar. Mungkin karena belum makan. Pagi tadi pun dia hanya sarapan roti dengan secangkir kopi. Jiena meraih ponsel dari sudut kanan meja kerjanya. Kemudian memesan makanan dari aplikasi pesan antar. Dia tidak bernapsu untuk makan saat ini, tapi lambungnya terasa kosong untuk meminum obat. Setidaknya sekarang Jiena harus makan agar mengembalikan kondisi tubuhnya.

Sebuah pesan notifikasi masuk. Dengan malas Jiena menegakkan tubuh dan meraih ponselnya. Dia harus mengambil pesanan di lobby. Jiena pun berusaha berdiri. Dengan langkah gontai dia keluar dari ruangan kerjanya.

Makanan sudah di tangannya. Jiena pun berbalik menuju lift dan kembali naik ke lantai tempat kantornya berada. Namun, karena rasa pusing yang membuat kepalanya semakin berat, Jiena hampir kehilangan keseimbangan. Tubuhnya limbung ke samping, tersandar pada dinding. Tanpa dia tau dua orang manusia yang baru keluar dari lift lain melihat ke arahnya.

Haikal menghentikan langkahnya, membuat Yudistira yang berada di belakang pun ikut berhenti. "Dia kenapa?"

"Sepertinya orang mabuk, Bos," jawab Yudistira asal.

"Ngaco … berani mabuk di kantor?" Haikal menyikut lengan asistennya itu dan mulai mendekati Jiena. Sementara Yudistira mengikuti dengan wajah serius.

Jiena menggeleng sesaat sebelum kembali berdiri tegak. Tangan kanan menopang pada dinding, serta sebelah kiri menggenggam kantong plastik makanan. Namun, kesadarannya mulai berkurang. Tungkai kakinya tak lagi kuat, barang di tangannya terlepas begitu saja.

Haikal yang tadi mendekat langsung menangkap tubuh Jiena. "Kamu baik-baik saja?"

Suara laki-laki itu terdengar samar di telinga. Yang bisa Jiena rasakan hanya kedua lengan kekar Haikal melingkar pada pundak dan pinggangnya. Matanya yang semula terpejam, dia buka kembali. Ingin menoleh, tapi kepala amat terasa berat. Detik kemudian dia benar-benar kehilangan kesadaran.

"Dia pingsan, Bos!" seru Yudistira setelah kembali berdiri mengambil makanan Jiena yang jatuh.

Haikal memandangi sejenak wajah Jiena yang tampak pucat. Kemudian segera memposisikan tangannya dan membopong tubuh wanita itu. Tanpa menunggu lama lagi, kakinya langsung melangkah masuk ke dalam lift yang telah terbuka.

"Hooii, bengong kamu. Masuk cepat!" perintah Haikal begitu melihat sang sekretaris masih diam di tempat.

Yudistira yang tersentak langsung tergopoh-gopoh melangkah masuk. Sesaat dia sadar, tatapan beberapa orang melihat ke arah mereka tampak terkejut. Sama halnya dengan ekspresi wajahnya sendiri beberapa saat lalu melihat cara sang atasan mengangkat tubuh Jiena yang setahunya adalah seorang pria.

"Bos, mau dibawah ke mana?" Yudistira pun menunggu perintah.

"Bawa ke ruanganku," jawab Haikal tanpa menoleh. Dia membenarkan kepala Jiena dan menyandarkan ke bahunya.

"Apa tidak sebaiknya bawa ke klinik kantor saja, Bos?" Yudistira menyarankan.

"Jam istirahat, dokter mungkin sedang makan siang," ujar Haikal merubah pandangan ke depan.

Yudistira pun mengangguk, mengerti maksud atasannya itu. Sekilas dia melirik raut wajah Haikal yang tampak tenang. Seolah tak peduli dengan tatapan segelintir manusia yang tampak heran dengan tindakannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PENGUASA RAGA   11. Hidup sendiri, cukup baik

    Keringat dingin mulai muncul dari pori-pori wajah Jiena. Suara di pikirannya mengganggu, membuatnya cemas hingga sesak napas. Tak ingin hal yang ditakutkan terjadi. Yujie mampu melakukan apa saja yang dia mau. Meski sulit, Jiena berusaha mengendalikan diri.Suara ketukan pintu terus terdengar, diiringi seruan sang kakak yang terus memanggil namanya. Dia enggan menghampiri, tapi jika dibiarkan Lingga akan terus membuat keributan.“Tidak! Jangan sekarang!” Jiena memberi peringatan. “Kakakku tidak terlibat!” Wanita itu berbicara pada dirinya sendiri di depan cermin.“Terlibat atau tidak. dia akan mulai menggali kuburnya sendiri.” Suara Yujie di pikiran Jiena terus mengintimidasi.“Katakan … apa mau kamu. Jangan ganggu kakakku!” Jiena menyentak, menopang kedua telapak tangannya pada cermin. Benda yang memantulkan dirinya itu sedikit bergetar.“Mauku? Kamu jelas berniat menyingkirkanku sekali lagi. Seharusnya kamu tahu apa yang aku mau. Kamu pikir aku akan membiarkan?”“Aku tidak akan mela

  • PENGUASA RAGA   10. Dia bangun?

    “Jie? Seberapa cepat kamu mengemudi?” Pertanyaan pertama yang Haikal ajukan saat wanita itu hendak turun dari motor besarnya.Wanita itu tidak segera menjawab, dia segera turun setelah menerima helm pria yang dia bonceng. Ini sudah terlambat, klien akan semakin kecewa jika masih mengulur waktu. Studio juga akan digunakan oleh tim lain, jadi mereka harus menyelesaikan proses syuting dengan cepat.“Tidak ada waktu, Pak. Nanti saja saya jawab.” Jiena lalu memberi isyarat pada model yang dia jemput untuk segera masuk. “Permisi, Pak Haikal. Klien sudah menunggu,” pamit Jiena segera berlalu pergi. Haikal hanya terdiam merasa terabaikan.Sebelum melangkah masuk, Jiena melempar kunci motornya pada satpam yang berjaga di pintu. Dengan memberi isyarat pada sang satpam untuk membantunya memindahkan motor di tempat parkir.“Wow … itu benar-benar keren,” seru pria yang berada di sampingnya. “Bro, bisa bawa aku naik motormu lagi lain kali?” tanya pria itu sambil menopang lengannya di bahu Jiena.Ji

  • PENGUASA RAGA   9. Mengambil kesempatan

    Jiena duduk di antara dua pria yang saling berhadapan, seakan bertanya sendiri ‘siapa dia’. Raut wajah keduanya dilihat bergantian, situasinya terasa aneh. Tidak ada satu pun yang berbicara. Jiena kemudian berdeham, memecah suasana dan keduanya menoleh padanya bersamaan.Lingga pun buka suara. “Jie, ayo makan. Ini tomyam dari resto kesukaan kamu.” dia menggeser mangkuk ke depan sang adik. Tersenyum setelah mengubah cara bicaranya.Sang kakak tiba-tiba bersikap manis, membuat kedua alis wanita itu tertaut. Dia hanya bisa tersenyum canggung karena sikap aneh Lingga di depan atasannya. Lalu dilihat tatapan dingin Haikal pada sang kakak, sedangkan Lingga masih tetap santai. Sekarang keduanya terlihat sama-sama bersikap anehnya.“Jie, saya bawa sup daging. Ini bagus buat kesehatan kamu,” ucap Haikal tidak mau kalah. Dia sepertinya juga ingin menunjukkan perhatian.Wadah sup bawaannya dikeluarkan dari kantong plastik, lalu membuka tutup dan menggeser ke hadapan Jiena. Aroma sup yang hangat

  • PENGUASA RAGA   8. Perhatian Haikal

    “Maaf, Pak ... saya makan sendiri saja.”Sedikit ragu wanita itu menolak, lalu mengulurkan tangan meminta sendok yang diarahkan padanya. Rasanya kurang pantas ketika dia menerima perlakuan sang atasan seperti ini. Terlebih lagi dia baru saja mengenal atasan barunya itu.“Kenapa? Keberatan saya suapin?”“Bukan gitu, Pak. Tapi ....”Dengan santainya Haikal bertanya, tanpa memahami secanggung apa Jiena saat ini. Entah apa yang membuat pria itu bersikap baik seperti ini. Semua terasa tidak biasa, bahkan jika sekretarisnya ada, juga akan merasa heran dengan sikapnya. Terutama bagi Jiena yang pastinya lebih binggung. Jelas wanita itu juga merasa sungkan, sampai dia berpikir ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu.“Se-sebaiknya saya kembali ke ruangan saya.”“Hmm ... oke, oke.” Haikal krmudian baru sadar akan penolakan wanita yang di matanya adalah seorang laki-laki. Pria itu pun mengalah dan meletakkan sendok di tangannya. Lalu berdiri dan berjalan ke mini dispenser mengambil air minum.S

  • PENGUASA RAGA   7. Bocah laki-laki

    “Bukakan pintunya, cepat!”Yudhistira yang mendapat perintah langsung membukan pintu ruang kantor sang atasan. Sekilas dia melirik wajah Haikal yang terlihat tenang, tapi sudah tampak gurat kecemasan semejak di lift. Wajar saja jika si asisten akan berpikir bahwa tindakan Haikal sangat berlebihan. Terlebih lagi hanya untuk karyawan yang baru hari ini dia kenal. Bos-nya itu bahkan melangkahkan kakinya dengan sangat cepat. Dengan kaki panjang itu tak akan butuh waktu lama untuk mencapai depan pintu ruangan kerjanya.“Aku akan membaringkannya.” Haikal menuju sofa hitam panjang berbahan kulit di ruangannya.Yudhistira gegas menata bantal duduk agar bisa digunakan Jiena untuk berbaring. “Sudah, Bos.” Dia memundurkan tubuh untuk memberi sang atasan ruang gerak.Tubuh Jiena dibaringkan secara perlahan. “Badannya kecil, tapi bugar,” gumam Haikal seraya melatakkan perlahan kepala wanita itu di bantal. Tanpa disadari dia telah terpesona dengan kulit putih Jiena yang sangat dekat di pandangannya

  • PENGUASA RAGA   6. Lift

    "Jie, waktunya makan siang, yuk!"Tepukan pada bahu, membuat Jiena tersentak seketika. Tubuh dan pikiran terasa tidak pada tempatnya dari pagi tadi. Efek dari minuman keras yang Yujie konsumsi secara berlebihan. Obat penghilang pengar yang dia minum tadi pun, tidak banyak membantu. Jiena benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaan.Met menyadari itu, dia yang berdiri di sebelah Jiena mengamati lebih dekat. "Kamu kenapa, Jie? Sakit?" Kedua belah pipi Jiena ditangkupnya. "Muka lo pucet banget, Jie." Hal itu membuat Jiena sedikit gugup, lalu segera menepis kedua tangan Met. "Gue nggak apa-apa, cuma lelah aja. Lo pergi makan aja sana, gue mau pesan delivery aja," ucapnya seraya memalingkan wajah."Tapi lo pucet banget, sebaiknya lo ke klinik biar diperiksa dokter." Memet memberi saran."Nggak perlu, cuma pusing dikit aja. Abis makan nanti gue minum obat." Jiena berucap dengan wajah datar seperti biasa. Dia pikir juga hanya pusing sedikit tidak akan ada masalah."Lo yakin?" Jiena menjawab

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status