Sera bertemu dengan Rama di kediaman Louwen, sepasang ayah dan anak itu berpelukan menyampaikan perasaan bersalah satu sama lain. Sera yakin kalau Rama sudah berubah, dan ia percaya dengan Rama. Setelah sekian lama ia bisa merasakan pelukan Rama kembali.
Ia menangis bahagia, namun ada perasaan janggal di hatinya yang entah ia tak tau penyebabnya apa. Di ruang tamu cukup sepi, ia bisa menangis tanpa orang asing dengar. Sampai akhirnya ia melepaskan pelukannya dari Rama.
"Mama ke mana, pa?" tanya Sera dengan suara pelan.
"Mama pergi tanpa kasih tau papa," jawab Rama berbohong. Rama sudah berjanji kepada Arsya untuk tak mengungkapkan semuanya kepada Sera dalam waktu dekat ini.
"Papa sama mama bertengkar?" tanya Sera.
Rama mengangguk kaku. "Mama lebih memihak Liora, padahal dia pura-pura baik," jawabnya.
"Papa jangan sedih, mam
Giory dan Louwen berduka, tertua keluarga mereka meninggal dunia sejak pagi tadi. Arsya menangis mengetahui fakta ini, dan sekarang ia berada di mansion. Di depannya sudah ada 2 peti yang berisi jenazah kakek dan neneknya. Bodyguard Giory turut sedih, mereka tak kuasa menerima berita ini.Karangan bunga ucapan bela sungkawa berjejer rapi di depan mansion. Ini benar-benar mengejutkan, bahkan yang lebih mengejutkannya lagi opa dan oma Sera meninggal karena kecelakaan sewaktu hendak menemui Sera. Ia dan Sera berduka, dan sekarang Sera berada di mansion Louwen."Kek, nek, bangun hiks hiks, Arsya mohon," lirih Arsya memeluk peti mati itu.Reta dan Alif mendekat ke arah sang anak. "Ikhlaskan nenek dan kakek, jangan buat mereka sedih sayang," ucap Reta yang kini sama-sama terlukanya seperti Arsya."Mereka enggak boleh pergi hiks hiks, Arsya masih butuh mereka, Bun," sahut Arsya. 
Di samping 2 gundukan tanah Arsya berada, kakek dan neneknya sudah di makamkan secara tertutup. Tak ada wartawan yang bisa masuk ke dalam pemakaman ini. Tatapannya kosong, berharap ini cuma mimpi. Rasa bersalahnya menyeruak ketika ia tak berhasil menemukan mereka.Ia tak menangis, namun sorot matanya sendu tak kala teringat peristiwa manis saat bersama dengan kakek dan neneknya. Alif dan Reta jongkok di samping kanan dan kirinya, mereka tak henti-hentinya menguatkan dirinya lewat elusan. Ia benar-benar lemah sekarang."Yuk kita pulang," ajak Reta.Arsya menggeleng pelan. "Aku masih mau ada di sini," ungkap Arsya."Kamu jangan gini, Arsya, bunda mohon," lirih Reta yang malah ikut sedih dengan keadaan Arsya yang seperti ini."Pulang, Arsya!" titah Alif penuh penekanan."Kalian bisa pulang sendiri," jawab Arsya tanpa melihat k
Di halaman luar, Citra dan Liora berdiri. Mereka baru saja mendapatkan kabar bahwa tertua Giory dan Louwen sudah tiada. Tentu saja mereka sangat senang mendengar fakta ini, Hesa berhasil melakukan misinya. Mereka berdua tengah berpesta dengan berbagai macam minuman beralkohol.Musik disko sengaja dinyalakan guna merayakan kemenangan mereka, bukan merayakan lebih tepatnya rencana mereka berhasil. Melenyapkan tua bangka seperti mereka merupakan tugas yang sangat mudah. Tanpa mereka sadari, Hesa berjalan dari arah belakang dengan wajah penuh kemenangan."Bagaimana dengan Arsya dan Sera?" tanya Citra saat Hesa sudah berdiri di sebelahnya."Mereka kacau dan aku senang," balas Hesa tersenyum smirk."Tapi mereka mencari kita sekarang," ucap Liora dengan nafas gusar."Kita akan kembali ke sana," balas Hesa."Nanti kita akan ketangk
Sera mengurung diri di kamarnya, ia sedih kemarin malam mengetahui fakta bahwa ia bukan anak kandung dari Rama. Sejak semalam hingga pagi pukul 8 ia masih berada di kamar seorang diri. Sengaja ia mematikan CCTV supaya mereka tak ada yang tau keadaan dirinya.Ia benar-benar menghabiskan waktu dengan menangis, menangis, dan menangis. Ujian datang bersamaan, siapa yang sanggup? Fakta ini membuat dirinya kecewa dan marah bercampur menjadi satu. Sedangkan di luar kamar, terdapat Arsya dan Lita yang mengetuk pintu kamar Sera.TokTokTok"Sera, buka pintunya," ucap Lita."Aku khawatir sama keadaan Sera," imbuh Lita."Cari kunci cadangan, atau minta kepada ketua bodyguard yang ada di sini," suruh Arsya.Lita segera melaksanakan apa yang Arsya ucapkan. Sedangkan di sini Arsya tetap mengetuk pintu
Lita berjalan menyusuri mansion Louwen, tadi saat ingin ke kamar Sera ia melihat dia bersama dengan ibu kandungnya. Alhasil ia memutuskan untuk berjalan di sekeliling mansion ini, lagi pula ia sudah lama tak berada di sini. Namun matanya melihat seorang anak kecil berada di pinggir kolam.Segera ia menghampirinya, agaknya dia masih berumur 3 tahun. Apakah dia anak dari bodyguard yang ada di sini? Jika iya mengapa dibiarkan berada di dekat kolam renang. Apalagi anak laki-laki itu bermain air dan diciprat-cipratkan hingga membuat bajunya sedikit basah."Hai adek ... Kenapa di sini sendirian?" tanya Lita.Anak kecil itu menoleh ke arah Lita. "Wajah kakak milip Afa, apa kakak mama Afa?" tanya anak kecil itu.Lita memekik gemas melihat gaya bicara anak itu, dengan segera ia menggendongnya. Bukannya memberontak, anak laki-laki itu malah memeluknya dengan erat. Ia akui jika wajahnya
Sera berada di kamarnya bersama dengan Lia, ia sudah tak canggung lagi berada di dekat beliau. Robet dan Lia sendiri memang ia suruh untuk tetap berada di mansion Louwen. Arsya sendiri pamit katanya pergi ke kantor dari beberapa jam yang lalu.Ia sekarang tiduran di paha Lia sembari menonton film luar negeri. Sangat nyaman berada di posisi ini, namun di sisi lain ia juga merindukan kehangatan yang Citra berikan. Aish! Ia tak boleh lagi berpikir seperti itu, sama saja menyakiti hati Lia yang mana beliau sudah menjadi ibu kandungnya."Kenapa mama percaya kalau masih punya anak?" tanya Sera."Dulu sewaktu kamu lahir, dokter bilang jenis kelaminnya laki-laki. Namun saat USG perempuan, dulu mama dan papa berpikir mungkin dokter waktu USG kamu salah. Dokternya juga udah berumur," jawab Lia."Berapa kali mama USG?" tanya Sera lagi."Beberapa kali sih dan ha
Sera dalam perjalanan menuju Apartemen Arsya, entah mengapa ia ingin sendiri saja. Awalnya tadi Robet dan Lia menyuruh dirinya ke rumahnya, namun ia tolak dengan alasan ingin bersama Arsya terlebih dahulu. Oh iya, Lita pergi bersama dengan Rian.Ia benar-benar tak menyangka jika mereka berdua akan sedekat ini, bahkan ia baru saja mendapatkan informasi bahwa Lita sudah di ajak bertemu istri Rian di rumah sakit. Dirinya tak bisa memberikan saran apa-apa, yang jelas do'a terbaik ia beri kepada mereka berdua.Lampu merah, ia berhenti dan membuka kaca mobil sebab ada penjual bunga mawar menghampiri mobilnya."Berapa harganya?" tanya Sera."10 ribu satu.""Saya beli semuanya, berapa?" tanya Sera."250 ribu, beneran kakak beli semuanya?"Sera mengangguk. "Nanti bagiin gratis ya, kakak cuma ambil satu," ujarnya
Arsya sudah berada di apartemen bersama dengan Sera, mereka berdua berada di atas kasur dengan posisi bersender. Mereka berdiam diri berusaha menikmati dan menerima apapun yang baru saja terjadi. Sulit untuk dimengerti namun otak mereka dipaksa bekerja terlalu keras, mental di tekan untuk berlindung diri.Apa yang harus mereka lakukan nanti? Cepat atau lambat mereka hanya akan berdua saja sebab tak ada orang lain yang bisa dipercaya. Dunia ini penuh tipu daya yang sangat pandai dalam bersandiwara, semua seolah baik-baik saja ketika kita terluka dan sendiri. Sera dan Arsya lelah dengan semua ini, pikiran dan batinnya."Andai aku bisa memilih, aku pasti memilih lahir dalam keluarga sederhana dan penuh ketenangan," ujar Sera dengan sorot mata ke depan."Kita mempunyai keinginan yang sama tapi takdir tak mendukungnya, semua yang kita takutkan terjadi. Semua orang perlahan-lahan pergi tanpa bisa kita kejar," sahut