3 hari kemudian Arsya dan Sera sudah diperbolehkan pulang, sebenarnya hanya Sera yang diperbolehkan. Namun Arsya tetap kekeh ingin pulang, dan akhirnya diijinkan oleh dokter. Arsya pun harus beristirahat agar lukanya cepat kering, dan sekarang ia dan Sera berada di dalam pesawat.
Gutomo dan Ragil pun ikut satu pesawat dengan mereka, Reta pun duduk bersama dengan Gutomo dan Ragil duduk di belakang. Intinya Sera dan Arsya duduk bersama, di pesawat ini pun hanya ada mereka tak ada lagi penumpang asing. Penerbangan kali ini Gutomo lah yang mengurus semua dari awal.
"Setelah ini kita akan tinggal di mana?" tanya Sera.
"Di apartemen aja, jangan kembali ke mansion. Takutnya mafia itu kembali lagi," balas Arsya.
"Semoga aja semua ini segera berakhir, aku capek banget. Lagi pula kita udah tau semuanya yang belum terkuak sudah kita ketahui," ucap Sera.
"Aku pu
Tak terasa Sera dan Arsya sudah sampai setelah perjalanan jauh mereka untuk kembali pulang ke dalam negeri. Kini mereka turun dari bandara dan berjalan menuju mobil jemputan, mereka semua memakai pakaian serba tertutup dan berjalan depan belakang.Untung saja Arsya sudah bisa berjalan seperti orang pada umumnya, hanya saja Sera masih sedikit kesakitan jika digunakan untuk berjalan terlalu lama. Sampai akhirnya mereka masuk ke dalam mobil, Arsya dan Sera duduk bersama sedangkan Ragil duduk di sebelah supir. Reta dan Gutomo menaiki mobil di belakang."Kalian mau ke mana terlebih dahulu? Atau istirahat di apartemen saja?" tawar Ragil."Bunda sama Om Gutomo mau ke mana dulu?" tanya Arsya."Mereka langsung datang ke tempat kejadian untuk melihat perkembangannya," jawab Ragil."Kita ikut mereka saja," jawab Arsya."Jangan, kau ha
Sementara Reta dan Gutomo berada di tempat kejadian di mana bom itu meledak. Dari kejauhan mereka melihat orang-orang meminggirkan puing-puing bangunan, ada juga yang menggotong korban yang baru di temukan. Jika melihat ini membuat Reta ingin menangis, tanah yang luas ini hanya diisi dengan puing-puing bangunan saja.Gutomo berdiri di samping Reta, matahari yang menyilaukan ini membuat ia menyipitkan mata. Semua orang ke sana kemari, petugas medis berada di sudut untuk memberikan pertolongan pertama kepada korban. Banyak sekali orang yang terjebak di sana, belum lagi bodyguard keluarga Giory dan anggota 2 mafia sekaligus."Aku ingin mencari keberadaan Alif," ucap Reta."Jangan ke sana, bahaya," cegah Gutomo."Mereka tak menemukan Alif, dia kesakitan kalau tak segera diselamatkan," ujar Reta."Puing-puing itu bisa saja jatuh ke bawah, biarlah mereka y
Sera berada di dalam rumah sakit, ia menemani Lia yang seorang diri berada di ruang rawat Robet. Arsya tak ikut dengan dirinya, sebab dia harus istirahat. Robet koma dan entah kapan dia bisa bangun dari masa komanya. Sera dan Lia duduk di sofa yang letaknya cukup jauh dari ranjang Robet.Ingin sekali Sera memangis melihat keadaan Robet, tapi ia harus menguatkan Lia. Dokter berkata bahwa besar kemungkinan Robet tak akan bangun, dan itu membuat mereka berdua merasa dwon dan putus asa. Sera tak mau merasakan yang namanya kehilangan lagi. Ia masih ingin menikmati waktu bersama dengan kedua orang tua kandungnya."Sera, papa kamu pasti sembuh' kan?" tanya Lia dengan suara parau."Pasti ma, papa akan bangun sebentar lagi," ucap Sera dengan nada yakin."Mama tenang, jangan menangis lagi. Sera enggak kuat kalau ngeliat mama nangis," ucap Sera.Lia mengangguk
Seperti apa yang dikatakan tadi, Arsya berada di lokasi kejadian bersama dengan Gutomo dan Reta. Mereka masih mengharapkan kabar baik dari para pencari korban, mereka menunggu di tenda darurat. Rian sudah di temukan, dia berhasil lompat dari bangunan itu. Sialnya, belakang bangunan itu langsung menuju jurang.Tapi syukur, Rian bisa selamat dan hanya mendapatkan luka akibat berbenturan dengan banyaknya pohon-pohon besar. Ini sungguh keajaiban dan Reta sangat bersyukur mendapati Informasi bahwa adiknya itu baik-baik saja. Arsya duduk di kursi yang ada di sana, ia terus merapalkan do'a berharap Alif akan datang dalam keadaan selamat."Bunda duduk dulu, jangan mondar-mandir," cegah Arsya."Bunda enggak tenang, semuanya sudah di temukan tapi ayah kamu belum," balas Reta dengan nafas gusar."Ayah akan secepatnya di temukan, Arsya mohon bunda tenang dulu. Bukankah bunda yang bilang j
Sera masuk ke dalam apartemen, ia ke kamar dan tak menemukan siapa-siapa. Di mana Arsya? Bukankah sewaktu ia pergi Arsya tengah tidur, ia mencoba berpikir positif mungkin Arsya berada di kamar mandi. Ia segera masuk ke dalam kamar mandi tak menemukan siapapun."Arsya?""Arsya?"Panggil Sera berulang kali, dan ia menyerah mencari keberadaan Arsya. Tiba-tiba saja ada suara derap langkah kaki yang tampak tergesa-gesa, ia segera keluar dari dalam kamar dan mendapati Arsya memakai jaket dengan nafas terengah-engah. Sekarang ia tau jika Arsya habis pergi dari sini."Habis dari mana?" tanya Sera tanpa ekspresi.Sedangkan Arsya yang tampak takut pun hanya bisa melihat Sera dengan senyuman berharap akan luluh. "Habis cari ayah," jawab Arsya pelan."Bukankah sudah aku suruh kau untuk beristirahat? Memangnya ucapanku tak lagi penting buat kamu? I
Arsya dan Sera berada di rumah Rian, mereka dikabari oleh asisten pribadi Rian bahwa Rafa sakit. Akhirnya mereka memutuskan untuk datang ke sini guna merawat Rafa. Ia kasihan dengan Rafa, anak sekecil itu harus mendapatkan ujian seberat ini. Sekarang Rian berjuang antara hidup dan mati, pantas saja Rafa sakit.Dengan telaten Sera mengelus kepala Rafa yang dipenuhi oleh peluh, Rafa sudah tertidur setelah rewel cukup lama. Apalagi berhari-hari dia tak melihat wajah Rian sama sekali, mengingat ini semua membuat Arsya dan Sera merasa sedih. Rafa demam tinggi, kulitnya memerah karena cuaca dingin."Rafa harus sembuh, nanti kakak ajak ketemu papa kamu," lirih Sera menatap mata yang tertutup itu."Biarkan Rafa istirahat, kita keluar dulu," ajak Arsya.Sera menggeleng pelan. "Kamu aja yang keluar, nanti sewaktu-waktu Rafa bangun dan nangis," jawab Sera sembari berbaring di samping Raf
Sesampainya di parkiran rumah sakit, Sera dan Arsya langsung turun. Kali ini Arsya lah yang menggendong Rafa sebab mereka akan berjalan dengan cepat, sebisa mungkin Sera menyamakan langkah Arsya. Mereka sengaja memakaikan topi di kepala Rafa agar orang lain tak bisa melihat wajahnya.Mereka terus berjalan tanpa mempedulikan orang-orang yang berlalu lalang. Sampai akhirnya mereka sudah sampai di tempat di mana Alif di rawat, mereka segera masuk ke dalam dan pemandangan pertama yang mereka lihat ialah Reta yang tengah tidur di sofa dengan posisi duduk."Bangunkan bunda," titah Arsya dengan menggunakan batin dan langsung di laksanakan oleh Sera.Arsya mendekat melihat keadaan Alif, ia bernafas lega saat menyadari Alif hanya tertidur saja. Ia mendekat ke arah Reta yang sudah mulai terbangun, beliau masih mengumpulkan nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul."Maaf, tadi bunda keti
Arsya berada di dalam rumah Rian, di ruang tamu terdapat peti mati yang berisikan jenazah istri dari Rian. Sera sudah berada di sini, Sera membantu Rafa menyentuh tubuh mamanya itu. Rafa hanya sembari menatap orang yang ada di dalam peti itu, jemari mungilnya mengelus pipi jenazah mamanya.Sementara Sera melihat wajah damai istri Rian itu, dia tersenyum tipis dengan mata terpejam. Dia sangat cantik dan mirip sekali dengan Rafa, di depan rumah ini banyak karangan bunga ucapan bela sungkawa. Namun sayang seribu sayang pemakaman ini akan di laksanakan secara tertutup."Mama kok tidur aja? Padahal tadi Afa lihat mama telbang," ucap Rafa dengan sorot mata sendu."Mama enggak sakit lagi, makanya mama tidur," ucap Sera dengan suara pelan."Benarkah?" tanya Rafa memastikan dan mendapatkan anggukkan dari Sera."Nanti kalau kakak bilang sesuatu Rafa harus ikut