Setelah obrolan singkat itu, mereka berdiri bersamaan. Jalan pulang membentang ke arah yang berbeda, dan untuk pertama kalinya, mereka benar-benar sadar bahwa waktu bisa jadi bukan sekutu. Langkah kaki mereka menjauh, tapi hati tertinggal di bangku taman itu—bersama mimpi-mimpi yang belum selesai.
Mereka pulang membawa perasaan campur aduk yang tak bisa dijelaskan. Ada kekhawatiran akan kehilangan, akan kemungkinan tidak bisa bersama, menjalani kehidupan masing-masing dengan orang baru yang entah siapa dan bagaimana nanti datangnya. Tapi di balik semua itu, ada harapan—meski hanya sedikit dan terlihat sedikit mustahil.
Arjuna sudah memutuskan langkah apa yang akan diambilnya, setelah dari taman dia melajukan mobilnya ke rumah Akash. Permintaan pertama Sizy harus Ia lakukan. Meminta maaf pada Akash, meski rasanya tidak pantas untuk seorang kakak mela
Maha menatapnya lebih lama—sikap ceria dan terbuka Nania membuat Maha tertarik. Dia tidak tahu apa yang dirasakan Nania, tapi wanita itu juga nampak tidak berpaling darinya. Seolah mereka sedang membuka diri mereka satu sama lain lewat tatapan yang dalam.“Kalian mau sampai kapan lihat-lihatan begitu?” tanya Arjuna. Seketika keduanya saling memutus kontak mata dan melihat ke arah lain.“Gimana Nak?” tanya Rangga pelan.Nania menoleh ke arah ayahnya, pria itu nampak berharap penuh padanya. Nania tersenyum dan berkata, “kalau dia pilihan ayah dan dia bisa memenuhi semua yang aku bilang tadi, aku siap untuk berkenalan lebih dekat.”Mendengar jawaban itu Maha melirik Nania.“Gimana Maha? Sanggup kamu penuhi semua yang Nania minta?” Giliran Maha yang mendapat pertanyaan, kali ini dari Chakra.“Mau nikah kapan?” Glek!Nania menelan salivanya kasar saat mendengar pertanyaan Maha. “Maksudnya? Kamu mau langsung nikah? Kamu gak mau ngenal aku lebih jauh dulu?” tanya Nania.Maha menggeleng. “Pi
“Kenalkan, namanya Nania. Dia putri dari Rangga Prambuni,” ucap Chakra pada seluruh keluarganya. “Dan Nania, ini adalah keluarga Kakek. Ini Shandy anak Kakek dan itu istrinya… namanya Amerta.” Nania megangguk padanya sambil mengulas senyum.“Mereka punya tiga anak, Arjuna, Maha dan Akash. Arjuna dan Akash sudah menikah, sementara Maha sedang mencari calon istri,” lanjut Chakra sambil menunjuk ketiga cucunya. Nania hanya mengangguk pelan.“Nah yang disana, itu namanya Rama. Dia sahabat Akash sekaligus rekan bisnis kami. Dia datang bersama Indira calon istrinya dan anaknya, Anna namanya.”“Ow, gadis kecil dengan kepang dua yang sedang bermain di depan itu namanya Anna?” tanya Nania semangat.“Iya, dia
Setelah luka ada bahagia, mungkin itu yang kini dirasakan Asha. Ia kembali pulih, begitupun dengan putranya, dia dapat kabar bahagia karena sahabatnya akan segera menikah dan bertambah bahagia setelah mengetahui kalau Sizy, kakak iparnya juga sedang mengandung.Sepertinya akan lengkap bahagianya kalau mendapat kabar kalau Maha, kakak iparnya menemukan tambatan hati. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat karena pria itu terlalu sibuk dengan urusan kantor.“Jadi kapan kamu mau menikah Maha?” Maha mendelik mendengar pertanyaan Amerta–ibunya. Rasanya belakangan ini dia sering sekali mendengar pertanyaan itu.“Kapan-kapan Ma,” balasnya singkat.Plak!Satu pukulan mendarat di p
Asha tidak tega melihat pria tua itu bersimpuh di teras rumahnya. Dia meminta pria itu berdiri dan duduk di dalam meskipun Akash sebenarnya tidak setuju. Cakra dan Shandy ikut bergabung ke ruang tamu, sementara yang lain menunggu di luar keluarga.“Ini sebenarnya ada apa?” tanya Asha pelan. Dia memang tidak tahu apa yang terjadi pada Adrian dan keluarganya.“Dia bukan orang baik sayang, harusnya kita gak perlu terima dia,” balas Akash.Asha mengerutkan keningnya, berusaha meminta penjelasan lain dengan tatapan kebingungan.“Seharusnya kamu gak perlu kesini Adrian, bukankah Ayah sudah bilang nanti dia akan ajak Akash bicara pelan-pelan?” pertanyaan itu membuat Adrian mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk.
Hari itu di rumah Akash dan Asha terasa lebih hidup dari biasanya. Cahaya matahari menembus tirai ruang keluarga, membawa kehangatan yang menyenangkan. Akash yang sudah lama sekali tidak ke kantor, hari itu terpaksa mengikuti perintah Cakra untuk kembali menyibukkan diri di kantor.Bagaimanapun, dia punya tanggung jawab yang tidak bisa diserahkan pada orang lain. Asha tentu melepasnya, karena dia juga tidak ingin menjadi penghambat jalannya perusahaan dengan menahan Akash berada lebih lama di rumah. Apalagi saat itu Kinasih dan Amerta juga tetap tinggal di rumahnya.Kinasih sibuk memasak di dapur bersama dengan Bi Marni, sementara Amerta menemani Asha, berbincang ringan sambil menidurkan bayinya.Saat sore menghampiri, Asha sedang keluar dari kamarnya, tapi saat kembali dia mendengar sedikit perdebatan dari dalam ka
Matahari sore menyusup lembut melalui jendela besar kamar bawah. Sejak keluar dari rumah sakit, Asha memutuskan untuk menempati kamar bawah bersama Akash dan bayinya nanti. Ia sedang duduk bersimpuh di sisi ranjang bayi yang baru saja ia pasang bersama Akash pagi tadi. Tangan lembutnya merapikan selimut kecil bermotif awan, memastikan tak ada satu lipatan pun yang mengganggu kenyamanan putranya nanti. Bayi kecil itu, besok pagi akan pulang ke rumah dan dan tawanya pasti akan menjadi magnet cerita untuk seisi rumah."Akhirnya, bisa mengurusmu di rumah dengan tangan Bunda," ucapnya sambil menatap kasur kecil itu, seolah sedang berbicara dengan bayinya.Suara langkah pelan terdengar dari balik pintu. Akash muncul dengan membawa sebotol air hangat dan senyum yang tak pernah berubah sejak hari pertama Asha membuka matanya dari masa kritis.