'Nuuutttttt .... ' suara ponsel berdering memanggil. Tak lama panggilan itu tersambung. "Halo asisten Eri! Apa kau sudah mengurus berkas tanah dan rumah di desa yang kuberikan padamu," tanya Gin pada asistennya itu melalui sambungan telepon. Maeera seketika terperanjat mendengar kata rumah dan tanah di desa. Ia sangat yakin jika yang dibicarakan Gin Yuta dan asisten Eri adalah rumah dan tanahnya di desa. Pria gila itu pasti melakukan ini untuk memberikan tekanan padanya.Sadar rumah dan tanahnya tak lagi aman, Maeera buru-buru menyela pembicaraan Gin Yuta dengan asisten Eri untuk menenangkan keadaan. "Aku tak memiliki hubungan apa pun dengan adik tirimu, sungguh!!!" ucap Maeera dengan suara bergetar. Ia mencoba meyakinkan Gin Yuta bahwa ia benar-benar tak memiliki hubungan apa pun dengan Kai Yuta. Gin berheti berbicara, menutupi separuh teleponnya dengan tangannya, lalu menoleh ke arah Maeera dengan tatapan kecewa. . "Kau bahkan masih terus berbohong. Seberharga itukah hubungan
Maeera berlari di antara ilalang yang meninggi, nafasnya terengah-engah. Gaun pengantinnya yang berwarna putih nampak kotor di sana-sini. Sesekali ia menoleh ke belakang, mencari keberadaan orang-orang yang sedari tadi mengejarnya. Hari ini adalah hari pernikahannya, tapi gadis cantik itu memilih untuk kabur. Ia tak ingin menikah dengan Rin, putra seorang mafia yang terkenal kejam dan brengsek. "Aa ... aaa ... mengapa mereka masih terus mengejarku," teriak Maeera sembari berlari menghindari kejaraan sejumlah pria berjas hitam. Maeera, seorang gadis yatim piatu miskin yang tumbuh besar bersama sang nenek. Ia gadis yang polos. Kesehariannya hanya diisi dengan berkebun, merawat ternak dan membersihkan rumah. Ia sama sekali tak memiliki keahlian lain selain tiga hal itu. Dua tahun lalu, musibah datang menghampirinya. Sang nenek yang merupakan satu-satunya keluarga baginya, tiba-tiba jatuh sakit dan membutu
Sebuah pernikahan bertema pesta kebun digelar secara eksklusif di sebuah area private golf. Para tamu undangan mengenakan dress code warna putih tampak saling bercengkerama hangat. Wajah dan penampilan mereka menunjukkan jika mereka semua berasal dari kalangan atas.Tak ada tamu yang memiliki tampang miskin. Setiap tamu yang datang bahkan harus menunjukkan kartu undangan berbentuk card yang memiliki microchips di atasnya. Microchips ini menyimpan data tamu undangan berupa wajah, nama dan pekerjaan. Data itu kemudian dicocokan dengan data yang ada di komputer. Jika data tak sama maka tamu tersebut tak dapat masuk.Berbicara soal tempat pesta, "Weh ... jangan tanya!" Area privat golf milik keluarga Liong ini dibangun di tepi pantai di atas tanah seluas 320 hektar. Tak tanggung-tanggung, lapangan golf ini didesain langsung oleh seorang pemain golf profesional dari Australia yang menjadi rekan bisnis keluarga mere
Avani berteriak meronta-ronta ketika segerombolan pria berjas hitam menangkapnya secara paksa dan memasukkannya ke dalam mobil Jeep warna hitam. Meski kedua kaki dan tangannya sudah diikat, tapi para pria berjas hitam itu masih kewalahan menangani Avani yang memberontak.Tak ingin mengambil risiko sang pengantin wanita kembali kabur, salah satu pria berjas hitam memutuskan untuk memukul tengkuk Avani hingga wanita cantik itu pingsan."Akhirnya diam juga," kata salah satu di antara mereka sembari bernapas lega.Tiga pria lainnya nampak terkejut melihat teman mereka berani memukul calon menantu mafia Ko hingga pingsan. Mata mereka menyelidik sembari mengangkat salah satu alis seakan mempertanyakan tindakan temannya itu.Si pria berjas hitam yang memukul Avani tampak kebingungan dengan tatapan menyelidik teman-temannya."Apa ... aku hanya memukulnya pelan. Dia tidak akan mati bukan?" tanya pria itu denga
Pesta pernikahan di area golf itu telah usai. Para tamu undangan juga sudah meninggalkan area pesta. Dari kejauhan tampak Maeera sedang berjalan tertatih-tatih ditemani beberapa asisten rumah tangga. Ia tengah diantarkan ke sebuah mansion mewah di tepi pantai, di bagian lain dari lapangan golf itu.Mansion milik keluarga Liong ini, memiliki desain arsitektur modern dengan bagian depan sepenuhnya berdinding kaca. Bangunan utama mansion di kelilingi oleh kanal air yang dipenuhi oleh bunga teratai dan bunga lili yang cantik.Begitu memasuki mansion, Maeera dibuat terkagum-kagum dengan besar dan luasnya rumah itu. Suasana di dalam mansion terlihat sangat nyaman dengan desain interior fresh, unik, dan penuh estetika.Setelah menaiki tangga berbentuk spiral menuju lantai dua, Maeera tiba di sebuah kamar berukuran super besar dengan dua daun pintu berwarna putih."Mari Nona silahkan
Bersembunyi dibalik mobil Land Rover warna putih, tangan Avani gemetar memegang pistol Colt M1911A1. Ia ketakutan. Wajah putihnya terlihat pucat pasi dengan rambut yang acak-acakan. Bagian bawah gaun pengantinnya kini sudah berubah warna dari putih menjadi cokelat kemerahan.Di tengah heningnya malam, terdengar suara langkah kaki mendekat kearahnya. Diintipnya suara itu melalui celah mobil. Terlihat seseorang memakai setelan berwarna hitam dan membawa pistol, sedang berjalan mendekat ke arahnya. Sadar dirinya dalam bahaya, detak jantung Avani meningkat pesat, tangannya makin gemetar. Ditariknya pelatuk pistol yang ia bawa, ia todongkan pistol itu ke depan dengan posisi siap menembak. "Aku pasti bisa!" kata Avani dalam hati menyemangati dirinya sendiri. Benar saja, seorang pria memakai jas hitam yang sedari tadi mengendap-endap, muncul dari belakang mobil dan langsung menodongkan pistol ke arahnya. Avani yang sejak tadi sudah bersiap-siap untuk
"Bagaimana caraku keluar? .... emm ... bagaimana—caraku—keluar ... aaa ... bagaimana caraku keluar dari tempat ini?" teriak Maeera sembari mencipakkan air di dalam bathtube.Berendam di bathtube besar nan nyaman, dengan busa dan kelopak bunga mawar bertebaran, pikiran Maeera justru melayang kemana-mana.Pikirannya masih kacau memikirkan bagaimana cara keluar dari tempat itu.Tak hanya itu, ia juga perlu mencari cara agar tuan muda keluarga Liong, Gin Yuta, tak curiga jika dirinya bukanlah pengantin wanita yang sesungguhnya."Perlu berakting, ya! Aku perlu berakting agar tidak ketahuan," kata Maeera sambil mengangguk-anggukkan kepala."Pria bernama Gin itu buta, jadi dia tak akan tahu jika aku bukan istrinya yang sebenarnya. Dia bisa ditipu, aku hanya perlu membuatnya tidak curiga padaku,""Hemmm ... ya-ya, aku pasti bisa melakukannya," kata Maeera penuh semangat.&n
Malam sudah mulai larut, jam dinding bahkan sudah menunjukkan pukul 22:00. Tapi Maeera masih sibuk membongkar lemari barang milik Gin Yuta. Entah apa yang dicarinya. Padahal beberapa jam sebelumnya ia telah memantapkan diri untuk tidur lebih awal karena tak ingin bangun kesiangan yang bisa membuat rencananya untuk kabur gagal."Istriku, kau di mana? Kemarilah, tidur di sini?" pinta Gin sembari meraba-raba area di sekitar tempat tidurnya."Aku di sini, aku masih sibuk, kau tidur saja dulu," kata Maeera yang sedang sibuk membongkar lemari barang milik Gin. Ia sedang mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk tempat menyimpan cincin permatanya. Cincin itu terlalu longgar di jarinya sehingga ia takut cincin itu akan hilang."Kau sibuk?" tanya Gin dengan dahi berkerut penuh tanda tanya."Bukankah kau sedang cuti kerja? Apa aku perlu menelpon direktur Mao untuk mengalihkan semu