Beberapa hari berlalu sejak Asha kembali bekerja. Ia sudah mulai terbiasa dengan rutinitas kantor dan perannya sebagai asisten Akash. Melihat beberapa pekan ini Atha bisa diajak bekerjasama dengan baik, Asha makin yakin untuk tetap melanjutkan pekerjaan di kantor mendampingi Akash.
Mengenai Mirna, wanita itu tampak bersikap lebih bersahabat beberapa hari ini. Bukan karena sudah merasa cocok dengan Asha, tapi karena dia sedang menanti bom waktu meledak seperti yang sudah direncanakan sebelumnya.
Hari ini, harusnya bom itu menjadi awal mula Akash akan menganggap Asha kurang rapi dalam mengatur jadwal, dan bisa saja setelah itu Akash akan meminta semua jadwalnya kembali diatur oleh Mirna.
Tamu yang dijanjikan pertemuan telah datang, sementara Akash tidak berada di tempat karena sedang ada meeting di luar kantor. Dengan
“Apa kabar Sha?”Asha menyipitkan matanya, di hadapannya berdiri Cantika, teman lama Akash dengan seorang pria paruh baya yang ia ketahui sebagai ayah Cantika–Andika. Ini kali pertama Cantika menyapanya dengan bahasa yang halus dan tanpa sindiran, dan Asha berusaha untuk membalasnya dengan santun.“Baik, Mbak.” Asha tersenyum tipis berusaha mengusir rasa canggung diantara mereka.“Kamu sendirian?” tanya Cantika setelah memperhatikan tidak ada Akash di samping Asha.“Iya, lagi sendiri, nanti mungkin Mas Akash nyusul setelah pekerjaannya beres. Mbak Cantika lagi ngedate sama Pak Andika?” tebak Asha.Cantika tersenyum dan merangkul lengan ayahnya. “Iya, ngedate sama aya
Asha tahu suaminya tidak sepenuhnya salah. Bukan salah pria itu kalau Tari tiba-tiba datang dan mengajaknya makan siang, apapun alasannya. Tapi hati kecil Asha tetap saja merasa kesal melihat perempuan itu berusaha mendekati suaminya.Rasanya ingin mengusir, tapi dia cukup tahu tempat. Apalagi perempuan itu tidak membuat keributan.“Sayang, sudah ya ngambeknya. Aku baru lihat kamu senyum sumringah lagi setelah beberapa hari kamu jutek, masa belum dua puluh empat jam aku dicuekin lagi,” ucap Akash saat mereka berada di ruang kerja setelah kembali dari makan siang di kantin.Bukannya menjawab permintaan Akash, Asha justru membicarakan hal lain. “Jadwal Pak Akash siang ini kunjungan ke Alpha projek jam satu tiga puluh bersama Pak Yudha, Pak Esa dan Siska.”Akash menerima satu tas ransel dari tangan Asha tanpa bersuara. “Perlengkapan Bapak sudah saya siapkan di sini, untuk dokumen sudah disiapkan Siska dan sudah diserahkan ke Pak Yudha.”Akash mencekal tangan Asha saat wanita itu bicara p
Akash menyadari tatapan Asha yang tajam ke arahnya dan membuatnya menghela nafas berat. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman lagi, maka dia meninggalkan Tari yang sedang asik mengajaknya bicara. Langkahnya pasti mendekati Asha yang berdiri di samping meja resepsionis, dan tanpa basa-basi memeluknya di depan semua orang.“Maaf, aku gak tahu dia tahu darimana soal CMP dan aku juga gak tahu kenapa dia datang,” bisik Akash.“Dia mau ngajak kamu makan siang,” balas Asha. Tangannya dengan pelan melepas tangan Akash yang melingkar di badannya. “Silahkan,” ucapnya pelan.Setelah itu, ia berbalik badan dan meninggalkan Akash yang memijat pelipisnya karena menyadari salah paham sudah tidak bisa dihindari.Saat melihat punggung Asha menjauh, Akash
Akash mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan Asha. Ia berusaha merangkai kata sebelumnya akhirnya mulai mengulur cerita tentang pertemuannya dengan Tari di rumah sakit semalam.“Mas ketemu dia semalam, pulang dari beli makan dia nabrak Mas di lorong rumah sakit. Kayaknya dia lagi sakit, jalannya sempoyongan dan nabrak aku sampai dua kali. Terakhir, dia hampir jatuh dan sempat Mas tangkap, terus dia dibawa ke UGD sama perawat di rumah sakit.”Akash mulai menjelaskan sambil berharap Asha tidak salah sangka padanya. “Dia sendiri, gak ada teman dan ternyata gak bawa uang juga. Karena Mas yang pertama kali menemukan dia, ya sudah Mas sekalian bantu untuk bayar biaya perawatannya semalam.”Asha diam mendengarkan sampai Akash kembali bicara, “sudah gitu saja.”
Makin sore, suasana makin hangat. Hingga tidak terasa mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun sebelumnya Akash memesan dua paket untuk dibawa pulang, untuk Kinasih yang pada akhirnya tidak ikut bergabung juga untuk keluarga lain di rumah Kurniawan.Beberapa saat menunggu, pesanan mereka akhirnya siap dan diantarkan ke meja mereka. Namun anehnya, mereka bukan menerima dua tetapi malah tiga paket.“Mba, kami cuma pesan dua paket bukan tiga,” ujar Akash sambil mengembalikan satu paket yang lekas ditolak oleh pramusaji yang melayani mereka.“Maaf Mas, yang satu lagi free,” balas pramusaji membuat Akash dan yang lainnya saling pandang.“Free?” ucap Akash memastikan.“Betul, ini free
Sinar matahari menembus tirai tipis kamar rumah sakit. Asha duduk di tepi ranjang, membelai lembut rambut Atha yang tampak jauh lebih segar. Wajah pucat yang kemarin membuatnya panik kini berganti rona ceria, benar-benar tidak terlihat seperti anak yang sedang sakit dan butuh perawatan.Dalam kunjungan terakhirnya dokter sudah mengizinkan pulang, maka Asha lekas menyiapkan semuanya sebelum Akash kembali dari mengurus administrasi.Asha menyiapkan pakaian Atha, lalu membantu anak kecil itu mengenakan kaus favoritnya yang bergambar dinosaurus. Beberapa saat kemudian, Akash kembali dengan senyum sumringah di wajahnya. “Sudah siap?” tanyanya.“Siap Ayah.”“Ciap Yayah.”Asha dan Atha menjawab bersamaan.“Atha mau digendong Ayah apa Bunda nih ke mobil?” tawar Akash.Pria kecil bernetra hitam itu melirik ayah dan bundanya bergantian. Tangannya mengetuk-ngetuk pipi seperti sedang berpikir keras.Akas