Pagi berkunjung shubuh-Shubuh sekali aku datangi kamar Rara sebelum nanti Ina tau kalalu aku tidur di kamar tamu.
ToK Tok Tok “Rara “Panggilku dengan sedikit berbisik melirik kamar Ina yang sudah terdengar sibuk dengan kran airnya, “Ya mas, maaf. Aku masih ngantuk”lirihya membuka pintu “Kamu ini gimana sih kalau Ina melihat aku dari kamar tamu tadi dia bisa curiga. “gerutuku. “Ya mas, ayo buruan masuk. Aku mau mandi dulu.”ujarnya aku masuk dan menghenyak di sofa didepan ranjang tidurnya Rara. Bunyi kran air mulai menyala. Aku kembali rebahan karna masih ngantuk, tak butuh waktu lama terdengar pintu kamar mandi terbuka. Aku menoleh pada Rara yang handukan dengan rambut basah, aku mendegup dan coba mengalihkan pandanganku kelain arah, Rara berjalan ke arah lemari dengan sesekali melirikku yang tampak kikuk, “Maaf mungkin aku bisa keluar sebentar.”ujarku. sejenak Rara menatap dengan wajahSetelah mama berlalu sejenak kami bertiga terdiam, aku mendekat pada mas Feri dan reflek mengelus pipinya. “Mas maafkan mama ya?’’lirihku mas Feri mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum hangatnya padaku. Setelah itu kami menoleh kepada Rara yang tampak berdiri mematung. “Ra tolong ma-“ucapanku terhenti saat Rara membalik dan beranjak kekamar, aku dan mas Feri saling menatap seakan fikiran kami tengah sama, yakni Rara sangat tersinggung dengan perkataan mama tadi. “Mas, aku temui Rara dulu ya.”lirihku, mas Feri hanya mengangguk, dengan pasti aku melangkahkan kakiku menuju kamar Rara. Tok Tok ToK Aku mengetuk pelan pintu kamar Rara , Dia menoleh dan menatap aku datar, “Boleh aku masuk?’’tanyaku, Rara mengangguk pelan. “Hari ini terlalu banyak cekcok, jujur aku belum memaafkanmu dengan sikapmu tadi padaku di dapur, tapi sekarang aku minta maaf untuk perlakuan mama,”ujarku, Rara berdiri dan mendek
POV FERI Pagi berkunjung, untuk pertama kalinya aku bisa menatap matahari terbit dalam pelukan istriku aku tersenyum sembari mengelus-ngelus wajah cantiknya, “Sayang bangun, kita harus kekantor.”ujarku mengecup bibirnya sontak Ina menggeliat dan membuka matanya. “Kamu mandi gih,”ujarku Ina keluar dalam pelukan dan duduk menatap mentari pagi dari celah-celah gorden. “mas ada yang berbeda di pagi hari..”lirihnya membuka tirai gorden dengan senyum, aku beringsut dan tersenyum menghampirinya. “Ada apa?” “Gak tau..”singkatnya dengan senyum simpul. Aku mendekat merekahkan senyum hangat mengelus pipinya dan berkata. “Apa kamu senang bisa meluk mas semalaman?”tanyaku Ina tertunduk dengan sedikit senyum, nafasku sedikit lega melihat perubahannya. “Boleh mas peluk lagi?”pintaku Ina menghela nafas sedikit, dan mengangguk pelan. Reflek aku memeluk tubuhnya, “Makasih ya sayang.”
POV FERI Sial, kenapa aku bisa kebablasan begitu tadi sama Rara, ini sangat meresahkan sekali sepertinya setelah sekian lama bersabar aku tidak biisa mengontrol syahwatku lagi. Dan kesalnya kenapa Rara malah nurut dan diam saja, lebih mengejutkan lagi dia malah minta nikahin, aku harus bagaimana. Aku mencintai Ina. Rasanya aku tidak sanggup jika harus mengkhianati janji pernikahan kami. Karna memang dari awal aku sudah fikirkan resiko ini, “Tuhan beri aku kesabaran supaya aku tidak salah melangkah,”bisikku gundah. Sembari mengusap wajahku, malam sudah semakin larut otakku tak bisa berpikir dengan baik, tadinya aku fikir ini akan berhasil, karna kata psikolognya, tanamkan rasa ingin tau tentang indahnya bercinta pada Ina, tapi sama sekali dia tidak peduli, yang ada aku sendiri yang terjerat disini, aku sadar aku juga salah pada Rara, aku telah mengaduk-aduk perasaan gadis itu, wajar memang dia menyimpan perasaan untukku. Aku egois jika aku berfikir dia harus p
POV FERI Aku Terduduk lesu di tepi ranjang hotel setelah bangun dari tidurku, kembali aku hela nafas sesak saat mematikan ponsel, ada beberapa panggilan tak terjawab darii Ina, aku lagi males bicara pada Ina sekarang, mungkin aku harus menjauh dulu dari hidupnya agar dia puas. Aku sudah sangat putus asa sekali sekarang, apa yang harus aku lakukan. Untuk menyembuhkan Ina segala cara sudah aku tempuh bahkan telah membawa wanita lain ke dalam rumah tangga kami, bergegas aku kekamar mandi dan berkemas, hari ini aku akan temui seseorang yang berpengaruh bagi hidup Ina.Yang selama ini selalu menannyakan kabar Ina dan berharap Ina baik-baik saja, ya itu ningsih ibu kandungnya Ina, aku tidak pernah beri tau Ina kalo aku masih aktif berkomunikasi dengan ibu kandungnya karna memang Ina tidak ingin bertemu dengan ibunya. Setelah selesai berkemas, aku keluar dari hotel dan melaju ke kontrakan mertuaku itu, Sesampai disana aku mengetuk pintu dengan tertatih dan terbopoh wanit
POV RARA “Tolong, jaga sikapmu, kamu tau siapa dia yang kamu ganggu?’’ucapnya lirih dengan gigi tergetakkan, aku coba menyimak dengan rasa cemas bahwa mba Ina bisa saja bertindak lebih, “Mba ini siapa?, saya hanya mencoba membujuk pacar saya.’’ujar Aldo, Mba Ina tampak menoleh ke lain arah, dan berkata. “Pacar katamu, dia itu sud-‘’ ucapan mba Ina aku cegat dan tergesa aku mengenggam lengannya. “Mba kita pulang aja ya, males juga ladeni dia”ujarku melirik Aldo. ‘’Tapi Ra, kita harus bicara.”ucapnya berusaha mencengkram lenganku namun melihat tatapan sinis mba Ina pada tangan Aldo membuat dia harus melepaskann pegangannya perlahan, merasakan Aldo tak mengenggamku lagi aku menyeret mba Ina dan menjauh. Sesampai di mobil, aku bungkam tak tau harus berkata apa pada mba Ina, dia menghidupkan mesin mobil dan menggerutu, “Banyak sekali orang yang tidak waras didunia ini”gerutunya, aku menghela nafas dan ber
Pagi berkunjung untuk pertama kalinya aku tidak semangat bangun pagi dirumah ini, rasanya aku tidak percaya bahwa aku akan pergi, aku mendengar suara dari dapur, reflek aku berdiri dan melihat sepasang kekasih itu, mas Feri tampak menemani mba Ina membuatkan sarapan sambil sesekali mencandainya entah kenapa hatiku hangat melihatnya, segera aku kembali kedalam dan bersiap untuk mandi. Aku harus siapkan barang-barangku, aku harus pergi seperti yang dikatakan mas Feri semalam, ku coba tarik nafas dalam dan membuangnya berat entah kenapa ada sesak didadaku, rasanya aku tidak sanggup untuk pergi. Di jam Sembilan pagi, aku sudah rapi dan beranjak keluar. “Ayo Rara kita sarapan dulu,”pinta mba Ina menyeretku ke meja, sontak aku nanar melihat tingkahnya aku coba melirik mas Feri untuk minta jawaban dari wajahnya namun dia memasang wajah datar, mungkin dia belum kasih tau mba Ina tentang semuanya, aku menghenyak di kursi dan coba diam. Mba Ina tampak senyum melirik se
POV RARA Tiga Hari berlalu, aku sudah sangat bosan dengan keadaan rumah yang selalu ribut, mama dan ayah tiriku selalu saja cekcok tentang keuangan yang semakin menipis salah sendiri dia memilih pria miskin setelah selama ini mama tak pernah inginpunya suuami kere mungkin karna mama merasa dia sudah kaya hingga membiyai hidup parasit itu, dalam lamunanku di kamar, mama datang meghampiriku, TRAKT Bunyi pintu kamar terbuka “Rara, kamu punya taabungan gak? Mama pinjam donk, mama dah setres ini, keuangan kita makin menipis”gerutu mama saat menemuiku, aku reflek geleng-geleng dengan sedikit terkekeh mendengar itu. “Ma, aku dah gak pulang sampai sebulanan, tapi pas aku pulang bukannya bertanya aku kemana aja? Aku gak punya uang mah, aku bekerja untuk diriku sendiri, lagian saat Rara butuh mama dimana?”tanyaku meliriknya mondar- mandir didepanku. Dia memijit sedikit dahinya dan berkata. “Mama tak habis pikir kenapa bisa mama s
POV INA Setelah dari kamar Rara tadi aku kembali kekamarku, bisa aku lihat mas Feri berdiri di balkon sembari menatap langit cerah, aku mendekat dan coba menyapanya. “Mas,” sapaku dia menoleh sebentar dan kembali menatap langit yang sudah mulai berbias jingga itu, dia tampak menggetarkan bibirnya seolah ragu tentang apa yang akan dia katakan. “Kamu terlalu fokus pada Rara hingga tak pedulikan phobiamu,’’ ujarnya, aku tertunduk dan coba menghela nafas berat. “Aku sudah menyerah mas, Ina merasa hidup Ina sudah normal. Sudah, kita tak perlu buang-buang waktu. Terima kasih kamu telah membawa Rara kerumah ini.’’ujarnya. mas Feri terdengar berdesih reflek meremas bahuku dan berkata. “Setelah semua ini, aku bahkan berharap kamu itu normal Ina, kamu tau? Sakit saat aku coba terangkan pada diriku bahwa istriku tidak normal. Tolong buat aku mengerti bahwa istriku baik-baik saja.”ujarnya. aku menatap bulat bolan matanya, “Ada