Sekujur badan Rina terasa bergetar karena terharu melihat banyaknya tepuk tangan para tamu pada saat dia selesai menunjukkan kemampuannya bermain piano. Sepuluh tahun lebih sudah dia kehilangan piano kesayangannya untuk membayar utang ayahnya. Jangankan memainkan tuts-tuts piano, menyentuh saja dia enggan setelah hari itu. Dia takut detik dia menyentuh piano, dia akan tergiur untuk bermain piano terus dan melupakan kalau dia harus menyibukkan diri untuk mencari nafkah daripada menghabiskan waktu untuk menghibur diri terus-menerus.
Sam menggenggam tangan sahabatnya itu saat melihat wajah tak percaya diri Rina dan tangannya yang gemetaran. Dia mengaitkan tangan itu pada lengannya dan menuntunnya kembali ke arah meja minuman dan membiarkan wanita itu meminum dua gelas cairan yang berwarna hijau itu lagi.“Wow… anda mainnya bagus sekali! Kalau boleh saya tahu… apakah anda juga bisa mengajar piano ke anak kecil?” tanya seorang tamu wanita paruh baya yang tampaknya mengaGedoran di pintu bilik toilet mengejutkan Adit dan membuatnya menengadah. “Lagi ada orang di dalam!” serunya dari dalam untuk memperingatkan. Tampaknya yang menggedor tadi mengerti dan pindah ke bilik sebelah.Celakanya, tanpa disadari Adit, Rina tiba-tiba membuka kunci pintu dan keluar begitu saja, masih dengan langkah yang terhuyung-huyung. Adit sontak langsung mengejarnya keluar. Untung saja tidak ada siapa-siapa di area wastafel waktu dia keluar dari bilik toilet.Rina yang masih terpengaruh oleh kejadian di toilet tadi, merasa kesal karena bibir Adit yang tiba-tiba menghilang dari hadapannya. Dengan bibir yang masih membengkak, Rina berjalan mencari apa yang diingininya. Karena pusing dia berjalan perlahan sambil memejamkan mata. Baru beberapa langkah saja, tiba-tiba langkahnya terhenti karena baru saja menubruk badan seseorang. Dia meraba badan yang sedang ada di depannya. Dengan tak memikirkan tingkahnya yang sudah di luar batas, tangan Rina menang
Rina duduk dengan tegang. Firasatnya nggak enak. Seakan-akan ada berita buruk yang akan diterimanya. Bahkan teh dan beberapa kue yang dihidangkan di depannya, tak bisa menghilangkan perasaan terintimidasi yang dialaminya. Tante Sam memandang Rina seksama dari atas kepala sampai bawah kakinya. Wanita tua itu seakan ingin mengetahui karakter Rina dari apa yang dikenakannya di tubuhnya. Baginya, calon pasangan hidup keponakannya pastilah nanti jadi bagian dari keluarganya juga. Jadi bagaimana pun juga, dia harus memperhatikan apakah calon istri keponakannya itu cocok bersanding dengan keponakannya atau tidak. Dari apa yang dilihatnya, dia suka dengan cara Rina membawa diri. Dia tidak terlihat urakan dan tidak juga terlihat kuno. Wanita itu bahkan bisa menjawab dengan baik pertanyaan apapun yang diajukan Jimmy kepadanya. Kesopanannya pun menjadi nilai tambah yang penting. Calon istri keponakannya itu terlihat terus menjaga sikap serta cara duduknya di depannya dan s
Adit memincingkan matanya saat sinar matahari pagi dengan kejamnya menyerang wajahnya tanpa henti. Dia mengangkat kepalanya dari bantal dan melihat ke sekeliling ruangan. Tapi gerakan itu justru membuat kepalanya pusing dan seperti sedang dihantam berkali-kali."Dimana kita? Kenapa kau tak mengantarkan aku ke rumah?" protesnya saat melihat Susan yang sedang berdiri di depan kaca besar dan memeriksa penampilannya."Kau pikir gampang memindahkanmu kemarin. Kau jatuh begitu saja di ruang pesta. Butuh sampai empat orang sampai bisa menggotongmu ke tempat ini. Lagipula pak Jimmy yang menyuruh, mana mungkin aku membantah!"Adit memijit keningnya yang terasa berdenyut-denyut dan bangkit dari tempat tidur untuk mengambil ponselnya. "Waduh celaka... Moza pasti nyariin aku semalaman! Diam dulu ya jangan sampai anakku tau kau ada di sini! Dia paling tak suka aku bergaul denganmu," seru Adit dan segera menghubungi ponsel Mbak Saroh. Dia bahkan tak menghiraukan wajah c
Yang paling dibenci Rina adalah orang yang malas dan tidak disiplin. Sialnya entah kenapa tahun ini dia harus sekelas dengan murid-murid yang terkenal dengan rangking terendah dan paling bermasalah dari semua kelas di sekolah ini.Dari mulai kelas yang ribut dan kotor sampai pertengkaran yang terjadi tiap kali pada jam pelajaran.Sudah berkali-kali Mama Rina memprotes wali murid untuk memindahkan anaknya ke kelas lain tetapi tidak pernah dikabulkan. Rina terpaksa harus terjebak selama setahun kedepan bersama berandalan-berandalan yang dia benci.Seperti biasanya Rina masuk ke kelasnya setengah jam sebelum bel masuk. Seperti biasa pula dia segera menarik kursinya dengan anggun dan tak lupa merapikan roknya terlebih dahulu—kebiasaan yang diajarkan mamanya sejak dulu. Setelah itu, dia mulai mengeluarkan peralatan tulis dan meletakkannya sejajar dengan buku-bukunya di atas meja.Sambil menunggu pelajaran yang masih lima belas menit kemudian baru dimu
Dua hari lamanya Rina absen dari sekolah. Namun dia tahu, mau tak mau, keesokan harinya dia harus masuk sekolah. Apapun yang terjadi, dia harus siap menghadapi si iblis itu besok.Sebenarnya dia juga takut menghadapi apa yang akan dilakukan Adit besok padanya. Tapi tak ada gunanya juga bersembunyi terus dari si iblis itu. Toh... kalau sampai nanti keadaan menjadi tambah parah, dia bisa melaporkan si iblis itu ke wali kelas dan dia yakin setelah itu dia jadi bisa dipindahkan ke kelas lain.Pada waktu Rina tiba tepat di depan gerbang sekolah, dia menoleh ke sana ke mari dan mencari sosok musuhnya itu. Setelah melihat bahwa keadaan aman, dengan waspada, dia berjalan masuk dan langsung menuju ke dalam kelasnya.Saat dia masuk, semua mata memandang padanya. Pandangan seakan-akan dia adalah orang teraneh yang pernah mereka lihat.Rina merasa risih diperlakukan seperti itu. Namun dia sedikit lega juga saat melihat meja Adit yang kosong. Setidaknya dia masih punya waktu untuk menguatkan diri
Rina menarik tubuhnya turun dari ranjang dan terhuyung-huyung berjalan ke arah kamar mandi. Dengan malas dia membasuh wajahnya yang masih mengantuk.Menyadari perutnya yang keroncongan, Rina keluar dari kamarnya menuju dapur. Hanya Mbok Sah saja yang ada di sana sedang mencuci piring."Non kok baru bangun? Dari tadi dibangunin Nyonya mau diajak makan malam di luar tapi non nggak bangun-bangun," tanya Mbok Sah sambil mengeringkan tangannya."Nggak apa-apa Mbok. Palingan juga diajak ke resto teman papa. Nggak enak makanannya. Enakan masakan Mbok. Ada lauk apa aja Mbok? Aku lapar berat!""Ada sayur kangkung, ayam kecap dan ikan pindang bumbu balado kesukaannya Non. Duduk aja dulu di meja makan, nanti saya siapkan!" Rina sebenarnya benci makan sendiri tapi dia sudah terbiasa ditinggal seperti ini berkali-kali. Mempunyai kedua orang tua yang pedagang dan gemar bersosialisasi membuat Rina harus sering ditinggal sendirian.Usaha karaoke orang tuanya yang biasanya ramai malam hari, membuat
"Saya nggak ikut disuruh masuk juga bu?"Suara yang tak asing di telinganya itu membuat Rina menoleh.Benar saja, begitu dia menoleh, Rina melihat musuh besarnya berdiri persis di sebelah kanannya. Entah mengapa sedari tadi dia tak menyadari keberadaan pria yang paling dibencinya itu, yang ternyata begitu dekat dan sekarang malah menyeringai ke arahnya."Iya kamu juga! Yang lain... bubar semua! Bel pelajaran sudah bunyi kok masih bergerombol disini! Ayo masuk kelas semua!" hardik Bu Rahma dengan nada tegas.Baru pertama kalinya seumur hidup Rina berada di ruang guru karena melakukan kesalahan, lain dengan Adit yang sudah langganan keluar masuk tempat itu karena berbagai masalah yang dibuatnya.Begitu sampai di mejanya, Bu Rahma langsung memandang tajam ke arah kedua muridnya itu dan berkata, "Sekarang jelaskan ke ibu, kenapa bisa ada foto-foto seperti itu di mading kita? Kalian yang nempel itu semua?!""Enggak bu! Saya baru tau tadi waktu saya sampai bu," jawab Rina dengan panik."Tru
Rina lelah harus diekori Adit kemana-mana. Seakan-akan cowok itu sudah berubah profesi sebagai bayangannya.Dia tak boleh jauh-jauh dan hilang dari awasan Adit. Pria itu mengikutinya dan mengawasinya kemanapun dia pergi atau bahkan saat hanya bergerak sejengkal saja.Hanya toilet ceweklah satu-satunya tempat dimana Rina bisa pergi TANPA Adit!Rina mulai merasa seperti TAHANAN saja, yang digandeng kemana saja dan harus melapor kemanapun dia mau pergi. Tak ada lagi waktu baginya untuk dihabiskan dengan sendirian. Adit selalu muncul dan memantaunya setiap saat.Hal ini membuat Rina malu dan super risih. Apalagi kebiasaan Adit yang keranjingan menyentuhnya disana-sini tanpa bertanya dulu pada Rina. Adit bertindak seakan-akan Rina adalah miliknya dan dia berhak melakukan apapun yang dia suka pada pacar barunya itu.Adit tidak tahu bahwa Rina tak suka terlalu banyak bersentuhan dengan orang lain. Dia terbiasa menjaga jarak dan cuek dengan lingkungan sekitarnya, terutama keluarganya. Kedua o