Home / Historical / PERMAISURI YIN / Kesepian di Istana Naga Perak

Share

Kesepian di Istana Naga Perak

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-10-07 15:56:46

Ribuan Tahun sebelum Shanghai menjadi kota modern

Di masa Dinasti Tang, di sebuah istana cukup megah yang dikenal sebagai Istana Naga Perak, hiduplah seorang permaisuri bernama Li A Yin. Tubuhnya lemah dan sering sakit-sakitan, hingga membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar yang dingin dan sunyi.

Sejak dinikahi oleh Pangeran Kedua, hidupnya berubah drastis. Pangeran yang gagah berani harus meninggalkan istana untuk berperang di perbatasan. Meninggalkan wanita bermata sendu itu dalam kesendirian yang mendalam.

Hari-hari berlalu dengan lambat di Istana Naga. Li A Yin sering duduk di dekat jendela besar yang menghadap ke taman istana, memandangi bunga-bunga yang bermekaran tanpa bisa menikmati keindahannya. Permaisuri Yin—begitu dirinya kerap dipanggil mudah sesak napas jika kelelahan.

Setiap kali angin berhembus, ia merasakan dingin yang menusuk hingga ke tulang, seolah-olah mengingatkannya pada jarak yang memisahkan dirinya dengan sang suami.

Para pelayan istana selalu siap melayani, namun tidak ada yang bisa mengisi kekosongan di hati Li A Yin. Ia merindukan senyum hangat dan sentuhan lembut Pangeran Kedua, yang kini hanya tinggal kenangan.

Rumor yang beredar, kaisar terpengaruh oleh Selir Agung Ming yang membenci pangeran kedua. Hingga tega mengirim sang putra yang dingin dan jarang senyum ke perbatasan setelah melewati malam pertama.

Setiap malam, sang permaisuri berdoa agar suaminya kembali dengan selamat. Namun perang, seolah tak pernah berakhir. A Yin ingin menyusul, tapi naik kereta saja ia bisa jatuh sakit.

Di tengah kesepiannya, Li A Yin menemukan pelipur lara dalam seni kaligrafi dan puisi. Ia menulis tentang kerinduannya. Tentang harapan dan ketakutan yang menghantui setiap malam.

Kertas-kertas penuh tulisan itu sang permaisuri simpan dalam sebuah kotak kayu. A Yin berharap suatu hari nanti Pangeran Kedua akan membacanya dan mengerti betapa besar cintanya. Namun, waktu terus berjalan dan Li A Yin semakin tenggelam dalam kesedihan.

Tubuhnya yang lemah semakin tak berdaya menghadapi beban rindu yang tak terucapkan. Istana Naga yang megah kini terasa seperti penjara emas, tempat di mana ia terkurung dalam bayang-bayang masa lalu.

***

Li A Yin tidak tertarik terjun ke dalam dunia politik. Hal itu membuatnya menjadi sasaran empuk bagi Selir Agung Ming yang ambisius.

Selir Ming sering mengintimidasinya, memanfaatkan kelemahan Li A Yin untuk memperkuat posisinya di istana. A Yin menjadi kambing hitam, hingga sering kali istana naga perak dijatuhi hukuman.

Pada pagi yang dingin, Li A Yin sedang menulis puisi di kamarnya. Ia ingin mengirim untuk sang pangeran. Sekaligus keluhan karena sering disiksa. Namun, Selir Agung Ming datang tanpa diundang.

“Permaisuri Yin, apakah kau tidak bosan hanya duduk di sini dan menulis puisi?” tanya Selir Ming dengan nada sinis. Tangannya diberikan kuku-kuku emas panjang nan megah.

“Ini adalah satu-satunya cara bagiku untuk mengisi waktu dan mengurangi kesedihan.” Li A Yin mengangkat wajahnya yang pucat dan menjawab dengan suara lemah.

“Kau seharusnya lebih pintar ketika masuk ke dalam istana. Tanpa perlindungan dan kekuatan, kau hanya akan menjadi boneka yang mudah dihancurkan.” Selir Agung Ming menaikkan sebelah alisnya.

Li A Yin menunduk, air mata mulai menggenang di matanya. Ia tahu bahwa keluarganya tidak memiliki kekuatan politik untuk melindunginya.

“Aku hanya ingin suamiku kembali,” bisiknya pelan. Selir Ming kemudian mendekat dan berbisik di telinga Li A Yin.

“Jangan berharap terlalu banyak, Anakku. Dunia ini kejam, dan hanya yang kuat yang bisa bertahan, ha ha ha.”

Setelah Selir Ming pergi, Li A Yin menangis dalam kesendirian. Tidak ada yang bisa melindunginya, dan ia merasa semakin terpuruk dalam kesedihan dan ketidak berdayaan.

Suatu hari, saat Li A Yin sedang duduk di taman istana, seorang pelayan setia tanpa nama—atas perintah Selir Agung Ming—datang mendekatinya. Pelayan itu adalah satu-satunya orang yang Li A Yin percayai sepenuhnya.

“Permaisuri, kau tidak apa-apa?” tanya pelayan A Yin.

“Aku ingin mati saja,” jawab A Yin dengan napas sesak.

“Jangan, Permaisuri, hamba akan ada di sini untuk melindungimu walau nyawa taruhannya.” Hamba sahaya A Yin begitu setia. Pelayan yang sering dipanggil kera busuk oleh Selir Agung Ming.

***

“Permaisuri, ada surat datang dari Pangeran.” Hamba sahaya itu berlari dengan penuh semangat.

Li A Yin menatap matanya penuh harap. Pelayan membuka surat dan A Yin membaca dengan suara yang tenang.

“Permaisuri yang tercinta, aku berharap surat ini menemukanmu dalam keadaan sehat. Perang di perbatasan masih berlanjut, tapi aku berjanji akan kembali secepat mungkin. Tetaplah kuat dan jangan biarkan kesedihan menguasaimu. Aku merindukanmu setiap hari. Tertanda Pangeran Kedua.”

Air mata mengalir di pipi Li A Yin.

“Aku merindukannya. Aku merasa begitu lemah dan tak berdaya tanpamu. ”Pelayannya menggenggam tangan Li A Yin dengan lembut.

“Permaisuri, tetaplah tersenyum. Pangeran Kedua akan kembali, dan kau harus siap menyambutnya dengan senyum.”

Tidak semua hari di Istana Naga Perak dan keseluruhan istana dipenuhi dengan harapan. Selir Agung Ming terus mencari cara untuk mengintimidasi Li A Yin.

Di tengah kesedihannya, Li A Yin bertekad untuk bertahan. Ia mulai belajar tentang politik istana dari pelayannya, yang diam-diam mengumpulkan kabar dari para pelayan lainnya.

Li A Yin tahu bahwa ia harus kuat, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk suaminya yang sedang berjuang di medan perang.

Konflik semakin memanas ketika seorang pejabat tinggi istana— Menteri Huang—mulai menunjukkan ketidak sukaannya terhadap Li A Yin. Menteri Huang adalah sekutu dekat Selir Agung Ming dan sering kali menggunakan posisinya untuk menekan Li A Yin.

Pada siang hari, ketika Li A Yin sedang berjalan di dalam pustaka kerajaan, Menteri Huang mendekatinya dengan wajah serius.

“Permaisuri, Anda harus lebih berhati-hati. Banyak yang tidak senang dengan kedudukanmu di istana,” ucap Menteri Huang dengan nada mengancam. Li A Yin mencoba tetap tenang.

“Aku hanya ingin menjalankan tugas sebagai permaisuri dan menunggu Pangeran Kedua kembali.”

Menteri Huang mendekat. Sungguh ia benci melihat wanita lemah itu.

“Jika kau tidak segera menunjukkan kekuatan, kau akan kehilangan segalanya. Selir Ming dan aku memiliki banyak pengaruh di istana. Jangan berpikir bahwa kelemahanmu akan dibiarkan begitu saja. Dan ingat juga, setiap kesalahan yang kau lakukan pelayanmu akan dihukum juga.” Menteri Huang tersenyum tipis.

Li A Yin merasa ketakutan, tapi ia tahu bahwa ia harus tetap kuat.

“Aku akan melakukan yang terbaik untuk melindungi diri serta para pelayan di dalam Istana Naga Perak.”

Menteri Huang pergi. Li A Yin merasa semakin tertekan. Namun, ia bertekad untuk tidak menyerah.

Dengan bantuan pelayannya, ia mulai merencanakan langkah-langkah untuk memperkuat posisi dan melindungi dirinya dari ancaman yang terus datang.

Sayangnya, A Yin salah memilih lawan. Selir Agung Ming adalah orang yang keji dan tak berperasaan.

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PERMAISURI YIN    Kebahagiaan yang Sempurna

    "Apakah kau gugup?" tanya Li Wei perlahan.“Sangat gugup karena harus berjalan sejajar dengan seorang pangeran berpakaian merah menyala,” bisik Su Yin sambil menahan debar. Ia nyaris tak percaya bisa melewati prosesi pernikahan di dunia sekarang.“Kalau begitu, aku harus meyakinkanmu bahwa pangeran ini tidak akan membuatmu tersandung di altar.” Li Wei tertawa dengan penuh kehangatan.Langkah mereka menyatu dan perlahan menapaki jalan yang ditaburi kelopak bunga peony sesuai permintaan Su Yin. Di kiri kanan, para tamu menunduk hormat. Semua terlihat bahagia.Tamu lebih banyak rekan kerja Su Yin. Jimmi datang dengan kekasihnya bahkan Jaksa Aaron menggandeng tangan Cecilia sepanjang prosesi berlangsung.“Ini terasa seperti mimpi,” gumam Su Yin.“Kalau ini mimpi,” jawab Li Wei sambil menoleh padanya, “aku harap kita tak pernah bangun.”Su Yin diam sejenak, lalu balas menatap dari balik tirai merah itu. “Jangan menatapku seperti itu, Li Wei. Aku bisa jatuh cinta padamu untuk kedua kalinya,

  • PERMAISURI YIN   Kehangatan

    Angin berembus perlahan di taman bunga, membawa harum bunga peony yang bermekaran di antara jalur batu berusia ratusan tahun. Su Yin berdiri di tengah taman, ia mengenakan jubah kebesaran seorang ratu. Perhiasan emas yang menghiasi rambut, membingkai sosoknya dengan aura seorang ratu yang disegani.Meskipun ia dikelilingi keindahan, hati Ratu Yin terasa hampa. Di kejauhan, suara musik istana menggema dari aula utama, tetapi hanya kesunyian yang menemani langkahnya di taman. Ke mana suami dan anaknya?Suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Su Yin menoleh. Di sana, dengan senyum manis dan mata yang memancarkan kelembutan serta cinta padanya, Raja Li Wei berdiri membawa seikat peony. Warna merah kelopak bunga tampak menyayu dengan pakaian kebesaran seorang raja."Aku pikir kau akan menyukai ini," ujar Raja Li Wei sambil menyodorkan bunga itu kepada Ratu Yin. "Bunga peony melambangkan keindahan seorang wanita serta kemuliaan dan cinta yang abadi."Su Yin menatap suaminya sejenak. Ra

  • PERMAISURI YIN   Pedang Kayu

    Su Yin membeku di pintu masuk unit apartemen. Di depan matanya, Nona Fang menekan Li Wei ke dinding, jemarinya mencengkeram leher lelaki itu dengan kekuatan yang luar biasa. Namun yang lebih mengerikan adalah cahaya berkilauan yang perlahan muncul dari dada Li Wei. Ya, mutiara keabadian terdesak keluar dari tubuh lelaki itu.Su Yin tidak pernah melihatnya secara langsung, tapi Li Wei pernah cerita mendapatkan mutiara keabadian tersebut dan akibatnya ia diincar oleh Nona Fang. Mutiara itu melayang, berpendar dengan energi murni, dan dalam sekejap diserap oleh Nona Fang. Li Wei terhuyung, bibirnya bergetar. Cahaya di matanya meredup, dadanya terangkat, seperti ada sesuatu yang menguras kehidupannya dari dalam. Nona Fang tak hanya menelan mutiara keabadian saja melainkan menginginkan energi murni miliknya juga. Su Yin tak berpikir dua kali. Dengan gerakan cepat, ia meraih pedang kayu Jimmi dan menerjang Nona Fang. Wanita dengan topeng emas itu tersungkur akibat dorongan dari Su Yin d

  • PERMAISURI YIN   Pancaran Energi

    Su Yin melemaskan bahunya yang terasa kaku setelah duduk berjam-jam di meja kantor. Jam sudah hampir tengah malam, dan ponselnya yang tergeletak di samping dokumen masih menunjukkan layar kosong. Li Wei belum menjawab panggilannya. Dengan tarikan napas dalam, Su Yin bangkit dan berjalan ke sudut ruangan tempat Officer Jimmi tengah merapikan loker pribadinya. Lelaki itu tampak sibuk mengemas barang-barang lamanya. Sesekali Jimmi menghela napas seolah-olah tenggelam dalam kenangan lama. “Apa kau pindah divisi?” Su Yin bersandar di pinggir pintu. Jimmi menoleh dan menjawab pertanyaan itu. “Bukan, Nona Yin, aku hanya beres-beres, akhirnya dapat waktu untuk itu.” Tatapannya kembali pada sebuah benda panjang yang ia keluarkan dari dalam loker. Sebuah pedang kayu dengan ukiran kuno di gagangnya. Su Yin langsung mengenali benda itu. "Itu milik Shen Du, leluhurmu?” ucap Su Yin keceplosan.Jimmi mengangkat pedang itu, lalu memperhatikan detailnya sejenak sebelum mengangguk. “Ya. Katanya

  • PERMAISURI YIN   Pencuri

    Angin malam berembus kencang, menerpa rambut Nona Fang yang berwarna merah. Dunia menjadi saksi bisu dari ambisi yang telah lama ia nantikan. Cahaya lampu kota bermain di matanya dan memantulkan kegembiraan yang bercampur dengan rasa sakit.“Aku bersumpah, sakit ini akan berakhir dengan mutiaramu.” Dengan jemari gemetar, ia menyentuh luka di wajahnya. Rasa perihnya tak sebanding dengan perjuangan yang telah ia lalui.Di bawahnya, apartemen Li Wei tampak sunyi. Para penghuninya tak menyadari bahaya yang mengintai. Nona Fang menarik napas dalam-dalam, bibirnya tersenyum tipis. Ia telah merusak rencana Li Wei dan selanjutnya ia akan menghancurkan hidup lelaki itu.***Lift apartemen bergetar pelan sebelum pintunya terbuka. Su Yin melangkah masuk dan menghela napas panjang. Ia lelah setelah seharian bekerja.Di sudut lift, Li Wei sudah berdiri lebih dulu, tangannya ia masukkan ke saku jaket. Tatapan lelaki itu sangat tenang tetapi menyembunyikan sesuatu.“Kau dari mana?” tanya Su Yin, kar

  • PERMAISURI YIN   Merajut Masa Depan

    Su Yin menyandarkan punggung pada dinding dapur yang hangat. Seragam polisinya tergantung rapi di kursi rotan. Hari itu ia baru saja kembali dari patroli malam di distrik tenggara, matanya masih menyimpan kelelahan, tapi bibirnya tersenyum saat mendengar suara kuas Li Wei di ruang sebelah. Sejak tinggal bersama, kehadiran Li Wei seperti menghangatkan kehidupannya yang dingin. Bahkan lelaki itu punya cita rasa masakan yang lebih baik darinya. Selain tentunya kebutuhan batin Su Yin akan cinta dipenuhi oleh Li Wei. Mereka hanya mengulang kemesraan di masa lalu saja.Di dalam studio mungil itu, Li Wei menggerakkan kuasnya perlahan di atas kanvas. Warna-warna lembut mengalir dari jemarinya. Ia mengabadikan cahaya pagi yang menembus tirai jendela. Ia tahu hidup mereka tak akan mudah. Su Yin bekerja dalam risiko, dan ia sendiri masih berjuang untuk menjual lukisan demi menabung masa depan. Tapi justru dalam ketidakpastian itu, mereka menemukan kehangatan.Sayangnya dari balik gang sempit y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status