Home / Historical / PERMAISURI YIN / 5. Pangeran Kedua

Share

5. Pangeran Kedua

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-10-07 15:58:39

“Pangeran, sudahlah, sudah cukup kau terluka parah,” ucap Fu Rong, pengawal pribadi pangeran kedua. Ia telah bersama sejak dulu dan bersedia mengorbankan nyawa demi tuannya.

“Tidak, belum, sedikit lagi kita berhasil!” Pangeran kedua mengangkat pedangnya.

Entah sudah berapa hari yang ia lalui dalam jebakan musuh. Entah sudah berapa banyak darah pengawalnya yang tumpah. Namun, sang pangeran tak menyerah.

“Fu Rong, berapa amunisi yang kita punya?” tanya pangeran kedua. Lelaki yang baru menikah tapi dipisahkan oleh istrinya dengan cara tidak adil.

“Tak banyak, Pangeran, hanya ada lima pengawal pribadi dan hanya tersisa 70 pengawal umum saja.”

“Musuh diperkirakan ada berapa?”

“Sekitar 400 orang, Pangeran.”

“Kalau begitu kita harus berperang dengan cerdas. Kita harus menang, agar kita bisa pulang.” Namun, baru saja mengucapkan kalimat demikian sang pangeran tiba-tiba roboh. Luka di punggung akibat tertancap panah belum sempat diobati.

***

Di bawah langit kelabu yang selalu mengintai perbatasan kota Chang An, Pangeran Kedua, Li Wei, berdiri tegak di atas bukit kecil. Lelaki dengan luka di bagian pungung itu memandang ke arah medan perang yang tak kunjung usai.

Sudah hampir setahun sejak ia memimpin pasukan kekaisaran melawan suku pemberontak yang tak kenal lelah. Setiap hari adalah perjuangan, setiap malam adalah mimpi buruk yang penuh dengan darah dan jeritan.

“Li A Yin.” Pangeran Li Wei menyebut nama istrinya.

Apakah itu rindu atau cinta, ia tak tahu, sebab A Yin wanita yang ia kenal pertama dengan sangat begitu dekat tanpa batasan sama sekali walau sehelai kain.

“Agh.” Lelaki itu memejamkan mata kemudian mengusap luka di lengannya.

Salah satu dari banyak luka yang telah ia terima selama pertempuran. Tubuhnya penuh dengan bekas luka. Namun semangatnya tetap membara. Ia tahu bahwa kemenangan adalah satu-satunya jalan untuk membawa kedamaian kembali ke tanah airnya.

Berbagai strategi telah dicoba. Dari serangan mendadak di malam hari hingga pengepungan yang panjang. Namun suku pemberontak selalu menemukan cara untuk bertahan.

Mereka adalah pejuang yang tangguh. Dipimpin oleh seorang jenderal yang cerdik dan bengis, yang tampaknya selalu selangkah lebih maju dari Li Wei. Atau mungkin ada yang sengaja membocorkan strategi perang?

“Fu Rong,” panggil Li Wei pada pengawal setianya.

“Siap, Pangeran.”

“Apakah ada surat dari istriku?” Sang pangeran menadahkan tangan di atas benteng. Untuk menampung air yang turun dari genting.

“Tidak ada, Pangeran, tapi yang hamba tahu, di istana juga sedang tidak baik-baik saja. Menurut kabar, Permaisuri A Yin sedang menjalin kerja sama politik dengan salah satu menteri.”

Pangeran Li Wei menoleh melihat pengawalnya. Sebab yang ia tahu A Yin termasuk perempuan yang tak mau terjerat urusan politik dengan kubu manapun.

“Apakah istriku sanggup?”

“Soal itu hamba belum menerima kabar, Pangeran.”

“Fu Rong.” Li Wei menarik napas berat. “Kita jalankan serangan terakhir, apa pun hasilnya. Hidup atau mati. Tapi lebih baik mati daripada hidup menjadi budak. Tapi jika aku mati A Yin akan jadi budak. Kita usahakan memperoleh kemenangan di serangan terakhir ini.” Li Wei meminum semangkuk arak sebagai tanda ia siap berperang.

“Baik, Pangeran.” Fu Rong yang setia sejak kecil akan selalu menemani ke manapun tuannya pergi.

***

Pangeran Li Wei mempertaruhkan hidup dan mati dalam menghadapi serangan terakhir. Ia merelakan gelar pangeran kedua di genggaman tangannya. Sebab jelas kata kaisar, jika perang tak dimenangkan maka Li Wei lebih baik mati atau jadi budak saja.

Tekanan ini membuat Li Wei semakin bertekad untuk menang. Meskipun itu berarti harus mengorbankan segalanya.

Di malam yang gelap dan penuh ketegangan, Li Wei memimpin pasukannya dalam serangan terakhir. Dengan Fu Rong di sisinya yang membawa panah dengan kobaran api sebagai tanda siap menyerang.

Pasukan di bawah kepemimpinan sang pangeran menghadapi musuh dengan keberanian yang tak tergoyahkan. Setiap langkah mereka adalah tarian antara hidup dan mati. Setiap ayunan pedang adalah pertaruhan nasib.

Di tengah kekacauan, Li Wei menemukan kekuatan yang tak pernah ia sadari sebelumnya. Dengan tekad yang membara dan sekelebat senyuman A Yin saat keduanya sah sebagai suami istri, ia berhasil memimpin pasukannya menuju kemenangan yang gemilang.

“Matilah kau!” Pedang Li Wei menebas leher sang jenderal dari suku pemberontak.

Suku itu kalah dan memilih mundur. Begitu juga dengan sang pangeran yang mengalami luka dalam cukup parah hingga tak sadarkan diri lagi.

“Bawa pangeran ke barak, sekarang!” Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Fu Rong dan para pengawal menempuh jarak bermil-mil agar pemimpin mereka selamat.

***

“Aku di mana?” tanya pangeran kedua ketika membuka mata.

Rambut panjangnya tidak diikat dan bibirnya kering serta pecah-pecah. Mata jernih sang pangeran seperti melihat A Yin di depan mata.

“A Yin, kau di sini.” Li Wei bangkit dan mencoba menggapai istrinya. Tujuh hari tak sadarkan diri ia bermimpi buruk kalau sang permaisuri akan segera dihukum mati.

“Pangeran, kau sudah sadar. Dia bukan permaisuri, dia hanya pelayan biasa.” Fu Rong datang tepat waktu.

“Oh, kupikir …” Li Wei duduk kembali setelah lelah berdiri.

“Pangeran, sebaiknya lekas beristirahat. Hamba akan panggilan tabib untuk memeriksamu. Tenang saja perbatasan sudah aman dan suku pemberontak sudah mundur semuanya.”

Fu Rong berbalik setelah pangeran duduk tenang. Namun, sebuah surat jatuh dari pinggangnya. Li Wei bangkit perlahan dan mengambil serta membaca surat itu.

“Apa ini?” Terlihat jelas gurat kemarahan di wajah Li Wei.

Surat itu berisikan kabar buruk bahwa Permaisuri Li A Yin akan segera dieksekui mati karena terbukti membunuh menteri keamana dalam istana.

“Memukul nyamuk saja A Yin tidak berani, apalagi membunuh orang.” Pangeran berdiri semampunya. Ia meraih baju resmi dan sesegera mungkin berkuda menuju istana.

“Pangeran, kau mau ke mana?” Fu Rong baru saja datang membawa tabib.

“Menyelamatkan istriku.” Li Wei membuang surat itu hingga sang pengawal pun terkejut.

“Maafkan hamba, Pangeran, tapi kau sedang terluka, sedangkan perjalanan ke Chang An memerlukan waktu kurang lebih satu minggu jika kita berkuda tanpa lelah. Menurut ham—”

“Kau ingin kau membiarkan istriku mati karena kesalahan yang tak mungkin ia lakukan!” Suara sang pangeran menggelagar.

Semua yang ada di sana termasuk Fu Rong berlutut karena takut dihukum mati. Pembawaan serta keberanian Li Wei sudah hampir mirip dengan sang kaisar terdahulu.

“Maafkan hamba, Pangeran.”

“Aku akan pergi menemui A Yin. Siapkan pasukan kecil untuk berangkat denganku. Jika ada yang memberontak penggal saja kepalanya.” Pangeran kedua dengan wajah pucat nekat pergi.

Li Wei abaikan luka dalamnya demi menyelamatkan A Yin. Bahkan jika ada yang berani melukai permaisuri akan ia penggal dengan pedangnya sendiri.

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • PERMAISURI YIN   6. Dimensi yang Membingungkan

    Su Yin yang kini terperangkap dalam tubuh Permaisuri Li A Yin merasa bimbang dengan apa yang ada di depan matanya. Semua serba tradisional dan ketinggalan zaman. Bahkan cermin di depannya saja tidak mampu memantulkan bayangan wajah dengan sempurna seperti di masa depan. Tidak ada lampu, yang ada hanya lilin di setiap sudut kamar. “Permaisuri,” panggil pelayan setia A Yin. “Iya, kenapa, ada yang bisa aku bantu?” Terbiasa hidup sebagai polisi membuat Su Yin harus tanggap dengan panggilan. “Permaisuri, jangan terlalu sopan, hamba ini hanya seorang budak.” “Budak?” Su Yin mengedipkan mata cepat. “Kenapa aku bisa ada di masa kerajaan? Lalu kasus pembunuhan yang aku periksa bagaimana? Officer Jimmi juga bagaimana?”“Permaisuri, apakah ada yang mengusik hatimu?” “Ada banyak dan aku ingin bertanya, tapi sebelumya aku ingin tahu siapa namamu?” “Ah, hamba tidak punya nama, Permaisuri. Biasanya Selir Agung akan memanggil hamba kera busuk saja.” “Kenapa begitu?” tanya Su Yin keheranan.

    Last Updated : 2024-10-29
  • PERMAISURI YIN   7. Menerima Keadaan

    “Kurang ajar, lelaki hidung belang. Habis ambil perawan dia kabur, bededah busuk, aku cincang baru tahu!” Permaisuri berdiri lagi dengan wajah penuh amarah. Jauh sekali perbedaan antara A Yin dan Su Yin walau wajah dan tubuh sama persis. “Permaisuri, tenangkan dirimu. Jangan memaki pangeran kedua. Beliau itu pangeran yang berpengaruh setelah putra makhkota. Ditambah lagi pangeran adalah suamimu, jadi hormatlah dengan beliau.” Xu Chan mengingatkan sambil menelan ludah. Entah kali keberapa sudah ia melihat tuannya marah-marah sejak bangkit dari kubur. “Peduli apa aku, walau dia kaisar sekalipun. Gubernur saja pernah aku penjarakan.” Su Yin duduk dan menarik napas panjang. Sore yang terasa berangin dan menerbangkan anak rambut di wajahnya. “Permaisuri, hamba belum selesai bicara. Setelah melewati malam pertama, Pangeran Kedua mendapat panggilan perang mendadak dari perbatasan karena itu beliau pergi meninggalkan kita semua di sini.” “Panggilan perang?” gumam Su Yin perlahan. Ia masi

    Last Updated : 2024-11-01
  • PERMAISURI YIN   8. Konspirasi Dalam Istana

    Selir Agung Ming duduk di dalam kamarnya. Kepala wanita bengis itu terasa pusing hingga pelayan datang membuka semua perhiasan mewah dan mulai memijit kepalanya. “Bagaimana mungkin,” ucap Ming Hua sambil menarik napas. “Katakan padaku bagaimana caranya orang mati bisa hidup lagi.” Mata wanita itu masih memejam. “Hamba tidak tahu, Selir Agung.” “Sudah jelas sekali dia bersimbah darah dan tubuhnya dingin serta kaku. Aku sendiri yang memegangnya. Saat peti mati akan ditutup lalu A Yin tiba-tiba saja bangun. Ini sungguh di luar rencana.” “Selir Agung, apakah butuh tabib?” tanya pelayannya yang bernama Cu Li. “Tidak, siapkan air hangat, aku ingin menyegarkan tubuhku. Tambahkan bunga mawar di dalamnya. Aku harus menemukan keanehan yang terjadi siang ini.” Atas perintah Ming Hua, pelayan setianya undur diri. Wanita itu membuka bola matanya, lalu tiba-tiba saja ia kaget. Wujud Li A Yin baru saja ada di depan mata dengan wajah pucat dan bibir bersimbah darah. “Apa ini, kenapa jadi seram

    Last Updated : 2024-11-01
  • PERMAISURI YIN   9. Rencana Licik

    Utusan berpakaian hitam itu memegang perutnya yang kena tendang Su Yin. Ia merupakan salah satu pengawal Menteri Huang dan cukup terkejut dengan ketangkasan sang permaisuri yang dikenal sebagai wanita lemah tak berdaya. “Aku harus pergi dari sini. Aku hanya mengujinya saja bukan cari mati.” Pengawal itu mulai ketakutan. “Siapa yang mengutusmu untuk membunuhku. Apakah kau tak tahu kalau aku ini istri pangeran kedua?” Su Yin memanfaatkan kedudukannya. Ia bergerak ke kiri ketika melihat langkah utusan itu ingin melarikan diri dari kamarnya. “Tidak menjawab? Jangan khawatir, aku selalu punya cara untuk membuat penjahat mengaktu.” Su Yin mengambil salah satu guci dan melempar ke arah utusan itu. Lelaki tersebut menghindar dan hampir kepalanya kena. Suara pecahan guci membuat seluruh penghuni istana naga perak bangun dari tidurnya. Mereka berlarian ke kamar sang tuan takut terjadi sesuatu sebab istana itu tidak ada pengawal lelaki yang mumpuni. Namun, ketika para pelayan sampai di depa

    Last Updated : 2024-11-02
  • PERMAISURI YIN   10. Su Yin VS Kejaksaan

    Su Yin bangun di pagi hari menuju siang. Tubuhnya yang lelah sebab perjalanan waktu membuatnya harus beristirahat lebih banyak. Bangun-bangun sudah ada tiga pelayan setianya yang membawakan air cuci muka, kain bersih dan sisir. Padahal ia bisa melakukan itu sendirian. “Astaga, aku merasa seperti Cinderella saja.” Su Yin menguap sangat besar. Biasanya ketika bangun pagi ia akan sikat gigi, cuci muka, minum kopi dan makan roti. Sekarang? Jangankan roti, gula saja susah untuk didapat. “Permaisuri, seorang istri pangeran tidak boleh menguap terlalu besar. Tidak enak untuk dipandang.” Xu Chan mengingatkan tuannya yang amnesia.“Selain menguap, kentut pun tidak boleh? Terus sendawa dan terbawa ahahahahahaha, boleh tidak?” Su Yin merasa aturan istana semakin tidak masuk akal. “Tidak boleh terlalu kuat, Permaisuri, ada aturan yang harus kita jalankan.” “Terserah, aku tak mau ikut aturan yang keterlaluan seperti itu.” Su Yin mencuci muka dan mengeringkan wajah pakai kain bersih yang diba

    Last Updated : 2024-11-03
  • PERMAISURI YIN   11. Cinta Pangeran

    Shen Du sedang meditasi tingkat tinggi dalam ruangan khusus yang hanya ada diri sendiri, dupa, lilin aroma bunga dan tentu saja arwah penasaran Li A Yin. “Sedikit lagi,” ucapnya ketika memasuki dimensi di mana pertukaran A Yin dan Su Yin terjadi. Lalu tiba-tiba saja ia batuk dan bibirnya mengeluarkan darah. Hal yang Shen Du lakukan sangat berbahaya dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan spiritual tingkat tinggi. “Akhirnya aku mengerti juga, darimana dia berasal.” Shen Du menahan nyeri di dadanya. Ia mengalami luka dalam karena melakukan perjalanan berbahaya. Arwah Li A Yin memandang Shen Du dengan lurus. Seolah-olah ada yang ingin disampaikan dan ia pun ingin pergi dari ruang spritual. Namun, arwah permaisuri terkurung di sana karena energi spritualnya terlalu besar. “Permaisuri, engkau ingin kembali ke tubuhmu, bukan?” tanya Shen Du. Hanya ia saja yang bisa melihat Li A Yin. Arwah permaisuri mengangguk. “Sayangnya, tubuhmu sudah ada yang mengisi, ini sangat

    Last Updated : 2024-11-05
  • PERMAISURI YIN   12. Alibi

    Su Yin memberi peringatan pada para petugas yang menawan pelayannya. Jangankan batu, pisau pun akan ia lemparkan kalau berani menyakiti orang-orangnya. “Katakan apa mau kalian?” tanya Su Yin dengan suara lantang. Sebuah keributan hampir siang hari yang berhasil menarik perhatian orang lewat. Beberapa dayang dari luar berkerumun di depan istana naga perak. “Permaisuri Yin harus ikut kami ke kantor kejaksaan dan kepolisian untuk diperiksa,” jawab petugas yang membawa lencana khusus. “Hmm, di masa lalu kejaksaan dan kepolisian ternyata menjadi satu instansi,” gumam Su Yin perlahan. “Permaisuri harus ikut sekarang, terkait kasus pembunuhan Menteri Zhang.” “Tidak, jangan bawa tuanku. Sebagai gantinya hukum mati aku saja.” Xu Chan berlutut di depan petugas. “Jangan ikut campur, Xu Chan.” Ucapan Su Yin membuat para pelayan terdiam. Mereka belum terbiasa dengan perubahan sang tuan yang tiba-tiba saja. “Aku ikut kalian, dengan syarat jangan menyentuh Istana Naga Perak dan para pelayan

    Last Updated : 2024-11-19
  • PERMAISURI YIN   13. Mayat Berbicara

    “Hakim Chao Da,” panggil Menteri Zhang perlahan pada rekannya. “Iya, Menteri Zhang, ada apa?” “Beri kesempatan pada Permaisuri Yin untuk membela diri seperti apa yang dia inginkan.” “Tapi ini berbahaya, Menteri, bagaimana kalau ternyata dia bisa melakukannya.” “Maka permainan kita akan semakin tajam. Aku masih ingin tahu sampai sejauh mana orang yang bangkit dari kematian bertahan. Lakukan saja, dapat tidak dapat bukti kita sudah terlibat sangat jauh.” Usai mengucapkan kalimat itu Menteri Zhang tak berbicara lagi. Hakim Chao Da merasa apa yang ia lakukan sekarang bertentangan dengan akalnya. Petugas koroner di kantor jaksa semuanya laki-laki, tidak ada yang perempuan. Lalu Permaisuri A Yin bisa apa? “Dan setelah melihat mayat Menteri Huang, kau ingin melakukan apa, Permaisuri? Melihat saja, boleh, akan aku kabulkan,” tanya Chao Da sambil mengelus janggutnya yang memutih. “Baik, aku ingin melihatnya saja.”“Mayat bukan untuk dipermainkan, Permaisuri.”“Benar, terkadang mayat bis

    Last Updated : 2024-11-20

Latest chapter

  • PERMAISURI YIN   100. Sejoli Labil

    Selesai penobatan, Li Wei langsung membagi tugas-tugas penting untuk para bawahannya. Ia dan Su Yin akan tinggal di istana utama, menggantikan kaisar selatan yang telah tewas. Istana itu memang tidak lebih megah daripada di Chang An, tetapi memiliki ukiran serigala yang sangat kokoh.Jenderal Naga Perak memulai langkahnya dengan menerapkan sejumlah aturan di selatan. Di antaranya cara berpakaian mengikuti protokol Dinasti Tang. Warna merah hanya untuk raja dan ratu saja. Warna biru untuk para prajurit pemberani dan terhormat.Rakyat biasa tak lagi menggunakan pakaian dari kulit serigala. Mereka boleh menggunakan sutra atau bahan lainnya selama tidak menyamakan diri dengan pakaian raja dan ratu. Kulit serigala akan dijadikan hiasan bukan bahan utama.Sang raja memasuki kamar ketika urusan pekerjaannya telah selesai. Terlihat ratu sudah membuka baju warna merahnya dan menggunakan dalaman warna putih saja. Luntur harapan Li Wei, tadinya ia ingin mengulang momen malam pertama dan membuka

  • PERMAISURI YIN   99. Penobatan

    Su Yin sedang memeriksa sekujur tubuh suaminya yang mengalami luka dan memar. Perilaku keduanya tidak mirip dokter dan pasien, melainkan seperti sejoli yang rindu berat dan tak punya kesempatan untuk melampiaskan hasratnya.Dokter forensik itu menyetuh lengan bagian atas Li Wei yang ia jahit dua minggu lalu menggunakan benang sutra. Lukanya mulai mengering dan hanya butuh dibersihkan setiap hari.Dua mata itu saling menatap tanpa berkedip. Pangeran Kedua yang masih sakit tulang tak bisa menahan diri, ia menarik wajah Su Yin hingga keduanya tak ada jarak lagi.Permaisuri Yin melepas semua peralatan medis dan balas mencium Li Wei lebih dalam. Ya, memang keduanya saling merindukan. Namun, ketika polisi wanita itu menekan salah satu anggota tubuh suaminya, Li Wei pun melepas ciumannya dan mengaduh.“Sakit, kan?” tanya Su Yin dengan tatapan tak puas. Padahal ia sudah terbawa suasana.“Iya, aduh sakit sekali, kapan sembuhnya?” Li Wei memegang pinggangnya. Luka memanjang yang paling dalam.“

  • PERMAISURI YIN   98. Gila

    Permaisuri Bai Jing tak membuka mata meski Ru Yi telah melakukan segala cara untuk menyadarkannya. Wanita baik hati itu tak kuat ketika harus mengeluarkan bayi separuh serigala yang berwujud manusia biasa. Shen Du datang mendekat dengan keadaan tangan terluka. Lelaki itu mengambil sebuah benda bulat seperti mutiara. Ia meminta Ruyi agar menghancurkannya di air hangat dan memercikkan ke seluruh tubuh permaisuri. “Apa itu?” tanya Kaisar sambil menimang anaknya. “Mustika penahan arwah, Yang Mulia, belum saatnya Permaisuri Jing tutup usia, tapi karena huru-hara kandungan dan tubuhnya pun terganggu.” Kaisar hanya menghela napas saja. Benar-benar situasi yang tidak terkendali meski keamanan istana sudah dibuat sampai empat lapis. “Singkirkan semua mayat dan bersihkan kembali istana. Putriku harus mendapatkan penyambutan yang layak.” Perintah Kaisar pada pengawal pribadinya. “Yang Mulia, apa semua baik-baik saja.” Pangeran ketiga masuk ke rumah sakit istana. “Iya, semua baik, terima k

  • PERMAISURI YIN    97  Dewi Serigala 

    Seutas kain merah turun di departemen sihir dan perbintangan. Kain itu kemudian berubah menjadi sosok Aligur yang wajahnya ditumbuhi bulu-bulu warna merah. Dukun tersebut merupakan kaki tangan dewi serigala langit yang turun malam ini atas jamuannya. Aligur masuk ke kuil dengan niat mencari Shen Du. Namun, kepala departemen itu tidak ada di tempat. Dukun berambut merah tersebut ingin pergi, tetapi ia mendengar suara lonceng berdentangan dari ruang bawah tanah. Ya, ia menyadari kedatangan seorang saman yang sengaja mengganggunya. Wanita itu berubah jadi kain lagi dan turun menabrak semua jimat. Awalnya Aligur terpental, tetapi ia menjentikkan jari dan membakar semua jimat kertas hingga hangus dan tersisa jadi abu. Namun, Abu itu ternyata mengenai wajahnya dan ia terluka dalam. “Bedebah.” Dengan kemarahan di dalam dada Aligur menendang pintu yang dilapisi jimat lagi. Tiga kali tendangan pintu itu terbuka juga. Terlihat Park Hwa Rim menghentikan tarian demi menyambut tamu agungnya.

  • PERMAISURI YIN   96. Bulan Purnama Berdarah 

    Dengan pakaian seperti gundik, Aligur berjalan dengan gemulai di tengah kota Chang An. Tentu saja hal itu membuat mata lelaki tertuju dan mengikutinya. Ia tertawa dan menutupi wajahnya dengan kipas. Aligur terus berjalan hingga tak jauh lagi dari gerbang istana. Tiba-tiba saja dukun berambut merah itu menari dengan gerakan yang sangat indah. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas lalu berputar-putar. Tak ayal langit yang tadinya terang benderang langsung ditutupi awan gelap. “Hei, kau berhenti melakukan gerakan itu!” Kebetulan Pangeran Ketiga lewat di sana. Ia memerintah anak buahnya mengusir Aligur. Namun, belum sempat didekati anak buah pangeran ketiga terpental begitu jauh hingga kepalanya pecah. “Tangkap dia!” Pangeran Ketiga semakin terkejut ketika darah dari kepala prajuritnya dijilat seekor serigala. Penduduk pun berlarian ke sana kemari. Ditambah wajah Aligur perlahan-lahan menampakkan perubahan. Bulu warna merah tumbuh lebat di lehernya. “Dewi Serigala Langit, berkatilah

  • PERMAISURI YIN   95.  Saman dari Silla 

    Shen Du bersujud di depan Kaisar. Ia dipanggil secara khusus di tengah malam atas peringatan tentang peristiwa bulan berdarah. “Karena kau yang paling pertama memperingatiku. Kau yang harus bertanggung jawab mencegah peristiwa ini terjadi. Sebagai kaisar aku sudah memperketat keamanan. Lalu, apa yang telah kau lakukan?” “Yang Mulia,” ucap Shen Du. “Angkat kepalamu, aku sedang bicara denganmu.” Shen Du kemudian menegakkan tubuhnya. Ia menarik napas sebentar. Ketika ingin berbicara pemimpin departemen sihir dan perbintangan itu merasakan beberapa roh jahat terbang di dekat kaisar. “Yang Mulia, secara spiritual hamba akan mencegah terjadinya peristiwa bulan berdarah hingga Permaisuri Utama akan melahirkan dengan selamat, hanya saja.” “Hanya saja? Apa maksudmu?” “Hamba membutuhkan bantuan. Hamba memiliki kenalan seorang dukun saman terkenal dari Silla yang agung. Park Hwa Rim, dia bisa membantu hamba menekan kekuatan jahat yang mulai memasuki istana.” “Kekuatan jahat sudah masuk?”

  • PERMAISURI YIN   94. Karam

    Su Yin dan An Ama terkejut ketika sampai di kapal perang, beberapa prajurit Tang melawan serigala dengan ragam warna. Ya, pasukan Yi Gur sebagian bisa mengubah wujud, begitu pula dengan pemimpinnya. “Nyonya, hati-hati,” ucap An Mama ketika dua serigala memandang ke arah mereka. “Tebas langsung ke kepala saja, hiaaat!” Sang permaisuri melompat dan melayangkan pedang ke arah serigala hingga lepas. An Mama mendorong dan membuang binatang itu ke laut. Hal yang sama kemudian dilakukan oleh prajurit Tang yang lain. “Kenapa dia ada di sini?” Perhatian Li Wei teralihkan. Pada saat yang sama Yigur menodongkan belati ke lehernya. “Enak saja, hanya aku yang boleh menyakiti suamiku, hiaaat!” Su Yin berlari dan menghalangi belati Yigur dengan pedangnya. “Kita jumpa lagi, kau datang juga.” Yigur tersenyum. “Kenapa kau tidak menuruti kata-kataku!” Li Wei masih sempat bertanya. “Kita bahas hal itu nanti, selesaikan yang di depan dulu.” Su Yin dan Li Wei bekerja sama melawan Yi

  • PERMAISURI YIN   93. Ikan Hiu

    Li Wei berdiri di atas benteng pertahanan. Pangeran Kedua sedang memantau para prajurit yang berlatih. Ia meraih teropong di pingang, lalu melihat ke arah yang jauh sampai ke tepi pantai. Armada angkatan laut yang dipimpin oleh menhan langsung sedang mengisi amunisi. Sebuah anak panah menancap di sebelah Li Wei. Di anak panah itu terikat sebuah surat. Ia membuka dan membacanya dengan perlahan lalu meremas dan membuangnya. “Suku serigala sedang mempersiapkan serangan untuk kita. Kapal mereka mulai berjalan. Sampaikan pesanku pada menhan agar mempercepat persiapan. Sampaikan diam-diam jangan sampai ada yang tahu, mengerti!” perintah Li Wei. “Baik, Pangeran.” Furong melompat dari benteng dan berlari ke kandang kuda lalu segera ke pelabuhan. Tersisa Pangeran Kedua dengan beberapa pasukan elitenya. Lelaki itu mengembuskan napas dalam. Ia boleh mati tapi Permaisuri Yin harus selamat apa pun caranya. Li Wei pergi menemui An Mama secara pribadi. Sang guru yang sedang mengasah pedang berd

  • PERMAISURI YIN   92 Angkatan Laut

    Ibu Suri duduk di kamarnya. Ia menatap ke depan dengan kekosongan. Sejak ditinggal Gui Mama tak ada lagi pelayan lain yang cakap dalam bekerja. Termasuk mengurus opium yang telah menjadi candunya. Ming Hua seperti orang gila yang terlihat baik-baik saja. “Pelayaaan!” teriak Ibu Suri. Semua berbaris dengan teratur memenuhi panggilannya. “Tolol. Aku hukum mati kalian semua baru tahu rasa!” “Jangan, Ibu Suri, ampuni kami yang datang terlambat.” Para pelayan bersujud di depan wanita angkuh itu. “Bantu aku berkemas. Aku ingin mengunjungi kaisar. Ada yang harus aku bicarakan.” Tiga orang pelayan wanita datang mendekatinya. “Tunggu, kalian semua keluar, dan kau tetap di sini.” Ming Hua meminta satu orang saja yang menemaninya. “Berikan aku opium.” “Ibu Suri, tapi opiumnya sudah habis sejak tadi malam.” Pelayan itu menjawab dengan takut. “Kurang ajar!” Ming Hua melayangkan tamparan. “Kenapa tidak dibeli lagi.” “Hamba tidak tahu, Ibu Suri, hamba tidak tahu harus mencarinya di mana.”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status