Adit membengong sampai hampir setengah jam di bawah sofa dengan bingung. Tak yakin apa yang barusan terjadi padanya. Apakah dia bermimpi? Dia rasa tidak. Sentuhan bibir wanita itu begitu nyata dan kecil kemungkinannya itu hanyalah efek dari sebuah mimpi.Bibir wanita itu terlalu mempengaruhinya dan hampir membuatnya lupa diri. Hanya butuh lima menit saja dan wanita itu sudah bisa menguasainya. Biasanya dia yang mendominasi di permainan semacam ini. Dia tak suka jika pasangannya mendominasinya dan mengontrol gairahnya naik turun seperti yang dilakukan pengasuh anaknya tersebut.Kalau saja dia tahu wanita itu akan meninggalkannya begitu saja dan mempermalukannya, dia pastinya akan menggigit bibir wanita itu sebelumnya. Bagaimana bisa wanita itu membuatnya terbang di awan-awan dan di menit berikutnya melemparkannya ke bumi dengan kejamnya, tanpa peringatan sebelumnya. Oh... betapa inginnya dia meremukkan sesuatu sekarang ini! Seluruh sel-sel tubuhnya benar-benar dibakar oleh amarah. Saa
Mata elang Adit mengawasi gerak-gerik pengasuhnya kemana-mana. Tak menyangka ternyata pengasuhnya santai-santai saja diperhatikan seperti itu. Mata Adit sudah hampir copot saking seriusnya mengekori kemanapun wanita yang seharian sudah membuatnya pusing itu. Hari ini dia akan membuat perhitungan dan akan membuat Rina bertanggung jawab akan semua masalah yang di alaminya seharian ini gara-gara wanita itu. Kalau saja wanita itu menurut tadi malam dan tidak bertindak seenaknya, pasti tidak akan ada masalah setelahnya. Dia akan tidur pulas, bangun dengan badan yang segar bugar, moodnya juga pasti bagus sepanjang hari di kantor dan yang penting karyawannya juga tak harus dikorbankan gara-gara ulah wanita menyebalkan itu. Sudah hampir sejam sejak Adit mengawasi wanita itu, tapi tak sedikitpun dia bergeming. Wanita itu bahkan tak melihat ke arahnya. Entah apa yang membuat pengasuhnya itu tiba-tiba saja berubah sikap seperti ini! Seingatnya tadi malam, dia tak melakukan sesuatu apapun yang
Wanita yang jual mahal memang menantang… tapi yang terlalu jual mahal, justru membuat Adit muak. Dia tak pernah berencana mengencani pengasuhnya itu sebenarnya. Dia cuma penasaran dan hanya ingin bersenang-senang sedikit. Tak disangkanya, pengasuhnya itu malah bertingkah seperti perawan angkuh yang menyangka dirinya terlalu berharga untuk disentuh pria manapun. Bukannya wanita itu yang membuatnya salah paham duluan. Kalau saja waktu itu Rina tak datang ke kamarnya dan mengecup bibirnya, dia takkan berani melangkah terlalu jauh seperti beberapa hari belakangan ini. Lagipula, wanita itu juga sempat membalas saat dia mencumbunya di ruang tamu malam itu. Tidak hanya dia saja yang terlena dan merasakan gairah itu, wanita itu seingatnya juga bereaksi kurang lebih sama. Walaupun memang… dia juga bersalah terlalu mengira Rina juga menikmati apa yang sudah dia rasakan saat memeluk dan mencumbu wanita itu. Sekarang dia harus ingat betul-betul batasannya. Wanita itu tak menyukainya dan jangan
Adit menutup telinganya untuk kesekian kalinya demi melindungi alat pendengarannya itu dari teriakan keras nan melengking anaknya. Total tiga jam sudah anak itu berteriak dan menangis sejadi-jadinya. Sejak dia memberitakan kepergian pengasuhnya, anaknya itu tiba-tiba saja berubah menjadi brutal dan tak bisa ditenangkan. Kamarnya penuh dengan boneka dan mainan yang dilempar kesana kemari... Baju-baju di lemari pun ditariknya paksa keluar sampai mematahkan gantungan baju yang menahan baju-baju itu. Semua sudah mencoba membujuk dan menenangkan anak itu. Semua termasuk Pak Slamet, Mbak Saroh dan bahkan wali kelasnya, Miss Betty. Wanita itu terlihat terkejut melihat perubahan sikap anak didiknya yang terkenal pendiam dan lemah lembut itu. Mereka semua akhirnya menyerah membujuk Moza, karena melihat amarah anak itu yang makin menjadi-jadi saat mereka mencoba melakukannya. Semua akhirnya pada berpulangan meninggalkan Moza yang masih histeris tak terkendalikan. Hanya Mbak Saroh yang ada di s
Rina mengeraskan wajahnya dan mengangguk tanpa berusaha mendebat perkataan Adit. Dia tau betul apapun yang dia lakukan tidak akan bisa memperbaiki ini semua. Adit terlihat begitu yakin akan keputusannya dan itu membuat Rina tak bisa membantah pria itu lagi. Dengan perasaan seperti sedang ditusuk-tusuk oleh ratusan kaktus berduri, Rina membawa barang-barang yang sudah dikepaknya sejak kemarin malam itu. Dia sebetulnya sudah merencanakan pulang setelah pesta Moza selesai. Tak disangkanya, kali ini dia akan pulang ke rumahnya seterusnya dan tak akan bisa kembali ke tempat ini lagi. Betapa dia ingin memeluk dan menciumi anak asuhnya untuk terakhir kali. Tapi dia tau itu bukanlah ide yang bagus. Adit benar... anak asuhnya itu lebih baik tidak melihat saat dia pergi supaya tidak merusak momen kebahagiaan anak itu. Adit bahkan tak mau melihat Rina saat wanita itu keluar dari pintu depan menuju pintu gerbang keluar dengan sepeda motornya. Dia telah benar-benar kecewa dengan kelancangan wan
Sejam berlalu tapi ketukan dari luar pintu rumah Rina tak berhenti juga. Semakin lama malah semakin keras bunyinya. Gara-gara itu, ngapa-ngapain pun Rina nggak bisa. Suara ketukan itu terdengar beruntun dan sangat mengganggu. "Mbak Rina... ada tamunya lho di luar. Mbak ada di dalam kan?" Terdengar suara salah satu tetangganya ikut-ikutan menggedor rumahnya.Karena sungkan, Rina akhirnya membuka pintu rumahnya dengan enggan."Ya ampun mbak... sampeyan di dalam to?! Kok nggak dibukain to pintunya dari tadi? Ini tamunya... ngetuk-ngetuk terus dari tadi sampai banyak yang keluar dikira ada apaan?!" Komplain tetangganya itu diikuti tatapan sebal dari tetangga yang lain, yang tampaknya juga terganggu dengan suara gedoran pintu yang dilakukan Adit. Maklumlah Rina tinggal di rumah yang terletak di gang kecil dan berdempetan satu sama lain. Jadi suara keras sedikitpun, pasti langsung terdengar sampai ke tetangga.Melihat banyak yang membelanya, Adit terse
"Bagus! Gara-gara kamu... Miss Betty jadi sakit hati! Kenapa sih nggak bisa satu kali saja kamu nggak menyerang orang sesuka hatimu! Kalau memang sifatmu selalu sinis sama orang lain, mbok ya liat-liat dulu lagi ngomong sama sapa. Miss Betty itu wali kelasnya Moza, jangan gara-gara kamu nanti Moza jadi dapat masalah di sekolah!" semprot Adit begitu masuk. Dia tak menyangka baru satu hari saja pengasuhnya itu masuk kerja lagi, dia sudah membuat masalah. "Tapi pa... Miss Betty memang aneh! Masak tiap hari selalu mampir. Moza sudah selesai ngerjain PR pun, selalu saja maksa tinggal di rumah kita sampai malam," celetuk Moza ikut-ikutan membela Rina."Hush Moz... nggak boleh gitu! Saya memang salah pak. Saya terlalu sensitif mungkin tadi gara-gara melihat anak asuh saya terlalu diperhatikan wanita lain yang tak begitu saya kenal." Itu bohong dan dia tahu itu. Sikapnya tadi lebih condong karena sikap si wali kelas itu pada bosnya."Aduh... nggak tau l
Adit membetulkan letak peralatan makannya sambil dengan gelisah menunggu teman kencannya datang. Ini memang bukan pertama kalinya dia mengajak wanita kencan. Tapi yang ini lain. Kali ini dia mengencani wali murid anaknya sendiri yang notabene adalah perempuan baik-baik dan beda dengan teman-teman kencannya selama ini.Jam tujuh lewat lima menit, Adit melihat mobil si wali kelas memasuki area parkir. Pintu mobil itu terbuka dan menampilkan kaki indah nan jenjang milik Miss Betty beserta sepatu hak tinggi sepuluh centi miliknya yang berwarna perak dengan hiasan permata kecil di sepanjang tali sepatu tersebut.Pemandangan itu tentu saja mengejutkan Adit dan menarik perhatian mata para pria yang sedang berada di sekitar area parkir. Ditambah lagi, wanita itu keluar dari mobilnya dengan gaun hitam ketat di atas lutut, yang bagian atas bajunya terlihat terbuka sampai ke bawah dan hampir mempertontonkan keseluruhan bagian atas wanita itu dengan sangat gamblangnya. Adit be