Malam harinya Arsya dan Sera sudah berada di apartemen. Saat ini kedua orang itu tengah rebahan dikasur mereka dengan pandangan mengarah kalangit-langit kamar. suasana cukup hening, haya terdengar suara detak jarum jam yang menenangkan.
Arsya menaruh kedua tangannya diatas kepala, sedangkan Sera bersedekap dada. TV pun tak mereka nyalakan, niatnya ingin kembali kerumah sakit namun tak jadi. Mereka masih capek dan tentunya shock dengan kejadian tadi, lebih baik mereka kesana besok saja takutnya tak fokus untuk berkendara.
"Menurutmu siapa keluarga mama yang ikut andil dalam pembunuhan itu?" tanya Sera, ternyata kasus pembunuhan yang Lita ceritakan tempo hari lalu berkaitan dengan keluarga mereka masing-masing. Namun sampai sekarang mereka masih belum tau tentang, apa tujuan dari pembunuhan itu? Siapa korbannya? Dan apakah pembunuhan itu menyangkut seluruh anggota keluarga mereka atau hanya sebagian saja?.
<Saat ini Arsya dan Sera berada didalam kantor milik Sera. Arsya akan mengerjakan pekerjaannya disini bersama Sera. Mereka nampak duduk kursi kerja, dengan tangan yang sibuk berkutat dengan laptop. Memang disana terdapat 2 kursi jadi mereka duduk berdempetan dan menaruh laptopnya diatas meja.Di hadapan mereka sudah ada beberapa tumpukan berkas yang harus segera tanda tangani. Bahkan masing-masing asisten sudah mereka suruh untuk membantu menyelesaikan ini, namun tetap saja masih banyak yang belum terurus mengingat bukan hanya 1 dan 2 perusahaan yang mereka kelola.Arsya melirik Sera, perempuan itu nampak merenggangkan otot-otot tanganya. Pasti istrinya itu capek, sehabis dari rumah sakit mereka langsung kesini niatnya ingin kemansion menjenguk Reta tak jadi. Jika mereka pergi maka pekerjaan akan semakin menumpuk."Apa kau capek?" tanya Arsya menatap mata Sera.Sera mengangguk,
15 Februari 20**Seorang anak kecil perempuan berumur 4 tengah berlari mengelilingi taman. Reta, ya di adalah Reta yang saat itu berumur 4 tahun. Reta kecil berlari dengan riang, tanganya memegang erat boneka kecil berwarna coklat.Reta tampak bernyanyi kecil, rambutnya yang terurai indah ikut terbang kebawa angin. Dirinya memakai dress selutut berwarna soft pink dipadukan dengan sepatu yang sangat cantik berwarna senada. Namun saat dirinya asik bernyanyi tiba-tiba ada yang menarik telinganya, seketika ia berhenti dan menangis karena telinganya terasa sakit.Saat melihat kebelakang ia dikejutkan dengan seorang perempuan melototkan mata kearahnya. Nyali Reta menciut setelah melihatnya, dia ibu tirinya yang sangat membenci dirinya."Hiks hiks lepasin," Reta menangis, tangannya mencoba melepaskan jeweran itu."ANAK TAK TAU DIUNTUNG, BUKANYA BERSIHIN RUMAH MAL
Batu yang dibawa Arsya terbelah menjadi dua bagian, didalamnya terdapat kertas digulung memanjang. Dengan segera Sera mengambil kertas yang tertancap di batu itu. Saat dirinya ingin membukanya tanganya dengan cepat dicekal oleh Arsya.Arsya melarang Sera membuka kertas itu disini, akhirnya mereka masuk kedalam mansion menuju kamar Sera berada. Sesampainya disana mereka langsung menutup jendela dan kordenya, tak lupa mereka mengunci pintunya. Sampai saat ini tak ada bodyguard disini, lantas kemana perginya mereka semua?."Kita buka," ujar Arsya, mereka duduk di pinggir kasur. Seketika suasana menjadi mencekam, suara guntur menyapu indra pendengaran kedua manusia berbeda jenis kelamin itu."Saya berada disekitar kalian, saya orang yang selalu mengirimkan kalian petunjuk. Jangan mencari saya dan menebak-nebak siapa saya sebenarnya. Saya akan keluar diwaktu yang sangat tepat. Tenang saja, saya akan terus mengirim
Kini Arsya dan Sera berada di depan ruang rawat Abimana. Disana tak hanya ada mereka, Angga dan Andre turut hadir dengan perasaan yang sama. Mereka sama-sama diselimuti rasa panik luar biasa. Andre berjalan kesana kemari, mereka menunggu dokter yang menangani Abimana keluar.Tak lama dokter keluar, dengan segera mereka menghampiri dokter itu dan menanyakan keadaan Abimana. Mereka emosi saat dokter itu hanya diam tak membalas pertanyaan yang mereka lontarkan."Mari ikuti saya ke dalam," ujar Dokter itu, tanpa menunggu berlama-lama lagi mereka masuk kedalam.Pertama kali mereka lihat adalah Abimana yang dipenuhi oleh alat-alat medis. Andre berjalan dengan langkah gontai kearah Abimana. Mereka ingin menangis namun tak ada air mata yang keluar. Arsya, Sera dan Angga mengikuti langkah Andre dengan pandangan yang tak lepas dari Abimana."Bangun pa," suara Andre terdengar parau di te
Pemakaman Abimana sudah dilakukan semenjak 20 menit yang lalu. Semua orang yang menghadiri sudah pulang, kini hanya ada beberapa orang berdiri didepan gundukan tanah yang masih basah termasuk Arsya dan Sera. Arsya dan Sera memakai kaca mata hitam dan tentunya berbaju hitam menandakan bahwa mereka turut berduka.Dibalik kaca mata yang mereka kenakan ada rasa kesedihan yang mendalam, bahkan setiap bola matanya mengarah ke arah makam mereka selalu teringat akan bayang-bayang Abimana. Sedangkan Andre berlutut di depan batu nisan sang papa dengan pandangan kosong.Angga berjongkok disamping sang adik, kini lelaki itu menaburkan bunga diatas gundukan tanah. Tak lama Andre berdiri diikuti dengan Angga. Pandangan mereka menyapu ke segala arah, banyak sekali bodyguard disekitr mereka.Andre berjalan, kini posisinya berada tepat disamping Arsya. Mata lelaki itu menyiratkan amarah. Arsya hanya melihat kearah depan, dia
Hari tepat 1 bulan kepergian Abimana, Arsya tak menyalahkan dirinya lagi. Beberapa hari lalu lelaki itu bertemu dengan Andre dan mereka sama-sama meminta maaf, kini sudah tak ada lagi perselisihan diantara mereka. Namun tetap saja selama beberapa minggu terakhir banyak sekali teror yang mereka alami.Namun mereka masih belum melanjutkan misi dan memilih untuk beristirahat sejenak dari dunia yang penuh tipuan ini. Saat ini Arsya dan Sera berada dikamar apartemen mereka. Kedua orang itu tengah melakukan sarapan pagi dengan sandwich buatan Sera.Sera baru ingat jika Abimana pernah memberikan dia dan Arsya sesuatu. Dengan segera Sera mencari barangnya di ruangan sebelah, untung saja barangnya masih ada. Sera benar-benar lupa tentang itu, untung saja dia masih ingat dan kotaknya terbungkus rapi walapun ada debu-debu yang menempel disekitarnya.Sera kembali kearah Arsya dengan membawa 2 kotak berukuran sedang
Mobil yang Arsya dan Sera ikuti berhenti didepan mansion Louwen. Yah! Mereka tak salah lagi, mobil itu berhenti dan masuk ke halaman mansion Louwen membuat Arsya dan Sera mengenyrit bingung."Mengapa dia masuk?" tanya Sera tak mengerti."Lebih baik kita masuk," ujar Arsya yang kini kembali memasang sabuk pengaman ditubuhnya.Lantas mereka masuk kedalam dan ternyata mobil jeep orang itu berhenti disamping pohon, tanpa berlama-lama lagi Arsya memikirkan mobilnya ditempat yang agak jauh. Sera sendiri tadi sempat mengintip, namun jeep nya kosong sepertinya orang itu sudah masuk kedalam mansion.Arsya dan Sera masuk kedalam mansion dengan tangan bergandengan. Mereka melihat sekitar, terdengar suara bising dari halaman belakang. Sera mengangguk, mereka maju ke depan dan benar saja di halaman belakang banyak orang termasuk orang yang mereka ikutin tadi."Di
Kini mobil yang dikendarai Arsya berhenti di pinggir jalan, 50 meter didepan merupakan kediaman Abimanyu. Mereka memilih untuk berhenti disini dan memantau keadaan. Arsya juga sudah mengaktifkan fitur keamanan untuk mobilnya.Bisa dipastikan jika tak ada yang mengenal dirinya dari luar. Sekarang ini Arsya tengah menelfon bodyguardnya supaya bisa masuk kedalam. Ternyata cukup sulit untuk membobol keamanan di kediaman Abimanyu. Sedari tadi lelaki itu nampak fokus dengan laptopnya, Arsya ingin melihat keadaan didalam rumah berlantai 3 itu."Aku akan keluar dan mencoba lewat kesana," ujar Sera."Bahaya Sera!" ujar Arsya yang menentang keputusan Sera."Aku bisa jaga diri Arsya," ucap Sera tetap dengan pendiriannya.Arsya mengusap wajahnya, Sera keras kepala jadi dirinya tak bisa berbuat apa. Akhirnya Sera keluar dengan menggunakan jaket kulit berwana cokl