Share

Bab 6 : Kembalinya Ingatan Rubi

Kristian merenggangkan pelukan pada wanita muda di hadapannya yang terpaku bingung. Netra tuanya sudah bersimbah air mata, ia menatap sang putri tercinta dengan sorot yang sendu.

"Kamu baik-baik saja selama ini, Nak?" tanyanya pada Rubi pelan dan sedikit terisak.

Rubi tersentak dari ketermanguannya. "Ba–bapak kenal saya?" tanyanya memastikan.

Kristian menilik tampilan sang putri yang kini berubah. "Kamu kenapa pakai kerudung seperti orang Islam begini, Nak?"

"Ha?" Rubi semakin bingung dengan orang tua di hadapannya itu.

Harun melangkah ke arah Kristian. "Bapak kenal dengan dia?" tanya lelaki berwajah teduh itu. Ia berpikir, boleh jadi pria paruh baya itu adalah keluarga dari wanita yang ia panggil Nisa selama ini.

"Dia Rubi, putri Pak Kris ini," sambar Vicky sembari ikut maju mendekati Kristian.

Harun mengerutkan dahinya.

Rubi masih terdiam mencerna situasi.

"Nisa mengalami amnesia. Dia selama ini tinggal di rumah saya," tutur Harun menjelaskan.

"Amnesia ...? Nisa?" Kristian tersentak kaget. Sorot matanya nanar. Sejurus kemudian ia kembali mencengkram dadanya yang terasa bertambah nyeri, "aakh!" Pria tua itu menunduk menahan sakit.

Semenjak merasa kehilangan sang putri, kesehatan Kristian memang semakin menurun. Ia sangat bersedih dikarenakan putri semata wayangnya disangka telah meninggal dunia.

"Om, kenapa?!" Vicky langsung menyambar tubuh Kris yang sedikit terhuyung.

"Bapak tidak apa-apa?" Rubi juga menahan tubuh sang ayah. Ia menatap Kristian dengan sorot prihatin.

Kristian mengangkat pandangannya ke arah Rubi. Ia merasa sorot mata sang putri bukanlah seperti tatapan putrinya yang dulu. Gadis itu seperti orang lain ketika melihatnya.

"Aaaakh!" Kristian tiba-tiba ambruk, jatuh ke lantai.

Vicky yang sudah memegang pundak Kristian tak mampu menahan bobot tubuh pria tua yang sudah terkulai itu. "Tolong panggil dokter!" serunya panik.

Rubi pun bersimpuh memegang tubuh Kristian yang lemah di hadapannya. Di dalam hatinya berkecamuk. Ia bingung harus berbuat apa. 'Benarkah ini ayahku?' tanyanya membatin.

Jauh di alam pikirannya, Rubi memang seakan mengenal ... sangat kenal dengan pria tua tersebut. Akan tetapi, kepalanya mulai terasa sakit ketika berusaha keras untuk mengingat.

Keluarga pasien di sebelah Nada mulai berkerumun di sekitar mereka.

Harun lari bergegas ke luar ruangan untuk mencari bantuan.

Tidak lama kemudian bantuan pun datang, beberapa perawat mengangkat tubuh Kristian yang tak berdaya ke atas sebuah brankar. Lelaki tua itu dibawa ke ruang pemeriksaan. Vicky ikut mengiringi sang calon mertua.

Rubi menatap gamang tubuh lemah ayahnya yang semakin jauh dibawa pergi. Seketika kepalanya terasa semakin kuat berdenyut. Ia spontan menekan dahinya itu sambil meringis kesakitan.

"Kamu tidak apa-apa, Nis?" tanya Harun cemas ketika melihat ke arah Rubi yang seperti menahan sakit.

Tiba-tiba pandangan mata Rubi menjadi kabur. Ia terhuyung dan nyaris saja jatuh jika tidak segera disambut oleh Harun.

"Nisa!" seru Harun sembari menangkap tubuh yang terkulai dan perlahan akhirnya tak sadarkan diri.

***

Kristian terkena serangan jantung. Walaupun nyawanya masih selamat, tetapi keadaannya cukup mengkhawatirkan dan mesti dirawat di ICU.

Sementara sang putri juga dirawat di ruang perawatan. Dokter berkata kepada Harun kalau tensi darah Rubi rendah. Wajar saja, beberapa hari belakangan ini ia memang kurang istirahat, sebab menjaga Nada yang sakit. Ditambah pertemuan yang tidak disangka-sangka dengan ayah kandungnya, itu sedikit membuat dirinya shock.

***

"Iya, Bi. Kalau mau ke sini gak apa-apa. Tapi hati-hati ya ...," ucap Harun di saluran telepon selulernya.

Bi Lela merasa khawatir, ia meminjam handphone milik tetangganya untuk menelepon Harun. Wanita tua itu terkejut mendengar Rubi juga ikut dirawat. Akhirnya ia pun segera mempersiapkan diri dan juga Azzam untuk menyusul menuju rumah sakit. Harun sendiri belum menyampaikan perihal pertemuan Rubi dengan ayah kandungnya.

***

Rubi mengerjapkan kelopak mata setelah hampir lima jam kehilangan kesadarannya. Di hadapannya tampak sosok pria tampan yang semakin hari semakin menarik hatinya, Harun. Lelaki itu duduk di sebuah kursi di sebelah brankar pembaringannya.

"Nis, kamu sudah sadar?" tanya Harun ketika melihat Rubi membuka matanya.

"Bang ... Nada dengan siapa?" Rubi balik bertanya. Ia memperhatikan ruangannya yang cukup luas, tidak seperti tempat Nada dirawat.

"Kamu jangan khawatir, Nis. Bi Lela dan Azzam yang jagain Nada." Harun mengulas senyum tipis ke arah wanita cantik di hadapannya. Tatapan lelaki itu tampak berbeda dari biasanya.

Harun sudah menceritakan kepada Bi Lela akan situasi yang terjadi. Bahwa wanita yang mereka beri nama Nisa itu sudah bertemu dengan ayahnya. Rubi sendiri segera dimasukkan ke ruangan VIP oleh Vicky, sang calon suami.

"Pa–papa aku?" Kembali Rubi bertanya.

Dengan sorot heran, Harun menatap lekat Rubi. Apakah wanita itu mengingat sang ayah? "Pak Kristian kena serangan jantung, beliau sedang di ruang ICU sekarang," jawab Harun menjelaskan.

"Apa?" Rubi spontan kaget dan sangat cemas. Ia hendak bangkit dari pembaringannya.

"Nis, sa–bar. Kamu tenang. In syaa Allah keadaan Pak Kris saat ini stabil. Sekarang belum boleh dikunjungi. Kamu tenang ya ...," ujar Harun mencoba menahan Rubi. Bahkan wanita itu masih terlihat lemas dan lengannya juga dalam keadaan terpasang selang infus.

Rubi menghentikan gerakannya dan menatap Harun lekat. Beberapa saat kemudian ia mengurungkan diri untuk bangkit menyusul sang ayah.

Harun pun membantu memposisikan bantal di belakang punggung wanita itu agar Rubi bisa duduk di tempat tidurnya. Lalu Harun kembali meletakkan bokong di kursinya. Beberapa detik kemudian mereka sama-sama terdiam.

"Bang ...," panggil Rubi pelan.

"Hmm?" Harun menatap Rubi dengan sorot tanda tanya. Apa Rubi ingin menyampaikan sesuatu kepadanya?

"Aku ... aku mulai ingat semuanya ...." Manik indah wanita cantik itu mulai berkaca-kaca.

Harun sedikit terperangah. Ia tertegun mendengar hal itu. Sejurus kemudian lelaki itu berkata, "Alhamdulillah kalau begitu, Nis ... eh, Rubi." Harun meralat panggilannya. Ia tiba-tiba merasa canggung dengan situasi di sana.

"Namaku benar, Rubi. Rubi Angelina. Aku ... aku bukan muslim, Bang." Rubi menundukkan pandangan. Di dalam hatinya merasa gundah, selama tiga bulan belakangan ia sudah terbiasa dengan kehidupannya sebagai seorang muslim. Ia sholat lima waktu, belajar membaca Al Qur'an bersama Bi Lela, bahkan ia sudah menghafal surat-surat pendek dari kitab suci ummat Islam tersebut. Namun, tiba-tiba bagai sapuan badai, semuanya berubah begitu saja. Sekejap saja ia merasa dipermainkan oleh takdir. Tanpa terasa air matanya meleleh menganak sungai.

Harun melihat Rubi tampak sedih pun ikut merasakan kegundahan hati wanita yang sudah mulai mengisi hati keluarganya itu. Ia merasa prihatin dengan keadaan ini. Ternyata Rubi bukan hanya sudah memiliki kekasih, wanita itu juga memiliki keyakinan berbeda dengan dirinya.

"Vicky adalah calon suami aku," lanjut Rubi dengan berurai air mata. Ia mengangkat pandangannya ke arah Harun yang tertunduk. Seakan ingin menelisik sesuatu yang ada di balik dada lelaki tampan di hadapannya, karena dirinya sendiri merasakan suatu rasa spesial yang memercik di dalam hatinya semenjak semakin mengenal pria itu.

Harun mengangguk pelan, ia sudah mendengar informasi itu dari Vicky tadi siang. Selama ini dia sudah berusaha mempersiapkan hatinya untuk bisa menerima kalau-kalau ternyata Rubi memang sudah mempunyai pasangan. Karena wanita tersebut sudah dewasa dan pantas berkeluarga. Oleh karena itulah akalnya memerintah untuk menahan sesuatu yang begejolak setiap berada dekat dengan Rubi.

Akan tetapi, ia tidak menyangka, rupanya informasi ini cukup membuat goresan sehingga sebuah daging merah di dalam dadanya terasa nyeri. 'Mengapa?' tanyanya dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status