Share

EMPAT

Kekasih Arka terisak. "Tadi, kamu datang ke sini seolah tidak terjadi apa pun, setelah melihat anak ini. Kamu berubah pikiran- apakah selama ini hubungan kita sedangkal itu?"

"Memang." Arka menjawab dengan tegas.

Kekasih Arka terkejut lalu mengambil tasnya dan berlari keluar, temannya yang panik membayar makanan terlebih dahulu baru menyusul temannya tanpa mengambil kembalian.

Nina mendorong Arka. "Ngapain kamu di sini?"

"Kamu punya pacar?" tanya Arka menggunakan dagunya.

Jaka mengerutkan kening dengan jijik. "Enak aja pacarnya dia, calon pacarku itu kalem, gak belingsatan kayak Nina."

Nina melempar tatapan tajam ke Jaka.

"Sudah makannya? Ayo kita pergi, untung saja aku tidak menolak dia buat datang ke sini."

Jaka menarik tangan Nina dari seberang. "Eh! Tunggu!"

Arka menatap tajam Nina lalu menariknya. "Kamu bilang tidak ada hubungan apa pun!"

Nina yang kesakitan ditarik dua orang pria berusaha melepas pegangan mereka berdua. "Tunggu! Tunggu! Jangan tarik tanganku!"

Arka dan Jaka melepas genggaman mereka.

Nina duduk dengan lega lalu mengeluarkan uang selembar lima puluh ribuan dan diletakkan di atas meja. "Nih!"

Jaka mengambil uang itu untuk membayar. "Tunggu di sini! Aku akan segera kembali!"

Arka menunggu dengan tidak sabar sambil melipat tangan di depan dada. "Kamu berani sekali selingkuh di depanku!"

Nina mengerutkan kening dengan heran. "Dih, siapa juga yang mau menikah sama kamu?"

Arka yang mendengar itu segera duduk di samping Nina hingga punggung Nina menyentuh tembok. "Kamu benar-benar tidak suka pria tampan?"

Nina menggeleng. "Aku tidak suka, jijik."

Arka mendecak. "Harusnya kamu bisa berterima kasih karena pria tampan seperti aku, mau dengan kamu."

"Kenapa kamu gencar sekali mau menikah denganku? Aku ini kan jelek seperti penilaian kamu!" kata Nina.

"Jelek?" tanya Arka. "Aku tidak bilang kamu jelek."

"Tadi tuh, kamu bilang kalau aku harus terima kasih karena pria tampan seperti kamu mau sama aku, itu berarti aku jelek?" tanya Nina tidak terima.

"Tunggu, sepertinya kamu salah paham. Aku hanya tidak percaya ada seseorang yang tidak menyukai wajahku. Kamu lihat di media sosialkan? Nih!" Arka mengambil handphone dan menunjukkannya ke Nina tentang salah satu media sosial yang pengikutnya banyak.

Nina membaca dan terpana, dia kenal pria ini. Kenapa tidak mengenalinya sedari awal?!

Nina adalah pengikut pria ini dan untuk menyamarkan identitas sebagai penulis erotis, dia menggambar komik berdasarkan wajah pria ini. Meskipun agak berbeda dan sudah diubah sedikit, para penggemar komik Nina pun tidak menyadarinya.

"Tuh kan, banyak yang komen mesum di sana," ucap Arka dengan bangga.

Sumpah, rasanya Nina ingin getok kepala Arka. Bagaimana bisa dengan santainya bicara hal semengerikan itu?

"Kamu tidak masalah di komentari mesum?"

Arka menarik handphone dan menaruhnya di saku celana. "Tidak ada masalah, itu resiko karena aku terlalu tampan."

Nina juga tidak tahu kalau sebenarnya pria ini ada masalah di bagian otaknya. "Kamu sudah pernah ke dokter?"

"Hah?"

"Sepertinya ada salah satu sekrup yang lepas jadi-" Nina tidak melanjutkan kalimatnya.

"Aku percaya diri dan memuji diri sendiri bukan karena gila, tapi aku lebih menghargai diri sendiri. Dengan mengatakan aku tampan, berarti aku juga bisa menjaga ketampanan dengan kebersihan diri."

Entah kenapa Nina tersinggung dengan bagian ini.

Jaka kembali dan menyerahkan uang kembalian ke Nina. "Nih, aku pergi dulu daripada disangka selingkuhan! Bye, jangan lupa besok sekolah!"

Nina mengangkat tangan hendak melarang Jaka pergi, Arka dengan gesit menarik tangan Nina dan melotot marah.

Nina hanya bisa pasrah melihat temannya pergi dan melambaikan tangan dengan lemas.

"Ayo, kita pulang ke rumah kamu." Ajak Arka.

Nina bergeming dan menatap tajam Arka. "Apakah ini soal warisan keluarga?"

"Apa?"

"Aku sudah dengar kalau kamu tidak mau menjadi pewaris dan akan dinikahkan dengan wanita lain. Apakah demi ini kamu sampai bersikap tidak tahu malu?"

Arka menghela napas panjang, raut wajahnya yang semula tenang dan humoris berubah menjadi dingin. "Kalau iya, kenapa?"

Nina terkejut melihat perubahan emosi Arka.

"Aku tidak mau menjadi pewaris karena ada kakakku, aku tidak mau dianggap tidak tahu malu demi ibuku."

"Tapi, kalau aku tidak mau bagaimana?"

Arka tersenyum miring. "Aku tidak peduli siapa yang akan aku nikahi selama ibuku yang memilih jadi aku anggap kamu hanya beruntung saja, sebagai anak laki-laki yang baik, patuh kepada perintah ibu tidak masalah bukan?"

Nina terkejut.

"Tubuh ini akan menjadi milik kamu, tapi tidak dengan hati."

PLAK!

Tanpa sadar, Nina menampar wajah Arka.

Arka menyentuh pipinya yang ditampar dan menatap tidak percaya Nina.

Nina menarik kemeja Arka untuk mendekat dan bicara tepat di depan wajahnya. "Kamu kira aku akan berminat? Aku tidak akan pernah berminat padamu!"

Setelah mengatakan itu, Nina mendorong Arka hingga jatuh ke belakang dan pergi tanpa menatap pria konyol itu.

Arka sekali lagi terkejut dengan reaksi Nina.

-------

"Bagaimana dengan kencannya? Kenapa kamu pulang sendirian?" tanya Retno ke Nina, begitu melihat putri kesayangannya pulang sendirian dan naik tangga.

Nina menghentikan langkah di tangga lalu berkata ke mamanya. "Ma, Nina pikir perjodohan ini tidak akan berhasil. Sebaiknya mama menyerah saja."

Retno menghela napas panjang. "Mama tidak akan memaksa tapi kasihan tante Ayu sama Arka."

"Kasihan?"

"Ya, tante Ayu ditekan keluarga mantan suaminya untuk menyerahkan Arka dan menggantikan posisi ayah kandung Arka."

"Bukannya ada Arya? Kakak Arka?"

"Arya itu pilot, tidak mungkin paham mengenai manajemen perusahaan. Berbeda dengan Arka, lagipula Arya sudah menikah jadi tidak bisa meninggalkan istrinya yang di Jepang."

Nina bersandar di tangga. "Lalu kenapa Arka terlihat gencar mendekati Nina? Padahal Nina tidak mau menikah."

"Kamu bilang begitu ke dia?"

Nina mengangguk kecil.

"Mama sendiri tidak tahu."

"Memangnya tidak ada pilihan yang lain? Kan ada tuh para pacarnya."

"Tante Ayu itu percaya sama ramalan, begitu kamu lahir- dia segera menemui mama dan bilang kalau kamu itu jodoh anaknya."

"Anaknya yang mana?"

"Arkalah, masa Arya. Arya waktu itu sudah dijodohkan dengan anak lain dari keluarga ayahnya tapi batal karena Arya menikah sama model yang kecelakaan itu."

Nina merengek. "Nina tidak mau menikah, Nina masih mau kuliah, ma."

"Mama sih terserah kamu, tapi mama tidak tanggung jawab ya kalau Arka maksa."

"Yah, gimana sih-"

"Nin, mama sendiri juga tidak enak kalau menolak. Selama ini tante Ayu sudah membantu kita saat papa pergi dengan wanita lain. Kamu kalau bisa menolak, tolak yang kenceng. Pokoknya jawaban mama ya di kamu, mama tidak bisa paksa anak mama dan juga tidak enak sama teman mama."

Nina paham dilema yang dialami mamanya. Argh!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status