Share

TIGA

Arka terkejut melihat amarah Nina. "Lho? Kamu sendiri yang tanya- kenapa aku tidak diberitahu ibuku."

Nina menjadi panik. "Tante pasti sudah tanya ke mama, mama itu gak tahu apa-apa. Ya, kali orang tua tahu anaknya jadi penulis novel E. Kamu juga gila, ngomong itu difilter kek."

Entah kenapa Arka merasa Nina lucu seperti seekor anjing. Meskipun tangannya masih memegang atas kepala Nina. Nih, bocah malah tidak takut.

"Ka."

Arka melirik tangan mungil dan putih  yang menyentuh tangannya dengan takut.

"Jangan seperti itu sama anak perempuan." Tegur kekasih Arka.

Nina yang masih duduk, berusaha melepas genggaman tangan Arka di atas kepalanya. "Iya tuh, jangan kasar sama anak perempuan! Bitch!"

Arka memutar kepalanya dan tersenyum menyeramkan. "Kamu bilang apa tadi?"

Nina yang merasa masa depannya akan terancam, menggeleng ketakutan dan melipat bibir.

Arka tergoda dengan bibir kecil itu lalu membungkuk dan mencium bibir Nina yang masih dilipat ke dalam dengan tangan kiri masih di atas kepala Nina dan tangan kanan masuk ke dalam saku celana dengan santai.

Kekasih Arka dan temannya menjerit terkejut.

Jantung Nina berdetak kencang, terkejut dengan kelakuan Arka. Astagfirullah!!!

Arka menjulurkan lidah dengan nakal. "Bagaimana? Bisa menjadi tokoh utama di novel kamu kan?"

Bisa banget! teriak Nina di dalam hati.

Mulut Jaka menganga lebar dengan jijik dan masih mengangkat bakso yang ditusuk garpu tepat di depan mulutnya.

Nina yang bersandar di tembok, menatap ngeri Arka.

Arka menegakkan tubuh lalu memiringkan kepalanya sambil menyeringai nakal.

Kekasih Arka menggigit bibir bawah, wajahnya akan menangis.

Temannya yang tahu itu sontak membela. "Hei, Arka. Kamu berani selingkuh dengan wanita lain di depan mata kami?!"

Arka menatap teman kekasihnya. "Selingkuh?"

Nina menunjuk Arka tanpa sopan. "Benar, kamu tukang selingkuh! Bagaimana bisa mencium anak perempuan polos di depan umum apalagi kekasih kamu sendiri?!"

Jaka menatap jijik Nina. Polos? Bisa menulis erotis apa bisa dibilang polos?

Arka duduk di samping kursi Nina yang cukup untuk dua orang, lalu menarik tangan Nina melalui bahu ke depan dan menciumnya dengan mesra.

"Arka!" teriak kekasih Arka.

Teriakan itu sontak menjadi perhatian orang-orang di sekitar, pemilik rumah makan tidak berani menegur begitu melihat wajah Arka.

Dengan bibir bergetar, dia bertanya pada Arka. "Apa- apa kamu sudah bosan denganku? Apa karena aku cacat di mata jadinya kamu- kamu-"

Arka tanpa merasa bersalah bicara blak-blakan. "Bukankah kamu ingin mencari lawan jenis yang bisa diajak tidur?"

Nina berusaha menarik tangannya tapi ditahan Arka dengan kuat. Orang ini bahkan tidak membantah sudah tidur dengan kekasihnya.

"Aku tidak masalah jika kamu mencari teman tidur, aku bisa menghangatkan kamu tapi begitu mencari pendamping hidup- aku tidak mau."

"Tapi kamu sudah mengambil-" kekasih Arka tidak melanjutkan kalimatnya tapi semua orang yang mendengar tahu apa yang dia maksud.

Jaka menonton adegan itu sambil menikmati makanannya, mengabaikan Nina yang berusaha menolong.

"Ka, ngapain kamu gitu?"

Jaka dan Arka memutar kepalanya ke arah Nina bersamaan. "Mhm?"

Ah, Nina lupa kalau nama panggilan belakang mereka berdua sama. "Maksud aku Jaka, bukan Arka!" geramnya.

Arka kembali menatap kekasih dan temannya. "Jadi, kenapa kalian ingin menuntut aku padahal hubungan kita hanya friends with benefit."

Teman kekasih Arka. "Kamu sekarang tidak mengakui temanku itu kekasih kamu? Hah!"

Nina terkejut ketika Arka memainkan tangannya di depan dada, menunjukkan kemesraan di depan umum. Orang ini sudah sinting!

"Arka, kamu belum bilang soal putus- selain itu kamu bilang sayang sama aku jadi aku kira kita- kita-"

"Memang kita ada hubungan istimewa tapi aku sudah bilang dari awal untuk tidak sampai ke pelaminan, dari awal aku menikah pasti dicarikan istri oleh ibu."

Nina mendekatkan kepalanya di dekat telinga Arka supaya terdengar. "Bohong, dasar pembohong!"

Arka tersenyum miring. "Jadi, aku minta maaf kalau sudah membuat kamu salah paham."

"Hei, bagaimana dengan janji kamu akan membantu operasi temanku?" tanya teman kekasih Arka.

Arka pura-pura terkejut dan bertanya ke Nina. "Bolehkah aku mengeluarkan uang untuk mantan kekasih?"

"Hah?" Nina tidak mengerti maksud Arka.

Jaka meluruskan. "Dia minta izin ke kamu buat bayar biaya operasi mata mantan kekasihnya."

Nina berusaha menarik tangan dengan mendorong punggung Arka dengan kuat. "Gila aja! Nikah saja belum, udah minta izin. Konyol! Lepasin aku! Aku laporin ke tante baru tahu rasa!"

Teman kekasih Arka melihat tubuh Nina yang agak gemuk dan berambut pendek, wajahnya pun kusam tidak terawat. "Kenapa kamu memilih batu? Padahal berlian jauh lebih indah, kalian berdua saling mencintai dulunya dan sekarang malah muncul anak perempuan yang bangga menjadi pelakor?"

Nina berhenti ketika mendengar sebutan pelakor, menatap kesal teman kekasih Arka. "Apa? Coba bilang sekali lagi!" teriaknya.

"Pelakor! Kamu jelas pelakor! Mengambil kekasih teman aku! Kalau bukan pelakor terus apa lagi?" tantang teman kekasih Arka.

Arka memutar badannya, takut Nina melakukan hal di luar keinginan. Menyerang orang lain bisa masuk pidana. Tidak disangka, ketika memutar tubuh- dia melihat mata berkaca-kaca Nina.

"Ni- nin?" tanya Arka yang bingung.

Nina menghapus air mata dengan lengannya secara kasar, satu tangannya masih dipegang Arka.

Diluar dugaan Arka, Nina bukannya mengamuk tapi menangis? Astaga.

Jaka yang sudah terbiasa dengan sifat sensitif Nina, memberikan tisu. "Nih."

Nina mengambilnya dengan tangan kiri. "Terima kasih banyak."

Arka merampas tisu di tangan Nina, meremasnya lalu dilempar ke mangkuk kotor. "Hei, ada aku di sini. Kenapa kamu menangis?"

Nina menggeleng pelan, ngambek.

Jaka menghela napas panjang. "Nina tidak suka berhubungan dengan pria manapun, soalnya tahu pasti akan ada perebutan seperti ini terus menuduh Nina macam-macam, padahal anaknya tidak tahu apa-apa."

Arka menatap Nina. "Kamu sedih disebut pelakor?"

Nina menangis sesenggukan lalu mengangguk kecil.

Layaknya cupid yang sedang memanah jantungnya, Arka luluh dengan Nina. Astaga, imutnya.

"Mencari simpati di depan Arka dan orang-orang? Padahal kamu sendiri yang mulai." Ketus teman kekasih Arka.

Arka menarik kepala Nina dengan lembut ke dadanya yang keras. "Ternyata kamu lembut juga sampai menangis seperti ini, tenang- calon suami tercinta akan melindungi kamu."

Nina merinding dan berusaha menjauhi cowok mesum ini. Gila aja tiba-tiba datang cium dan peluk dirinya. Bucin seperti di novel-novel? Enggaklah, apa kalian gak jijik sama orang model gini? Tampan memang bonus tapi kebanyakan di dunia nyata malah  cowok yang tampangnya sama dengan kelakuan.

Arka kembali menatap kekasihnya. "Aku sekarang sudah punya tunangan, jadi lebih baik kita berpisah."

"Kamu memutuskan aku demi anak jelek itu?" tunjuk kekasih Arka. "Apakah dia sudah memberikan kamu kepuasan di tempat tidur?"

Waduh!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status