Share

KONTRAK PERNIKAHAN

Penulis: LilyAnnie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-05 16:25:46

“Saya terima nikah dan kawinnya Asha Ai Pratiwi binti almarhum Bagas Ariadi dengan mas kawin seratus juta rupiah dibayar tunai.” 

Setelah kata ‘sah’ menggema, Asha digiring keluar dari biliknya. Untuk sesaat Akash menatap dingin pada perempuan yang kini sah menjadi istrinya itu, tapi setelahnya mereka melanjutkan proses pernikahan hingga selesai.

Resepsi pernikahan dilangsungkan hingga siang hari. Meskipun pasangan Akash bukan dari kalangan yang setara dengannya, acara resepsi tetap dilangsungkan dengan meriah. 

Banyak rekan bisnis Cakra yang datang dan memberikan selamat untuk pernikahan cucunya, meskipun banyak juga yang menyayangkan keputusan Cakra menikahkan cucunya dengan orang biasa, bukan dengan anak salah satu rekan bisnisnya yang sudah pasti sekelas.

Setelah acara selesai, keduanya masuk ke kamar hotel yang memang disiapkan untuk mereka. Asha bingung harus mulai dari mana, ini pertama kalinya dia berada dalam satu ruangan dengan seorang laki-laki. Dia bahkan bingung harus melakukan apa saat itu.

“Ini apa?” tanya Asha saat menerima selembar kertas dari Akash. Asha membaca pelan-pelan tiap kata-kata yang tertulis di atas kertas putih itu.

Seketika matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar.

“Kontrak pernikahan selama setahun?” tanyanya pelan, seolah bertanya pada dirinya sendiri. “Sejak kapan saya menyetujui pernikahan kontrak? Apa kita pernah membahas ini sebelumnya Tuan?” Kali ini Asha bertanya dengan nada yang lebih tegas.

“Tidak, tapi aku rasa kamu tidak akan kuat menikah denganku.” Asha menggeleng.

“Saya tidak ingin terikat dalam pernikahan kontrak,” tegasnya.

Akash menaikkan sebelah alisnya.

“Lalu kamu mau menikah denganku seumur hidupmu?” tanyanya.

“Saya bahkan tidak pernah berencana menikah dengan Tuan, Tuan yang membuat saya masuk dalam pernikahan ini tanpa bertanya. Bahkan saat ada kesempatan untuk membatalkan pernikahan ini pun Tuan tidak melakukannya. Kalau memang Tuan tidak ingin ada dalam pernikahan ini, kenapa melakukannya?” Asha berdiri di hadapan Akash, sedikit mendongak dan melihat mata laki-laki yang kini menjadi suaminya–mencoba tegar.

“Buat apa aku menggagalkan pernikahan yang memberikanku keuntungan? Aku dapat jabatan baru setelah ini di kantor, dan itu berkat pernikahan ini.” Kalimat itu terdengar begitu licik di telinga Asha.

“Maksud Tuan, Tuan menikahi saya hanya untuk…” kalimat Asha menggantung.

“Iya, buat apa lagi? Kamu pikir saya mau menikah denganmu kalau saya tidak punya keuntungan?” Asha menggeleng, tidak terima dengan penuturan Akash.

“Kalau begitu Tuan bisa melepaskan saya sekarang, bukankah keinginan Tuan sudah tercapai? Saya tidak ingin terikat dengan pernikahan kontrak seperti ini, ini salah.” Asha meremas kertas di tangannya dan membuangnya.

Kakinya melangkah, tangannya hampir menyentuh handle pintu berniat meninggalkan kamar itu dengan air mata yang mulai menggenang di pipinya.

“Selangkah saja kamu keluar dari ruangan ini, aku pastikan kamu akan menyesal Asha.” Asha menghentikan langkahnya. “Kalau Kakek tahu pernikahan kita berakhir secepat ini, apa menurutmu Kakek akan membiarkanmu dan ibumu tinggal di rumah kami lagi?” Asha bergeming.

“Uang mahar itu juga akan aku ambil kembali, lalu dengan apa kamu akan membayar semua hutangmu pada keluargaku?” Asha tercekat, kedua tangannya mengepal keras.

“Lanjutkan saja pernikahan ini, dan kalian bisa melunasi hutang-hutang kalian.” Akash berbalik badan, melihat Asha yang masih memegang handle pintu dalam diam. 

“Saya tidak ingin terikat pernikahan kontrak,” tegas Asha singkat dan memutar badannya hingga kini mereka saling tatap. “Saya tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan, itu terlalu sakral untuk saya.” Suara Asha terdengar datar, tidak setegas sebelumnya.

“Lalu?” Mendengar pertanyaan Akasah, Asha memutar bola matanya, berpikir keras harus berkata apa. “Kamu bahkan tidak tahu kamu mau apa, tapi seenaknya menolak kontrak yang aku berikan.” Akash memilih duduk di pinggiran kasur, melepas tuksedo yang masih menempel di badannya, lalu melonggarkan dasinya.

“Kamu boleh pergi, tapi seperti yang aku bilang tadi… selangkah saja kamu keluar dari kamar ini, saat itu juga kamu akan menyesal," ucap Akash.

Asha meremat tangannya satu sama lain. Dia tidak punya pilihan apapun saat itu, dia benar-benar tidak tahu harus apa.

“Apa tidak ada jalan lain Tuan? Apa saja asal bukan kontrak pernikahan dan saya tidak harus menghadapi kemarahan Tuan besar.” Melihat Akash tidak menjawab pertanyaannya, Asha kemudian berjongkok dan mengambil kertas yang sudah tidak berbentuk itu kemudian membacanya.

‘Pernikahan macam apa yang akan aku lalui dengan semua kesepakatan ini?’ pikir Asha. ‘Apa aku bahkan punya gelar istri dengan semua kesepakatan ini?’ 

Asha mengangkat kepalanya dan kembali berdiri, dilihatnya Akash yang hanya diam tanpa bicara sambil membuka kancing kemejanya.

“Saya akan mengikuti semua isi kesepakatan ini, kecuali dua hal," ucap Asha, Akash melirik. “Pertama, tidak ada batas waktu. Siapapun boleh mengakhiri pernikahan kalau memang sudah tidak sanggup lagi, entah itu mencapai setahun, atau kurang dari setahun.” Akash mengangkat wajahnya, menatap pemilik netra hitam yang sedang bicara di hadapannya.

“Dan yang kedua, surat ini membatasiku untuk melakukan tugasku sebagai istri. Aku akan tetap melakukan tugas sebagai istri,” ucap Asha.

“Termasuk melayaniku?”

Asha menarik nafas sebelum menjawab. “Disini Tuan menulis tidak ada sentuhan fisik,” balas Asha.

“Tapi kamu bilang kamu akan melakukan tugasmu sebagai seorang istri, bukankah melayaniku juga bagian dari tugasmu?” Asha tercekat.

“Maksudku, tugas lain seperti menyiapkan pakaian, makan atau kebutuhan Tuan yang lain.” Akash berdiri berhadapan dengan perempuan yang masih memakai kebaya putih itu.

“Selebihnya?” 

“Saya akan mengikuti yang lainnya. Saya tidak akan ikut campur urusan pribadi Tuan, tidak ada sentuhan fisik selama berdua kecuali Tuan mengizinkan. Saya juga tidak akan menuntut harta apapun setelah perpisahan nanti, termasuk nafkah selama menikah, saya akan menerima berapapun yang Tuan berikan, tanpa penolakan.” Akash menyilangkan tangan di depan dadanya.

“Yakin?” Asha mengangguk pelan.

“Oke, semua yang tertulis di kertas itu berlaku mulai hari ini, kecuali masalah waktu dan melakukan tugas yang kamu inginkan. Ingat…” Akash menggantung kata-katanya. “Jangan jatuh hati dalam hubungan ini, hubungan kita hanya sebatas di atas kertas. Kalau di luar aku memperlakukanmu dengan baik dan romantis, itu sebatas untuk membuat orang lain percaya pernikahan ini adalah pernikahan sungguhan, jadi jangan baper.”

Asha menelan salivanya kasar sambil melihat Akash yang berlalu ke kamar mandi.

Tidak ada yang tahu pernikahan macam apa yang akan dilaluinya setelah ini. Menikah dengan orang yang tidak mencintai dan tidak dicintainya sudah satu kekurangan menurutnya, ditambah dengan hubungan tanpa sentuhan fisik, apakah hubungan ini akan menjadi pernikahan platonis?

‘Ya Allah, aku percaya semua yang Kau takdirkan adalah yang terbaik untukku. Tolong Allah, tolong berikan kekuatan dan kemudahan untukku menjalani pernikahan ini dengan baik.’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG   TRAUMA INDIRA

    “Erik?”Mendengar nama itu disebut, sontak membuat Indira menoleh pelan, melihat suaminya yang sedang melihat ke arah ponselnya. “Mas, tadi sebut nama siapa?” tanyanya memastikan.“Erik,” jawab Rama.“Siapa? Erik siapa?” tanya Indira.“Aku juga gak tahu sayang, ini Akash yang kirim pesan.” Rama menunjukkan ponselnya ke arah Indira.[Kenal Erik?]Indira spontan mundur perlahan, bayangan beberapa tahun lalu bermain di kepalanya. Rama kaget melihat sikap Indira yang berubah. Wanita itu bahkan terus berjalan mundur bahkan ia abai pada panggilan suaminya, hingga punggungnya membentur dinding.

  • PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG   TENTANG ERIK

    Erik menoleh, sosok Akash berjalan pelan menghampiri. Melihat Akash datang Gara dan Esa memilih memindahkan food tray milik mereka ke meja lain sambil terus memperhatikan Akash. Berjaga-jaga kalau Erik mencari masalah dan Akash terpancing.“Anda siapa?” tanya Erik dengan tatapan tajam.Akash menarik satu sudut bibirnya, mengulurkan tangannya yang langsung diraih oleh Asha. Melihat itu Erik mengerutkan keningnya, lalu menatap Akash yang menarik pelan Asha ke arahnya.“Seharusnya Pak Arjuna sudah mengatakan apa posisi Asha di CPM, dan kalau anda menganggap kerjasama dengan CPM penting, harusnya anda berhenti membuat ulah dan mengganggu istri saya.”Erik bergeming, matanya menelisik Akash dari ujung rambut ke ujung kaki. Seperti sedang menghitung sia

  • PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG   BERTEMU ERIK KEMBALI

    “Asha,” sapaan halus itu membuat Asha menoleh pelan pada sumber suara. Ternyata, di seberang meja yang ia pilih sudah lebih dulu duduk Rama, Indira dan Anna dengan tiga mangkuk es krim yang menggugah selera.“Hei!” Asha yang menyadari kehadiran keluarga Rama begitu senang dan lekas menghampiri mereka.“Gabung sini aja ante Asha, ini banyak kursi kosong nih,” ajak Anna.Belum juga Asha menjawab, Atha lebih dulu mengambil tempat duduk di samping Anna. Mau tidak mau Akash dan Asha pun di meja yang sama dengan Rama dan Indira.Obrolan ringan tercipta begitu saja, ada canda yang hadir dari obrolan Anna dan Atha. Lalu sedikit mengarah ke haru ketika mereka membicarakan tentang kehamilan Indira dan Asha yang berdekatan waktunya.“Berarti nanti, Anna bakal punya dua adik sekaligus ya. Satu dari Bunda Dira, satu lagi dari Ante Asha.” Mata Anna berbinar ketika mengucapkan hal itu, ia bisa membayangkan akan menggendong dua bayi kecil sekaligus.Asha dan Indira hanya bisa mengulum senyum melihat

  • PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG   DIJEMPUT YANG TERKASIH

    Asha merasa seluruh tubuhnya seperti kehilangan tenaga sore itu. Ia menundukkan kepala sebentar, menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan sisa energi yang tersisa setelah seharian penuh rapat dan koordinasi proyek.Tangannya terulur ke belakang leher, memijat pelan bagian yang terasa kaku. Sesekali ia menggeleng kecil, berusaha mengusir rasa pening yang mulai merayap dari pelipis ke belakang kepala.“Ternyata kerja sendiri secapek ini ya?” gumamnya pelan.Ini memang pertama kalinya dia mengurus pekerjaan sendiri tanpa Akash. Biasanya, rasa lelah itu bisa ditepis dengan melihat wajah Akash yang menyungging senyum, tapi hari ini… jangankan senyum, bahkan melihat wajah Akash saja tidak bisa.Asha merapikan tasnya, menatap layar ponsel sekilas&mda

  • PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG   RUANG RAPAT

    Sepanjang rapat berjalan, Asha berusaha fokus pada presentasi dan data pendukung yang ditampilkan di layar. Saat semua orang fokus pada pembahasan kerjasama, Erik justru malah mencari celah—melempar komentar yang terlalu personal, menggodanya dengan nada bercanda yang sama sekali tidak pantas untuk suasana formal.“Kamu gak pernah berubah ya Sha, selalu serius dan… tetap cantik dan menarik,” ucapnya setengah berkelakar. Arjuna yang mendengar itu belum menunjukkan reaksi apapun, justru beberapa rekan kerja Erik yang memberi teguran kecil.Sayangnya, dia tidak mengindahkan teguran dari rekan kerjanya itu dengan dalih, dia sudah mengenal Asha sebelumnya.Asha menegakkan badan, menatapnya dingin dari ujung meja dan berkata, “tolong jaga batasan Anda tetap profesional, Pak Erik.”Erik menyungging senyum tipis. “Jangan terlalu serius Sha,” ucapnya dengan senyum licik yang dibuat-buat.Arjuna, yang duduk tak jauh dari mereka, sudah sejak awal memperhatikan perubahan ekspresi Asha. Ia mungkin

  • PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG   AKASH MODE NGIDAM 

    Mood Akash hampir saja berantakan saat melihat Esa dengan kejahilannya.Beruntung saat itu Asha mengambil alih kedua piring dan meletakkannya di hadapannya. Ia menyendok satu sendok makanan dan menyuapi Akash, hingga pria itu mengulas senyum. Lupa sudah dia pada kesalnya pada Esa.Esa dan Yudha hampir tersedak melihat tingkah atasan mereka, ingin tertawa tapi melihat tatapan tajam Asha pada mereka, membuat keduanya akhirnya memalingkan muka dan menahan tawa.Masalahnya, yang melihat kejadian itu bukan satu dua orang, tapi seisi kantin memperhatikan bagaimana Akash bertingkah seperti anak-anak di hadapan istrinya.Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar, tapi kali ini Asha menuliskan telinganya. Ia memilih melayani suaminya yang sedang mode manja dan clingy. Tidak peduli dengan tatapan dan bisikan orang-orang di sekitarnya.“Lagi?” tawar Asha saat melihat piring pertama sudah kosong.Akash menggeleng, tapi piring di hadapan Asha ditarik mendekat ke arahnya. “Sekarang biar Mas yang suapi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status