Dan Zane yang sudah ditunggu, akhirnya datang. Ia juga terkejut melihat kehadiran Ellshora di rumahnya yang tiba-tiba. “Kenapa kau tidak memberitahuku kalau mau kemari?”
“Saat kita bicara di telfon tadi, kau tidak mengatakan apapun,” imbuh Zane.
Frida yang menjawab. “Mulai sekarang ini rumahnya juga. Jadi tak perlu memberitahumu kalau dia mau kesini.
“Pintu rumah terbuka lebar untukmu, Ell. Jadi datanglah setiap saat,” tambahnya.
Apa yang diucapkan Frida membuat Ellshora memancarkan wajahnya yang berseri-seri. Melihat ekspresi itu, Zane tersenyum. Ia menarik kursi dan mengambil posisi duduk bersama dua perempuan tersebut.
“Makanlah, Sayang. Ellshora membuat sup terenak yang pernah Ibu makan selama ini,” puji Frida. “Ibu ambilkan mangkuk untukmu.”
Ketika Frida bersiap bangkit dari duduknya, Ellshora menahan.
“Biar aku saja, Bu,” katanya langsung menghampiri lemari rak dan mengambil piring dan sendok, kemudian cepat kembali ke meja makan.
Ellshora menuangkan sup ke mangkuk, dan memberikannya pada Zane.
Zane bisa merasakan perpaduan bahan dan bumbu yang sangat pas, menghasilkan cita rasa luar biasa. Kemampuan memasak Ellshora memang perlu dibanggakan.
“Ibu, aku tidak salah memilih calon menantu untukmu, kan?” canda Zane penuh kebanggaan, ia melirik Ellshora yang memperlihatkan senyuman malu-malu.
Frida bersemangat. “Jelas tidak! Kau sangat pintar memilih calon istri. Kau harus menjaganya dengan baik, karena banyak pria di luar sana yang ingin mendapatkan Ellshora!”
Ellshora benar-benar terus dibuat tersipu hingga ia tak bisa mengatakan apapun. Semua pujian yang Daniel ucapkan padanya sama sekali tak berhasil membuatnya sekedar tersentuh walau hanya seujung jari. Namun Zane dan Frida membuat Ellshora meleleh.
“Oh, iya, Bu. Terima kasih untuk boneka rajut buatanmu,” ucap Ellshora. “Aku suka sekali!”
Senyum Frida melebar. “Syukur kalau kau menyukainya. Aku merajut semalaman, dan saat itu aku justru teringat denganmu.”
Kebersamaan mereka tak bertahan lama. Zane sangat mengatur waktu istirahat ibunya dengan sangat baik. Setelah meminum obat yang Zane berikan, Frida masuk ke dalam kamar untuk segera tidur. Sementara Zane dan Ellshora duduk di teras rumah sembari menikmati desiran angin malam.
Sudah empat tahun. Frida mengalami gangguan pada ginjalnya. Zane bekerja keras untuk kebutuhan sehari-hari mereka dan juga biaya pengobatan Frida yang tak main-main. Selain bekerja di kafe yang cukup besar, ia juga mengambil pekerjaan tambahan sebagai pengantar pesanan. Jadi terkadang ia harus pulang lebih lama dari biasanya.
Ellshora menghirup udara malam ini yang terasa melegakan. Pandangannya mengitari penjuru rumah Zane dan lingkungan sekitar. Suasana cukup sepi di sini.
Zane memandangi Ellshora. “Mau pergi ke taman hiburan tidak?” tanyanya.
Ellshora mengernyit. “Sekarang?”
Zane mengangguk-angguk. Kemudian bergantian Ellshora yang memberinya anggukan. “Boleh,” ucapnya.
Merekapun segera pergi meninggalkan rumah Zane dan beberapa pohon besar di sekitaran situ. Begitu sampai di loket taman hiburan, seorang penjaga memberitahu mereka sembari memberi dua lembar tiket masuk.
“Waktu kalian hanya dua puluh menit sebelum kami tutup,” katanya.
Zane dan Ellshora mengangguk. “Baik, Nona.”
Mereka berlari melesat ke dalam dengan tangan Zane yang terus menggenggam Ellshora.
“Mau berteriak bersama?” Zane dan Ellshora saling pandang. Ellsora melengkungkan bibirnya membentuk bulan sabit, ia mengiyakan tawaran Zane.
Roller coaster adalah wahana pertama untuk dicoba. Ketegangan hanya beberapa saat, setelahnya mereka berteriak lepas menikmati keseruan permainan yang menegangkan. Setelahnya, mereka turun dan menuju wahana selanjutnya.
Nafas mereka masih tersengal-sengal. Zane melirik jam tangannya dan ia tahu masih punya waktu meski tak banyak. “Pengunjung sudah mulai sepi. Mau beradu boom boom car berdua denganku?”
“Patut dicoba!” seru Ellshora.
Ellshora dan Zane benar-benar menikmati malam ini. Menguras banyak tenaga, tapi tak melelahkan bagi mereka. Selain kemampuan masak yang luar biasa, Ellshora juga sangat mahir dalam permainan boom boom car. Zane benar-benar dibuat kewalahan sekarang.
Hanya beberap saat, mereka menyudahi permainan lalu membeli minum di salah satu kedai. Ketika melihat bianglala, Ellshora tertarik. “Bagaimana kalau kita duduk di sana sambil menunggu waktu habis?” katanya menunjuk ke atas, pada bianglala yang tinggi.
“Ayo!” Zane mengiyakan.
Sekarang, sisa ketegangan hanya terngiang dan perlahan menghilang. Berada di atas begini menciptakan suasana jauh lebih tenang. Angin malam yang semakin menusuk, membuat Ellshora berkali-kali menggosok kedua tangannya. Menyadari hal tersebut, Zane cepat melepas jaket dan mengenakannya pada tubuh Ellshora.
“Maaf membuatmu kedinginan karena mengaja pergi terlalu malam,” katanya.
Tapi Ellshora tak membenarkan perkataan Zane. “Aku harusnya berterima kasih. Kau sudah memberiku malam yang sangat menyenangkan.”
“Kau senang, Ell?” Zane ingin tahu.
“Tentu!” sergah Ellshora, ia membuta lebar matanya dan memandagi Zane. “Hari ini, aku merasa benar-benar bahagia. Bahagia karena ibumu, dan karena kalian membuatku merasa aku masih memiliki keluarga yang sesungguhnya.”
Beberapa waktu, mereka diam tanpa suara. Desiran angin terdengar sangat jelas ketika bianglala membawa mereka di ketinggian 150 kaki. Menawarkan pemandangan malam kota Norwich yang memukau.
“Aku akan membahagiakanmu dengan caraku, Ell,” ucap Zane memecahkan kesunyian tadi.
“Maaf karena butuh waktu lama untuk membawamu dari semua kondisi yang menyulitkanmu. Jika waktunya tiba, aku akan membawamu ke altar dan mengucapkan janji suci pernikahan. Kita akan memberi kehidupan baru seperti yang kau impikan selama ini, Ell.”lanjutnya panjang sembari menggenggam kedua tangan Ellshora.
Mata Ellshora berkilauan, ada air yang menggenang di sana. Namun ia masih dapat menahan dari tangis haru yang nyaris pecah.
“Akan segera kuselesaikan urusanku dengan keluarga Bibi Mia. Dan kita akan mewujudkan impian indah itu bersama-sama,” ucap Ellshora lirih, dengan suara yang mulai berat.
Kilatan di mata Ellshora makin jelas. Zane bisa melihat dua bulir air yang hampir saja mengalir dari sana. Dan sebelum hal itu terjadi, Zane cepat menahannya dengan cara lain.
Kedua tangan Zane meraih wajah Ellshora. Dengan cepat ia menutup bibir yang bergetar itu dengan ciuman lembut. Ellshora terkejut, matanya terbelalak. Ia merasakan kelembutan di bibirnya, lalu ia terpejam dan menikmati ciuman manis bersama Zane.
“Luke sudah masuk perangkap?”Luke berhenti melangkah saat ia mendengar suara seseorang menyebut namanya cukup jelas. Ia berdiam diri lantaran ingin memastikan apa yang barusan didengarnya.“Ya, Luke sudah masuk ke dalam perangkap panasku. Dia akan segera menjadi milikku, dan sebentar lagi aku akan menikmati semua uangnya,” ungkap Ellshora.Mendadak Luke merasa ada aliran listrik yang merambat di seluruh tubuhnya, hingga ia merasa tersengat dan panas sekali. Luke bergeser di belakang pohon besar dekat lapangan, enggan melanjutkan kakinya menghampiri Ellshora seperti niat awalnya kemari. Dan Luke benar-benar ingin mendengarnya lagi.“Berapa lama lagi Luke akan menjadi milikmu?” tanya Daniel.Ellshora masih sibuk dengan bola di tangannya sembari menjawab pertanyaan Daniel. “Secepat mungkin akan kubuat Luke benar-benar jatuh hati denganku, dan aku bisa menggunakan uangnya untuk segera memulai hidup baru dengan Zane.”Aliran itu semakin panas bahkan nyaris membuat Luke Whiston meledak. Ia
"Apa kau ... punya pacar, Ell?” tanya Luke pada Ellshora. Pada akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulutnya.Ellshora menatap Luke cukup tajam, ketika pria itu masih mengendalikan stir mobil. “Aku ... tidak punya pacar.”Luke membuang nafas, rasanya seperti mengeluarkan sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya begitu mendengar jawaban Ellshora barusan.Tak mungkin Ellshora menjawab jujur pertanyaan Luke tadi. Zane adalah pria yang telah menempati hatinya, sedangkan Luke bukan siapa-siapa di hati Ellshora. Luke hanya CEO muda bergelimang harta yang menjadi targetnya sesuai pilihan keluarga Bibi Mia.Pandangan Ellshora kembali ke luar mobil, melihat pemandangan yang ditawarkan oleh Fleet Street. Hanya beberapa kendaraan yang melintas, seperti biasa memang.“Jangan bilang kalau kau tak punya waktu untuk pacaran. Karena aku yakin bukan itu alasannya.” Luke menerka.“Alasannya, karena aku sedang menunggu seseorang. Seorang jodoh untukku,” ungkap Ellshora.“Pria yang penuh cinta yang akan da
Perlahan, Ellshora mulai membuka matanya. Ia melihat Luke saat baru saja tersadar.“Luke ....”Luke menarik tubuh Ellshora dalam dekapannya. Rasa khawatir Luke cukup memuncak saat melihat Ellshora tenggelam di kolam sedalam lima meter itu.“Syukurlah, kau sudah sadar, Ell. Aku sangat cemas,” ucapnya dengan perasaan lega. Bahkan detak jantung yang tak beraturan, cukup jelas di telinga Ellshora.Sikap Luke membuat Ellshora sendiri tercengang. Dalam dekapan tangan Luke, suaranya terdengar rendah. “Kau menyelamatkanku, Tuan?”Luke merenggangkan pelukan. Wajah basah Ellshora sangat jelas dalam pandangan dekatnya. Sementara, ia juga tengah mengatur nafasnya.“Ell, kau baik-baik saja? Apa kita perlu ke rumah sakit sekarang?” tanya Luke khawatir.Ketika Luke hendak bangkit dan berencana segera ke rumah sakit, Ellshora menarik tangan pria itu. “Kau mengkhawatirkanku, Luke? Sebesar itukah rasa pedulimu terhadapku?”Luke menelan ludah, ada perasaan yang sulit dipaham dalam hatinya sekarang. Peras
Sudah hampir jam sebelas belas sekarang. Luke menghentikan mobil di sisi jalan beberapa meter dari rumah Ellshora. Seperti permintaan Ellshora sebelumnya. Ellshora membuka pintu dan turun dari mobil Luke. Sementara, Luke juga ikut keluar sambil membawa boneka minions yang ia beli di festival tadi. “Terima kasih untuk malam ini, Luke,” ucap Ellshora. Luke menunjukkan senyumnya lagi. “Bawa ini,” katanya, menyerahkan boneka itu pada Ellshora. Tapi Ellshora yang keheranan tak langsung menerima. “Kau membelinya untuk di taruh di kamarku, kan?” “Meski aku suka minions, tapi kurasa boneka tak cocok denganku. Jadi ... ambil saja untukmu,” kilah Luke. Sejak awal Ellshora memang alasannya membeli barang itu. Hanya saja, ia enggan mengakui. “Baiklah kalau meminta.” Akhirnya Ellshora menerimanya, dengan raut wajah yang membuat Luke cukup senang pula. “Aku harus langsung pulang. Sekali lagi, terima kasih untuk malam ini,” pamit Ellshora. Luke terus memandangi punggung Ellshora. Gadis itu
“Apa pria itu seorang ayah yang telah meninggalkanmu dan ibumu?”Pertanyaan Luke membuat Ellshora tersentak. Ia merasakan kegelisahan yang tak diungkapkan.“Maaf. Tapi bisakah kita tak membahas soal itu?” ucap Ellshora mencoba membebaskan diri dari pembicaraan ke arah yang lebih sensitif.Luke melihat ekspresi wajah Ellshora yang seolah menunjukkan bahwa ia tengah memohon. “Oh, oke. Maaf.”Sejak awal pertemuan Luke dengan Ellshora, gadis itu selalu menunjukkan sisi berani seolah tanpa kelemaan dan juga banyak bicara. Tapi malam ini, Luke telah melihat sisi lain seorang Ellshora.Kopi hangat di cangkir sudah habis, Ellshora bangkit dan bersiap untuk pergi.“Jam kerjaku sudah selesai, kan? Aku pamit pergi, Tuan,” ucap Ellshora meletakkan kunci mobil di atas meja.Luke mengerutkan dahi. “Sudah kukatakan waktu itu, kau bisa menggunakan mobilku untuk pulang. Kau lupa?”“Terima kasih sebelumnya, Tuan. Tapi maaf, aku harus menolak fasilitas mewah itu darimu. Aku lebih nyaman menggunakan taksi
Mobil melesat cepat ke depan, dan Ellshora melihat pembatas jalan cukup dekat dengannya. Ellshora cepat menghentikan laju mobil dengan menginjak pedas rem. Hingga decitan terdengar cukup keras. Citttttt! Tepat satu meter jarak antara pembatas jalan dan mobil yang berhasil Ellshora hentikan mendadak. “Ellshora!” bentak Luke yang merasa jantungnya nyaris lepas. Luke geram, sangat geram. Sebab ia berpikir Ellshora mengabaikan ucapan Luke sebelumnya dan masih mengemudi dengan kacau. “Kau ingin membunuhku, hah!” Suara bentakan Luke seolah tak menembus pendengaran Ellshora. Ellshora tak mendengar apapun yang masuk ke telinganya. “Sudah kukatakan ...” Luke berhenti. Ia melihat ke depan. Ellshora masih diam, tatapannya kosong. Deru nafas yang tek beraturan terdengar jelas di telinga Luke. Dalam ingatan Luke, ia pernah merasakan sitasi seperti ini sebelumnya. Dan saat ia mencoba menyeret dirinya ke waktu yang telah berlalu, Luke teringat sesuatu. “Ellshora?” Luke merendahkan nadanya s