/ Historical / PERMAISURI YIN / Dimensi yang Membingungkan

공유

Dimensi yang Membingungkan

작가: Rosa Rasyidin
last update 최신 업데이트: 2024-10-29 14:21:50

Su Yin yang kini terperangkap dalam tubuh Permaisuri Li A Yin merasa bimbang dengan apa yang ada di depan matanya. Semua serba tradisional dan ketinggalan zaman.

Bahkan cermin di depannya saja tidak mampu memantulkan bayangan wajah dengan sempurna seperti di masa depan. Tidak ada lampu, yang ada hanya lilin di setiap sudut kamar.

“Permaisuri,” panggil pelayan setia A Yin.

“Iya, kenapa, ada yang bisa aku bantu?” Terbiasa hidup sebagai polisi membuat Su Yin harus tanggap dengan panggilan.

“Permaisuri, jangan terlalu sopan, hamba ini hanya seorang budak.”

“Budak?” Su Yin mengedipkan mata cepat. “Kenapa aku bisa ada di masa kerajaan? Lalu kasus pembunuhan yang aku periksa bagaimana? Officer Jimmi juga bagaimana?”

“Permaisuri, apakah ada yang mengusik hatimu?”

“Ada banyak dan aku ingin bertanya, tapi sebelumya aku ingin tahu siapa namamu?”

“Ah, hamba tidak punya nama, Permaisuri. Biasanya Selir Agung akan memanggil hamba kera busuk saja.”

“Kenapa begitu?” tanya Su Yin keheranan.

“Karena hamba seorang budak, terserah para tuan akan memperlakukan hamba seperti apa.”

“Shit! Di zaman modern para tuan ini akan aku lempar ke dalam penjara,” gumam Su Yin perlahan.

“Tidak apa-apa, Permaisuri, hamba sudah biasa. Hamba ingin memberi tahu kalau air hangat untuk mandi sudah siap. Ayo kita bersihkan tubuhmu terlebih dahulu.”

“Tunggu.” Tangan Su Yin bergerak dan melarang pelayan mendekatinya. Dari dulu dia sudah biasa mandi sendiri. “Aku bisa sendiri, tunjukkan saja di mana jalan ke kamar mandi.”

“Ehm, baik, Permaisuri, sebelah sini.” Dalam hati pelayan setia itu ia hanya bisa bergumam bahwa permaisurinya mengalami lupa ingatan setelah bangun dari kematian.

Mereka berdua sampai di sebuah ruangan yang cukup besar dengan bak mandi dari kayu dan pakaian sutra pengganti yang sangat indah. Mata Su Yin memandang pakaian itu sambil memicing.

“Bagaimana aku mengejar penjahat kalau pakai baju sepanjang ini. Memangnya di sini ada parade setiap hari apa?” Sutra merah muda itu ia pegang dan terawang. Tangan Su Yin yang kuat dan kerap memegang senjata secara tak sengaja membuat lapisan dalam pakaian itu robek.

“Maaf, Permaisuri, akan kami carikan sutra yang baru saja.”

“Eh, jangan, ini masih bagus, hanya lapisan dalam saja yang rusak, biar saja. Bisa kalian tinggalkan aku, aku ingi mandi.” Perintah sang permaisuri membuat tiga orang pelayan saling memandang satu sama lain. Bingung, ragu-ragu, sebab biasanya Permaisuri ketika mandi selalu ditemani.

Tiba-tiba saja Su Yin menceburkan diri ke dalam bak mandi berisikan bunga yang harum. Cipratan air itu mengenai wajah tiga pelayan yang menunggunya.

“Salah sendiri, disuruh keluar tidak mau juga. Aku gerah, disuruh pakai baju berlapis-lapis, mana ada noda darah lagi.” Su Yin memasukkan kepalanya kedalam air, hingga basah semua rambut sampai kaki.

Cukup lama ia mencelupkan kepalanya sampai kelebatan bayangan ketika ia pingsan dan melakukan perjalan lintas dimensi membuatnya segera mencari napas ke permukaan. Tiga pelayan yang menemani permaisuri jadi terkejut.

“Siapa namamu?” tanya Su Yin lagi. Para pelayan hanya menggeleng.

“Haish, memberi nama saja harus tunggu persetujuan tuannya. Baiklah kalau begitu, kau aku beri nama Xu Chan,” tunjuk permaisuri pada pelayan yang paling setia dan mirip dengan korban pembunuhan di masa depan.

“Lalu kau, ehm, nama Xu Li, dan kau Xu Yang.” Selesai sudah sang permaisuri memberi nama. Para pelayan tersenyum tapi yang dipanggil Xu Chan lekas mendekat.

“Ini tidak benar, Permaisuri, nanti Selir Agung bisa marah.”

“Selir Agung itu siapa sampai aku harus takut dengan dia?”

“Itu wanita yang ada di sisi kaisar, dengan perhiasan mewah dan baju warna merah, tiga jemarinya berhiaskan perhiasan kuku panjang.” Xu Chan semakin yakin kalau permaisurinya mengalami lupa ingatan.

“Oh itu Selir Agung dan pria di sebelahnya kaisar, haiyaaah, aku benar-benar lompat ke masa lalu. Bagaimana caranya aku pulang ke rumah. Bibiku pasti menunggu dengan cemas.” Su Yin mencuci wajah berkali-kali sampai ia bisa menemukan jawabannya, tapi sampai udara berubah jadi dingin sekali pun tidak juga ia temukan.

Permaisuri berdiri dari bak mandi dengan tubuh basah kuyup. Para pelayan membantu mengeringkan tubuhnya tapi ia menolak. Aneh rasanya kalau dipegang-pegang orang lain.

“Aduh, ini bagaimana cara pakainya.” Su Yin bingung dengan pakaian tradisional yang banyak sekali lapisnya. “Hanfu di masa depan juga tidak serumit ini.” Kain sutra itu dibolak-balik tapi tetap saja ia tak paham. Lalu Xu Chan dan yang lain datang membantu.

“Harus, ya, pakai baju seperti ini setiap hari.” Su Yin menghela napas panjang.

Belum lagi kaus kaki dan sepatu tipis yang beda jauh dengan sepatu dinasnya saat di kantor. Semua sangat berbanding terbalik 180 derajad dengan kehidupannya di zaman modern.

“Permaisuri, hamba akan menghias rambutmu,” ucap Xu Chan.

Su Yin memilih diam, sambil memandang pantulan diri sendiri di depan cermin yang tidak simetris. Baru Su Yin sadari kalau di masa yang ia jalani sekarang wajahnya terlihat jauh lebih muda.

Di masa depan ia berusia hampir kepala empat dan rasanya kalau diperhatikan bahkan Selir Agung jauh lebih muda dari umurnya.

‘Aku harus mencari tahu tentang identitas tubuh gadis yang aku huni sekarang.’ Su Yin juga baru sadar rambutnya sangat panjang.

“Xu Chan, sebenarnya aku ini siapa?” Pertanyaan Permaisuri membuat Xu Chan dan yang lain seketika saling melihat.

“Apakah permaisuri sakit dan tak ingat lagi siapa kami juga diri sendiri?” tanya sang pelayan.

“Iya, anggap saja begitu.” Daripada harus menjelaskan siapa dirinya lebih baik Su Yin berbohong saja.

“Kalau begitu kalian panggil tabib, katakan kalau Permaisuri lupa ingatan dan kita harus segera melaksanakan ritual pengusiran roh jahat.” Xu Chan memerintah yang lain.

“Eeeh, tunggu, kenapa harus ada ritual pengusiran arwah gentayangan? Aku hanya tanya siapa diriku!” Suara Su Yin meninggi sambil gebrak meja.

Terbiasa kerja di lapangan yang keras membuat pembawaannya juga keras. Lantas para pelayan termasuk Xu Chan pun berlututu memohon ampun.

Baru kali ini mereka melihat sang permaisuri bersuara begitu tegas. Tubuh para pelayan sampai bergetar, takut permaisuri menjatuhkan hukuman berat pada ketiganya.

“Ampuni kami permaisuri, kami memang layak dihukum mati, tapi ampunilah kami.” Xu Chan memohon berkali-kali.

“Hah, hukum mati? Aduh, aduh, kenapa ini? Berdiri kalian semua!” Perintahnya lagi dengan tegas. Seketika para pelayan menurut. “Jangan ada yang bicara hukum mati di depanku lagi, mengerti?” Su Yin memandang ketiganya dan para pelayan mengangguk saja.

“Bagus, sekarang jawab pertanyaan yang tadi. Siapa aku sebenarnya? Jangan ada yang berpikir untuk ritual mengusir roh gentayangan. Aku tidak percaya dengan hantu dan siluman.”

“Ehm.” Xu Chan menarik napas sebelum menjelaskan dengan panjang, lebar, dan runut tentang tuannya, termasuk …

“Tunggu, jadi umurku baru 17 tahun dan aku sudah menikah dengan seorang pangeran?” Miring bibir Su Yin mendengar hal mengagetkan itu. Umur baru 17 tahun sudah menikah?

“Benar, Permaisuri. Bahkan Pangeran dan Permaisuri sudah melewati malam pertama bersama.” Agak malu Xu Chan menjelaskan. Su Yin menarik napas dalam-dalam.

“Malam pertama, hah, benda macam apa itu?” Su Yin merapikan rambutnya yang sudah rapi. Padahal di masa depan ia independent woman kesepian yang memutuskan tidak akan menikah selamanya.

“Apa aku sudah punya anak?” tanya Su Yin lagi.

“Belum, Permaisuri, setelah malam pertama Pangeran Kedua pergi meninggalkanmu.” Cerita Xu Chan belum selesai tapi Su Yin langsung berdiri dengan ekspresi penuh kemarahan.

Bersambung …

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • PERMAISURI YIN   Kesenjangan Tahun

    Li Wei ingin meninggalkan makam, tetapi Li A Yin mengejar dan menarik bajunya. Permaisuri tak mau ditinggal karena ia juga takut di dalam makamnya sendiri.“Fujin, kenapa kau tega meninggalkanku di sini?” A Yin menahan baju Li Wei dan lelaki itu berusaha menepisnya.“Aku bukan suamimu, lepaskan aku.”“Kita sudah menikah, kita dinikahkan oleh kaisar dan akan menjadi pasangan abadi di langit juga bumi, kenapa kau lupa, Fujin!” A Yin menentak kakinya. “Nyonya, maaf tapi sepertinya kau salah orang.”“Mana mungkin salah orang, lihat wajahmu sama dengan suamiku, kecuali bajumu yang seperti pengemis. Ya mungkin kau baru kembali dari peperangan.” A Yin menatap Li Wei sambil berkedip cepat. Lelaki itu jadi semakin takut.“Nyonya, kau bicara apa? Tidak ada lagi peperangan di sini, tolong lepaskanlah aku.”“Lalu kenapa kau kemari, dan kenapa aku bisa di sini?”“Ya, mana aku tahu, ini makam, kau terkubur di sana ribuan tahun lamanya, dan aku berniat mencuri perhiasanmu untuk menyambung hidup, N

  • PERMAISURI YIN   Shanghai Tahun 2000

    Udara di sekitar makam kuno kerajaan terasa dingin, jauh berbeda dari hawa lembab panas yang menyelimuti desa. Cahaya senja turun di antara pepohonan tua, memberikan bayangan panjang yang pada sosok masa lalu yang masih berdiam di tempat itu.Li Wei berhenti sejenak, ia merasakan sesuatu yang tak biasa. Bisikan halus menerpa telinganya. Suara seorang perempuan, lembut tetapi menusuk hati.Lelaki berpotongan rambut tentara itu mengedarkan pandangan dan mencari sumber suara i. Teman-temannya sibuk membongkar pintu batu yang tertutup rapat dan tidak menyadari kegelisahan yang mulai menyelinap dalam benaknya.Rasa sakit di dadanya semakin kuat, serasa ada tangan tak kasat mata yang menggenggam erat jantungnya. Pandangannya berputar, dan pada sudut makam yang remang-remang, ia melihat sosok samar seorang perempuan berbalut pakaian kerajaan.Li Wei terhuyung mundur. Wajahnya memucat saat mata perempuan itu bertemu dengan matanya. Sepasang mata yang terasa begitu dekat, seperti menggali kena

  • PERMAISURI YIN   Tipu Muslihat

    Para selir berpakaian mewah dengan sulaman burung merak. Mereka berlutut dalam barisan yang panjang dan mata mereka penuh ketakutan. Permaisuri utama, duduk di singgasana. Bibirnya tersenyum saat pandangannya melirik tajam ke arah para selir yang menjadi musuhnya dalam perebutan kekuasaan. Suasana yang penuh ketegangan berubah seketika saat Raja Li Wei, lelaki yang dikenal berhati baja, menghempaskan cangkir araknya ke lantai dengan keras.Bunyi tembaga beradu dengan marmer, arak berhamburan, mengotori permadani merah yang membentang di bawah kaki mereka. “Cukup!” suara raja menggelegar, memecah kebisuan dan mengguncang nyali para selir hingga mereka menundukkan kepala lebih dalam. “Aku sudah muak mendengar keluhan kalian tentang siapa yang lebih layak, siapa yang lebih berhak atas kehormatanku! Apakah kalian pikir kerajaan ini tempat bermain untuk ambisi kecil kalian? Apakah kalian lupa bahwa aku yang memegang kekuasaan, bukan kalian!” Para selir menggigit bibir, sebagian menahan

  • PERMAISURI YIN   Kehilangan Bertubi-tubi

    Di jalan utama menuju istana kekaisaran, iring-iringan Raja Li Wei melaju dengan tenang, diiringi para pengawal yang mengenakan jubah biru.Di dalam tandu utama, Putri Jiaran duduk diam, matanya sayu meski tidak ada lagi air mata yang bisa ia keluarkan.Di belakangnya, seorang pelayan dengan hati-hati menggendong Pangeran Rui yang masih terlalu kecil untuk memahami kehilangan yang baru saja menimpa keluarganya. Saat gerbang istana kekaisaran terbuka, Kaisar Li Zu Min telah berdiri di halaman utama, ditemani para pejabat istana dan bangsawan lainnya. Begitu Raja Li Wei turun dari kudanya dan melangkah ke depan, keheningan menyelimuti seluruh istana. Kaisar menatap wajah saudaranya yang lelah, lalu mengalihkan pandangan ke Jiaran dan Rui. Dengan langkah tenang, ia menghampiri mereka, lalu menghela napas panjang sebelum berkata, suaranya berat dengan rasa kehilangan. "Ratu Yin adalah perempuan yang luar biasa. Chang An turut berduka bersamamu, Adikku."Jiaran menundukkan kepala, tanga

  • PERMAISURI YIN   Pembaringan yang Dingin

    Raja Li Wei membaringkan tubuh Ratu Su Yin di atas ranjang megahnya, jubahnya yang berwarna keemasan berkibar saat ia berbalik dan berteriak dengan suara yang nyaris pecah." Panggil tabib, cepat !" teriak raja seolah-olah sedang ada di medan perang dan melawan musuh.Para pelayan berlarian, membawa para tabib terbaik yang ada di kerajaan. Dengan tergesa-gesa, mereka memeriksa denyut nadi, mengamati wajah ratu yang masih begitu tenang, seakan-akan hanya tertidur. Namun, semakin lama mereka mencari tanda-tanda kehidupan, semakin jelas jawaban yang didapat. Salah satu tabib yang paling senior akhirnya menundukkan kepala, kedua tangannya bergetar saat ia bersujud di hadapan Raja."Raja, maafkan hamba. Tidak ada penyakit, tidak ada racun, Ratu telah pergi meninggalkan kita semua." Sang tabib tak berani mengangkat kepalanya.Kata-kata itu menggema di ruangan yang penuh cahaya lilin. Raja Li Wei menatap wajah istrinya, jemarinya perlahan menyentuh pipi Ratu yang mulai kehilangan kehangata

  • PERMAISURI YIN   Bunga yang Berguguran

    Ruyi menunduk dalam diam, jemarinya yang dingin dan terlatih menempel di pergelangan tangan Ratu Su Yin. Ia menutup mata, berkonsentrasi, menghitung denyut dengan tenang.Hening menyelimuti kamar utama kerajaan, hanya suara napas Su Yin yang pelan terdengar di sela-sela tiupan angin malam yang masuk dari jendela.Ruyi membuka mata perlahan, menatap wajah teman lamanya dengan sorot penuh keraguan yang tak bisa disembunyikan.“Ratu, nadimu tidak normal,” ucapnya pelan, nyaris seperti berbisik. “Getarannya berlapis. Seperti engkau sedang hidup di dua alam yang berbeda.”Su Yin menghela napas, lalu menarik tangannya pelan. Ia menatap langit-langit dengan pandangan kosong sebelum berbalik menatap Ruyi.“Kau semakin hebat saja sampai mengetahui tentang dua alam,” gumam Ratu.“Hamba tidak bermaksud lancang, Ratu.” Ruyi menunduk. “Semua ilmu kedokteran yang kau pelajari tak sia-sia.” Ratu tidak marah, ia tahu ada yang terjadi pada dirinya.“Ratu, engkau pasti sadar. Engkau terlalu cerdas u

  • PERMAISURI YIN   Teman Lama

    “Dua bulan,” bisik Su Yin. Ia juga hampir tak percaya bahwa kehidupan kembali tumbuh di dalam rahimnya.Raja Li Wei datang dengan langkah ringan, tak seperti biasanya yang tegas dan penuh wibawa. Tatapannya langsung jatuh pada Su Yin yang menunduk manja. Dengan satu gerakan lembut, ia menggenggam tangan istrinya, dan menatap matanya dalam-dalam."Apakah benar?” tanyanya untuk memastikan ia tak sedang bermimpi.“Tabib istana telah memastikan. Aku mengandung anak kita yang kedua, Fujin.”Su Yin mengangguk pelan, pipinya merona. Raja Li Wei tertawa kecil, lalu memeluk Su Yin tanpa ragu. Kali ini, kerajaan bukan hanya dibentengi oleh kekuatan dan strategi, melainkan juga oleh cinta dan keluarga yang kian tumbuh.Hari itu, titah kerajaan langsung disampaikan ke seluruh pelosok desa selatan, yang selama ini masih dibangun menjadi lebih baik. Raja Li Wei membagi hadiah, beras, kain sutra, serta pengurangan jumlah pajak selama satu musim panen.“Rakyat yang bahagia adalah pilar kerajaan yang

  • PERMAISURI YIN   Tirai Putih

    Ratu mengembuskan napas memandang langit selatan yang mulai menghangat. Bunga-bunga peony terakhir telah gugur, di sisi lain aliran sungai buatan suaranya terdengar menenangkan. Waktu terus berjalan, dan kehamilan Ratu Su Yin kini memasuki bulan kesembilan.Perutnya semakin membuncit, gerakan di dalamnya semakin sering, kadang membuat wanita itu terkejut di tengah malam. Namun bukan rasa sakit yang paling membebani Su Yin. Melainkan waktu yang ia tahu tak berpihak lama padanya.Setiap pagi ratu akan pergi, dibantu dua pelayan terpercaya, menuju kuil keluarga kerajaan yang baru saja diresmikan raja di bagian timur istana. Di sana, di bawah patung dewi pelindung kelahiran., Su Yin menyalakan dupa, menundukkan kepala, dan berdoa dalam diam."Tolong, Dewi, hanya sedikit lagi. Izinkan aku menyambutnya ke dunia ini. Izinkan aku melihat wajahnya dan mengelus pipinya yang halus. Aku kemari juga karena takdir, tolong takdir juga bermurah hatilah padaku."Air matanya menetes di atas lantai batu

  • PERMAISURI YIN   Waktu yang Terus Berjalan

    Tiga bulan lamanya Su Yin menderita mual dan muntah hebat, hingga ia kebanyakan berbaring di ranjang. Sesekali wanita itu jalan ke desa dengan menggunakan tandu dan dijaga oleh An Mama.Ratu mulai bosna menunggu kedatangan rajanya dalam perjalanan yang panjang sekali. Tidak ada kabar dari ibu kota, juga tidak ada surat. Li Wei seperti melupakannya.“Jangan-jangan dia ambil selir lagi di sana. Padahal aku hamil anaknya di sini,” Su Yin duduk di kursi dan menikmati kudapannya. Di bulan keempat ia mulai bisa makan dengan enak tanpa berperang dengan rasa mual.Memasuki bulan kelima dalam penantian panjang, rasanya Su Yin ingin menyusul Li Wei ke ibu kota dan memberitahu soal kehamilannya. Namun, ia dipercaya menjaga selatan yang baru saja jatuh ke wilayah Tang.“Bosan,” ucap Su Yin di pagi hari. Ia duduk dan makan ikan kukus serta lanjut menyantap buah segar.Dari kejauhan terlihat dua orang pelayan laki-laki datang memberi ratu surat. An Mama menerima dan membacanya terlebih dahulu.“Rat

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status