Mobil sedan hitam yang biasa dikendarai Gin, terlihat berhenti di depan mansion. Tak berapa lama, Maeera dan Gin keluar dari mobil itu bersamaan. Keduanya terlihat lelah sepulang dari kantor."Suamiku sini aku bantu," ucap Maeera. Ia ambil tas kerja suaminya kemudian ia gandeng tangan pria buta itu untuk masuk ke dalam mansion. Baru saja melangkahkan kaki memasuki pintu mansion, seorang asisten rumah tangga tiba-tiba datang menghampiri Maeera, sembari membawa sebuah paper bag kecil berwarna putih. "Tuan muda Kai Yuta tadi datang kemari, dia menitipkan ini untuk diberikan kepada anda nyonya," kata asisten rumah tangga itu sembari menyerahkan paper bag putih kecil di tangannya pada Maeera. Maeera menerima paper bag itu, lalu mengintip isi di dalamnya. Ternyata sebuah ponsel berwarna putih seperti ponsel pemberian Ayla. Maeera cukup terkejut, ia tak mengira pria tengil itu akan benar-benar membelikannya sebuah ponsel. "Terimakasih," ucap Maeera begitu tau apa isi tas tersebut. Asist
Di ruangan baca Sango Side Manor yang mirip perpustakaan tua. Duduk di meja kerja sembari menatap laptop, Rin Leung terlihat berkonsentrasi penuh dengan pekerjaannya. Setumpuk buku tebal, terlihat berada di sampingnya dengan jari-jemarinya tiada henti mengetikan sesuatu. Dengan dahi berkerut dan mata fokus melihat ke layar laptop, ia terlihat beberapa kali membetulkan kacamata baca yang ia pakai. Konsentrasinya terlihat mulai terganggu saat seorang pria berjalan tergesa-gesa masuk ke ruangannya. Pria itu terlihat datang sembari membawa sesuatu di tangannya. "Bos, ada kabar terbaru dari luar pulau," ucap pria itu. Mendengar kata luar pulau, Rin langsung menghentikan aktifitasnya kemudian mendongakkan kepalanya, menatap tajam pria setengah baya yang berdiri tegap di seberang meja, di depannya. "Katakan!!!" ucap Rin dengan tatapan datar dan dingin. Tanpa basa-basi, pria berkemeja kasual berwarna abu-abu itu segera menyerahkan lembaran koran yang ia bawa pada bosnya. Selintas t
Maeera bangun dan terkejut, saat melihat selang infus terpasang di tangannya, tapi ia lebih terkejut lagi saat melihat suami palsunya, Gin Yuta, tertidur lelap di sampingnya dalam posisi duduk sembari memegang tangan kirinya yang terpasang infus. Ia tatap pria itu dalam-dalam. "Ternyata benar-benar tampan," gumamnya dengan senyum kecil terkembang di wajahnya, menertawakan kata-kata naif itu di pikirannya.Dia hampir lupa siapa dirinya, dan bagaimana posisinya. Dia hanyalah sementara, sekedar pengganti saja. Saat Avani kembali, maka ia harus menyerahkan posisinya saat ini kepada sang pemilik asli. Tak lama, tiba-tiba salah satu ponsel yang ada di atas meja nakas, berdering, terlihat satu panggilan masuk. Mendengar suara ponsel berdering, Gin segera terbangun dari tidurnya lalu mulai meraba nakas dan mengambil ponsel yang menyala. "Wei?" sapa Gin begitu panggilan tersambung. "Oh tuan Van. Putrimu masih tertidur," ucapnya. Mendengar kata-kata putrimu, Maeera tersentak lalu bangun da
Seharian ini Maeera menghabiskan waktu untuk menjalani sederet pemeriksaan di rumah sakit terbaik di kota Bulan. Ditemani oleh asisten Eri, Maeera tak mengerti mengapa ia harus menjalani semua pemeriksaan ini.Saat ia bertanya kepada asisten Eri apa tujuan dari pemeriksaan ini, asisten Eri hanya tersenyum dan menyuruh Maeera mengikuti semua prosedur pemeriksaan yang ada tanpa banyak bertanya. Sepulangnya dari rumah sakit, betapa terkejutnya Maeera melihat sofa tempat ia biasa tidur, sudah hilang entah ke mana. Ia geram, ini pasti ulah suami palsunya, Gin Yuta. "Suamiku ... kenapa sofanya hilang?" tanya Maeera dengan suara panik. "Kenapa kau sepanik itu," tanya Gin yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tercium bau harum bunga Lavender di tubuhnya. "Tentu saja aku panik, aku menaruh semua barang pentingku di sana," jawab Maeera. Terlihat ia mondar-mandir mengitari ruangan besar itu, mencari sesuatu. "Apa kau melihat ponselku?" tanya Maeera. "Tidak, kenapa?" jawab Gin. Terlihat i
Maeera terdiam cukup lama dalam pelukan Gin Yuta. Ia tak bisa menolak tapi juga tak bisa menikmatinya. Bagi Maeera, ini jelas melanggar sila yang di ajarkan oleh sangat Buddha. Selain itu, Neneknya di nirwana juga pasti akan marah jika melihatnya berkelakuan tak senonoh seperti ini. Untuk itu ia harus tetap menjaga kewarasannya. Meskipun di hati kecilnya ada sedikit rasa bahagia, karena selama hidup belum pernah dipeluk oleh seorang pria, namun hati nurani Maeera mengatakan itu bukan perbuatan yang pantas dilakukan. Ia harus segera mengakhirinya jika tidak, hal-hal yang tidak inginkan bisa saja terjadi padanya. "Sekarang ponselku hilang tak tau rimbanya. Sofanya juga kau buang entah ke mana. Lantas, aku tak tau harus tidur di mana malam ini," keluh Maeera mencoba mencairkan suasana yang aneh itu. Gin tersenyum. "Kau akan tidur di sini, di sampingku. Kau istriku, di mana lagi kau akan tidur," ucap Gin dengan posisi masih tetap memeluk erat Maeera. "Di sini?!" Maeera tersentak lalu
Pagi-pagi sekali, Maeera sudah duduk manis di ruang belajar bersiap untuk memulai pelajarannya.Bersama seorang wanita paruh baya berpenampilan rapi, mengenakan setelan blazer hitam dan rok pendek selutut berwarna senada, Maeera hari ini akan belajar mengenai etika.Wanita paruh baya berambut pendek, yang sekarang sedang berdiri di depannya itu, akan menjadi guru pribadinya dalam beberapa bulan kedepan. Ia akan mengajari Maeera mengenai etika dan tata krama, di mana orang-orang kaya menyebutnya manner. "Nona, tegakkan punggungmu saat berjalan," ucap wanita paruh baya itu pada Maeera, sembari memukul pelan punggung Maeera menggunakan rotan panjang. "Seperti ini?" tanya Maeera mencoba menegakkan punggungnya yang sedikit bungkuk. Posisi tegap seperti ini memang sedikit sulit bagi Maeera, ini lantaran ia terbiasa membungkukkan punggungnya untuk menggendong hasil perkebunan yang bisa berkilo-kilo beratnya."Bagus pertahankan," puji wanita paruh baya itu sembari mengangguk-anggukkan kepal
Sebuah motor sport mahal berwarna hitam metalik, terlihat parkir sembarangan di depan mansion. Dengan sebuah helm full face berwarna senada, terlihat tergeletak di atas jok motornya. Tak lama, dari dalam mansion, keluar Kai Yuta yang menggandeng paksa tangan Maeera, berjalan menuju motor mahal tersebut. "Kita mau ke mana?" tanya Maeera dengan penuh tanda tanya. Kai hanya diam lalu mengambil helm full face dari atas jok motornya. "Kau harus memakai ini agar tetap aman," ucapnya sembari merapikan rambut panjang Maeera yang berantakan terkena hembusan angin, kemudian memakaikan helm besar itu ke kepalanya. "Tapi kita—" kata-kata Maeera terputus tertelan helm besar yang masuk ke kepalanya. Kai tersenyum geli saat sura Maeera terdengar sumbang di balik helm besar itu. Sembari membungkukkan badan, Kai mulai mengaitkan pengait helm besar itu agar tak lepas. "Tak apa, kita tak akan keluar mansion menggunakan motor ini. Kau perlu memakainya agar orang-orang tak curiga kau siapa, menge
Helikopter airbus seharga 400 miliar itu, akhirnya mendarat di sebuah landasan helipad di pusat kota Bulan. Beberapa pria berjas hitam nampak lari tergopoh-gopoh menghampiri Maeera, begitu gadis manis itu turun dari helikopter."Mari nona, kami antar anda ke mobil. Tuan muda akan menyusul anda nanti," ucap seorang pria berjas hitam yang menjemputnya.Maeera menganggukkan kepala kemudian mengikuti pengaturan pria berjas hitam itu untuk masuk ke mobil sedan hitam yang telah tersedia.Tak dipungkiri, sejak bertemu dengan Kai Yuta, hidupnya di Lotus Mansion menjadi sedikit lebih bahagia. Setidaknya, bersama Kai Yuta, ia tak merasa dikejar-kejar oleh rasa takut dan bersalah karena telah masuk ke pernikahan yang salah. Ia juga bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa harus terus berpura-pura menjadi nona muda Avani Lie.Ia juga bisa merasakan bagaimana rasanya di lindungi dan dipercayai oleh seorang pria, yang mana sebagai seorang yatim piatu miskin, ia belum pernah merasakannya.Berbeda saat be