Nania merasa kikuk saat melihat Amerta memicingkan mata padanya. Rasanya seperti orang yang sedang kepergok melakukan kesalahan, padahal dia hanya mengingatkan Maha kalau yang akan dia minum adalah air lemon bukan air putih biasa.“Kalian berdua sudah saling kenal? Kok kamu bisa tahu kalau Maha gak bisa minum air lemon?” Pertanyaan itu membuat Nania sedikit tergagap, ia melihat Maha yang menaikkan sebelah alisnya. Sama seperti yang lain, dia pun menunggu jawaban dari Nania.“Dijawab saja Nak, kalau memang sudah kenal kami juga gak apa-apa.” Nania menghela nafas mendengar ucapan ayahnya.“Kami belum pernah kenalan atau berteman sebelum ini, cuma—” Nania menjeda ucapannya sesaat dan memindai semua wajah yang menunggu kalimatnya dilanjutkan. Nania menghela nafas panjang lalu berkata, “Kami memang pernah ketemu sebelum ini, dan waktu itu kebetulan ada kejadian yang kurang mengenakkan soal dia dan air lemon.”“Kapan?” tanya Maha. Dia nampak ingin memastikan sesuatu.“Beberapa tahun lalu, d
Maha berdiri tepat disamping Nania dan menyodorkan kartunya pada Nadia. Nania sedikit mengernyit, bingung kenapa mereka bisa di tempat yang sama. Apa karena toko bunga ini searah dengan rumah keluarga Chakra.“Mas Maha mau sekalian ambil pesanan bunganya?”“Boleh sekalian Mbak Nad,” jawab Maha.Nania melirik petugas florist yang ternyata mengenal Maha, sedikit curiga pada keduanya karena ternyata sudah saling kenal.Saat Nadia sedang mengambil buket pesanannya, Maha malah berbisik pelan pada Nania. “Ini florist milik Mama, jadi wajar kalau aku kenal dia.” Maha menunjuk Nadia yang sedang menyiapkan pesanannya. Sementara Nania hanya bisa mengerjap.“Beli bunga buat siapa?” t
Maha menatapnya lebih lama—sikap ceria dan terbuka Nania membuat Maha tertarik. Dia tidak tahu apa yang dirasakan Nania, tapi wanita itu juga nampak tidak berpaling darinya. Seolah mereka sedang membuka diri mereka satu sama lain lewat tatapan yang dalam.“Kalian mau sampai kapan lihat-lihatan begitu?” tanya Arjuna. Seketika keduanya saling memutus kontak mata dan melihat ke arah lain.“Gimana Nak?” tanya Rangga pelan.Nania menoleh ke arah ayahnya, pria itu nampak berharap penuh padanya. Nania tersenyum dan berkata, “kalau dia pilihan ayah dan dia bisa memenuhi semua yang aku bilang tadi, aku siap untuk berkenalan lebih dekat.”Mendengar jawaban itu Maha melirik Nania.“Gimana Maha? Sanggup kamu penuhi semua yang Nania minta?” Giliran Maha yang mendapat pertanyaan, kali ini dari Chakra.“Mau nikah kapan?” Glek!Nania menelan salivanya kasar saat mendengar pertanyaan Maha. “Maksudnya? Kamu mau langsung nikah? Kamu gak mau ngenal aku lebih jauh dulu?” tanya Nania.Maha menggeleng. “Pi
“Kenalkan, namanya Nania. Dia putri dari Rangga Prambuni,” ucap Chakra pada seluruh keluarganya. “Dan Nania, ini adalah keluarga Kakek. Ini Shandy anak Kakek dan itu istrinya… namanya Amerta.” Nania megangguk padanya sambil mengulas senyum.“Mereka punya tiga anak, Arjuna, Maha dan Akash. Arjuna dan Akash sudah menikah, sementara Maha sedang mencari calon istri,” lanjut Chakra sambil menunjuk ketiga cucunya. Nania hanya mengangguk pelan.“Nah yang disana, itu namanya Rama. Dia sahabat Akash sekaligus rekan bisnis kami. Dia datang bersama Indira calon istrinya dan anaknya, Anna namanya.”“Ow, gadis kecil dengan kepang dua yang sedang bermain di depan itu namanya Anna?” tanya Nania semangat.“Iya, dia
Setelah luka ada bahagia, mungkin itu yang kini dirasakan Asha. Ia kembali pulih, begitupun dengan putranya, dia dapat kabar bahagia karena sahabatnya akan segera menikah dan bertambah bahagia setelah mengetahui kalau Sizy, kakak iparnya juga sedang mengandung.Sepertinya akan lengkap bahagianya kalau mendapat kabar kalau Maha, kakak iparnya menemukan tambatan hati. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat karena pria itu terlalu sibuk dengan urusan kantor.“Jadi kapan kamu mau menikah Maha?” Maha mendelik mendengar pertanyaan Amerta–ibunya. Rasanya belakangan ini dia sering sekali mendengar pertanyaan itu.“Kapan-kapan Ma,” balasnya singkat.Plak!Satu pukulan mendarat di p
Asha tidak tega melihat pria tua itu bersimpuh di teras rumahnya. Dia meminta pria itu berdiri dan duduk di dalam meskipun Akash sebenarnya tidak setuju. Cakra dan Shandy ikut bergabung ke ruang tamu, sementara yang lain menunggu di luar keluarga.“Ini sebenarnya ada apa?” tanya Asha pelan. Dia memang tidak tahu apa yang terjadi pada Adrian dan keluarganya.“Dia bukan orang baik sayang, harusnya kita gak perlu terima dia,” balas Akash.Asha mengerutkan keningnya, berusaha meminta penjelasan lain dengan tatapan kebingungan.“Seharusnya kamu gak perlu kesini Adrian, bukankah Ayah sudah bilang nanti dia akan ajak Akash bicara pelan-pelan?” pertanyaan itu membuat Adrian mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk.