공유

Double ujian.

작가: Kencana Ungu
last update 최신 업데이트: 2024-01-25 16:23:03

“Kita harus laporkan kasus ini ke polisi, Bu. Sebab tidak hanya berbahaya bagi Naila, tapi juga ancaman serius untuk siswa yang lain.  Sekolah bisa jadi tidak nyaman apalagi kalau berita ini sampai menyebar ke luar. Resikonya terlalu besar. Sekolah bisa saja tidak dapat peserta didik baru nantinya,” ucap Kepala Sekolah lagi.

 

 

“Saya setuju. Ini tindak kriminal memang harus diperkarakan. Saya tidak mau cucu saya Naila kenapa-kenapa. Pasti dia sudah jadi incaran karena orang itu sudah tahu betul siapa saja orang-orang terdekat Naila,” sahut mertuaku.

 

 

“Saya juga setuju, Bu. Ini semua demi keamanan dan kenyamanan anak-anak di sekolah,” jawabku. Ah, lega sekali setidaknya dengan begini Mas Bayu dan selingkuhannya tidak bisa berkutik. Mertuaku dan kakaknya juga akan segera tahu.

 

 

“Saya tidak setuju!” Baru saja kami hendak masuk ke mobil, tiba-tiba Mas Bayu datang dengan seorang wanita bercadar. Aku yakin sekali dia dan selingkuhannya buru-buru datang ke sini agar tidak ada yang melaporkannya ke polisi. Kami menatap satu sama lain. Pasti mereka heran. Sedang aku harap-harap cemas berusaha agar  tidak masuk perangkap Mas Bayu dan selingkuhannya.

 

 

“Loh, Bayu! Kok, kamu tiba-tiba di sini perempuan ini pula. Dia kan, perempuan yang akan menculik Naila!” protes Mbak Dwi. Dia maju dan hendak menarik jilbab panjang milik perempuan itu.

 

Pura-pura soleha  padahal solehot sampai mati-matian merebut suami orang.

 

 

“Ah, sakit!” pekiknya. Pasti Mbak Dwi sudah berhasil menjambak rambutnya.

 

 

“Stop, Mbak! Aku bisa jelaskan semuanya. Bu Guru dan semuanya maaf kalau sudah buat salah paham di sini. Ini teman saya. Juleha, memang sengaja datang ke sini untuk menjemput Naila dan itu saya yang minta tolong padanya karena Juleha mau berkunjung ke rumah jadi biar sekalian lewat. Salah saya tidak konfirmasi ke pihak sekolah terlebih dahulu,” jelas Mas Bayu. Oooii pandai sekali dia bersilat lidah!

 

 

“Apa benar begitu? Lalu kenapa pergi dengan gerak-gerik mencurigakan?” tanya Bu kepala sekolah.

 

 

“Anu, itu, Bu Guru, saya kebelet pipis dan tidak biasa pipis di toilet umum jadi saya buru-buru soalnya udah diujung enggak bisa ditahan lagi,” jawab perempuan itu.

 

 

“Huh, bikin riweh saja! Awas kamu, Bay, buat ulah begini lagi enggak akan aku peduli lagi sama Naila,” ucap Mbak Dwi. Dia Tampak sekali kecewa dengan Mas Bayu.

 

“Maaf ya, Mbak.” Wanita itu hendak menyalami Mbak Dwi, tapi Mbak Dwi menolaknya.

 

 

“Bayu-Bayu, bikin Ibu jantungan saja. Ayo, pulang!” ajak mertuaku.

 

Setelah bermaaf-maafan dengan pihak sekolah dan berpamitan, kami segera pulang ke rumah. Rasanya aku tidak  sabar mau bertemu Naila.

 

 

“Lihat, Mel, aku sudah sejauh ini bertindak. Jadi, lebih baik kamu menyerah saja,” bisik perempuan itu saat tepat jalan di sampingku.

 

 

“Kamu mau Mas Bayu? Ambil, gih! Ambil sana! Aku tidak peduli lagi,” jawabku ketus.

 

 

“Kenapa diam? Atau kamu tahu kalau kamu cuma tempat pelampiasan doang?” kataku. 

 

 

“Kalau kamu mau aku ambil Mas Bayu, berarti kamu haru segera mengajukan gugatan cerai. Jangan cuma bilang ambil saja!” katanya lagi

 

“Tidak perlu diajari, aku tahu mana yang harus aku lakukan. Toh, tanpa gugatan cerai juga kamu dan Mas Bayu bisa bebas kok, karena aku memang sudah tidak mau dengannya. Jijik tahu, sama laki-laki model begitu. Celup sana-sini. Ambil saja bila perlu bawa sekarang!” jawabku. Bukan aku tidak mau mempertahankan rumah tanggaku, tapi kalau untuk kembali pada lelaki pengkhianat aku tidak mau.  Kalau Mas Mas Bayu, mau sama pelakor ini ya, silakan saja. Aku juga butuh ketenangan hidup.

 

Perempuan ini diam saja. Entahlah apa yang tengah dipikirkannya. Aku malas lagi berdekatan jalan beriringan berdua. Aneh sekali sih! Video call dengan Mas Bayu saja telanjang bulat, ini sok-sokan berpakaian alim sampai pakai cadar segala. Memalukan! Pakaian hanya untuk menutup kedok buruknya saja.

 

 

“Tidak usah pasang muka jutek gitu , Mel! Nanti ibu bisa curiga,” bisik Mas Bayu. Dia berjalan menjajariku.

 

 

“Kalau terjadi apa-apa pada Naila, kamu dan selingkuhanmu itu tidak akan pernah aku maafkan. Bukan hanya itu, kalian berdua akan aku hancurkan. Kamu paham kan, kekuatan seorang ibu itu bagaimana?!” kataku penuh penekanan.

 

 

“Kamu mengancamku, Mel?”

 

 

“Bukan hanya sekedar ancaman, Mas. Ini peringatan keras untuk kalian berdua dan ingat aku pun tidak akan tinggal diam saja untuk mengumpulkan bukti perselingkuhan kalian,” jawabku lalu bergegas jalan duluan aku harus segera bertemu Naila. Mbak Dwi memanggil, tapi kuhiraukan.

 

 

***

 

“Kamu tidak apa-apa, Nak?” Naila masih tampak asyik bermain bersama anaknya Mbak Dwi. Kurengkuh dia dalam pelukan.

 

 

“Naila, baik-baik saja, Mah,” jawabnya. Anakku ini benar-benar menggemaskan.

 

 Kukatakan pada Naila agar lebih waspada dan hati-hati pada orang asing dan juga orang yang mungkin saja mengaku-ngaku sebagai kerabat. Aku yakin sekali selingkuhan Mas Bayu masih akan tetap merebut Naila dariku. Dia pasti akan pakai Naila untuk membuat Mas Bayu makin cinta padanya.

 

 

“Mel, kamu itu enggak sopan ya, pulang ke rumah sendirian kami jadi naik ojek gini mana panas!” protes Mbak Dwi. Oh, aku kira mereka akan pulang naik mobil mewah gundiknya Mas Bayu ternyata mereka ngojek.

 

 

“Tidak apa-apa, Mel. Enggak usah kamu denger omelan  Dwi. Orang dekat situ-sini saja panas,” sahut mertuaku.

 

“Maaf ya, Bu. Aku tadi khawatir sekali pada Naila jadi buru-buru ingin bertemu Naila,” jawabku.

 

“Tidak apa-apa Ibu, paham pasti kamu khawatir.”

 

“Aku kira Ibu pulang bareng Mas Bayu.”

 

“Bayu pergi kerja lagi, tadi nebeng sama temannya itu.” Aku hanya ber-oh saja. Karena aku yakin Mas Bayu tidak pergi ke kantornya. Pasti dia bersama selingkuhannya itu.

 

“Mel, kamu jadi beneran kerja?” tanya Mbak Dwi. Tumben sekali. Biasanya juga cuek.

 

“Jadi, Mbak, insyaallah,” jawabku malas.

 

“Em, kalau gitu aku dukung kamu kerja. Biar Naila sama aku aja. Kamu enggak usah sewa pengasuh biar Naila dibawah pengasuhanku,” ucap Mbak Dwi. Aku paham sekarang pasti dia mau ngeretin aku juga.

 

“Kamu enggak usah bayar mahal dan tentunya kamu tidak perlulah khawatir. Naila lebih aman bersama keluarganya. Kamu tahu kan, Mel, pengasuh sekarang itu ngeri-ngeri dan asal-asalan dalam menjaga anak. Kamu enggak mau kan, kalau terjadi sesuatu pada Naila?” ujarnya.

 

“Enggak Mbak, aku sudah bilang pada orang tuaku untuk tinggal di sini menjaga Naila. Aku enggak mau ngerepotin Mbak Dwi, lagi pula Mbak pasti minta bayaran mahal,” jawabku to the poin. Bicara padanya harus tepat dan jelas.

 

“Mahal? Kan, aku tadi udah bilang enggak usah bayar mahal. Cukup setara UMR sini saja,” jawabnya lagi.

 

“Kalau gitu Mbak Dwi saja yang kerja biar anak-anak Mbak Dwi, aku yang jaga. Enak saja gaji UMR!” Kataku lagi.

 

“Itu murah loh, Mel, dari pada kamu sewa pengasuh nanti dia genit-genitan loh, sama Bayu.”

 

“Ya, kalau, Mas Bayu mau tidak apa-apa. Toh, pengasuhnya Naila juga seorang ibu-ibu.”

 

“Ih, kamu itu ya, Mel, dibilangin ngeyel banget!” Mbak Dwi mulai tersulut emosi. 

 

“Naila, udahan ya, mainnya kita tidur siang dulu, yuk!” ajakku. Untungnya Naila anak baik. Dia akan menuruti perintah orang tuanya.

 

“Tapi, aku masih mau main Tante!” bentak Saga, anaknya Mbak Dwi. Sungguh emak dan anak kelakuannya sama saja.

 

“Enggak usah main sama Naila, enggak berbobot. Ayo, Saga, sana main di luar sama anaknya Bu RT! Mereka orang kaya dan terhormat. Kamu lebih cocok main bersama mereka,” sahut Mbak Dwi.

 

Terserah saja mau main sama anak presiden sekalipun aku tidak peduli. Tiba-tiba suami Mbak Dwi datang.

 

“Sayang, ini aku sudah bawa semua pesanan kamu. Aku pastikan tidak ada satu pun yang tertinggal,” ucap Mas Rudi. Dia membawa kardus besar. Rupanya dia tidak jadi berangkat kerja pantas saja Mas Bayu pun mbolos kerja.

 

“Ya, sudah, turunkan Mas! Oh, iya, Mel, mulai hari ini kami akan tinggal di sini. Kami mau jagain ibu. Di rumah sepi kalau tidak ada ibu," ucap Mbak Dwi. Apa mereka mau di sini? Enak saja! Punya rumah kok, malah numpang hidup di tempat orang lain.

 

Tuhan, rupanya ujianku tidak hanya pelakor saja, tapi juga keluarganya Mas Bayu.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Diculik.

    “Alhamdulillah kamu udah sadar, Melsa,” ucap Mbak Dwi.Kupindai sekeliling ruangan, benar saja aku berada di rumah sakit. Badanku rasanya ngilu semua dan kepalaku pusing sekali.“Jangan banyak bergerak! Kata dokter, kamu harus banyak diam karena ada beberapa tulangmu yang patah. Lihat ‘tuh kakimu sampai digipsum gitu. Tangan kirimu,” juga ucap Mbak Dwi lagi. Benar sekali, pantas saja rasanya sakit sekali. Salahku melawan perempuan jadi-jadian itu, tapi kalau aku tidak melawan rasanya geram sekali.“Tentang Nayla, tenang saja. Dia aman di rumah sama ibu. Kamu fokus sama kesehatanmu, ya?” ujar Mbak Dwi lagi, seolah dia tahu apa yang ada di dalam pikiranku.“Aku haus, Mbak, aku minta minum,” pintaku. Gegas Mbak Dwi memberiku minum. Hampir satu gelas habis. Tenggorokanku rasanya kering.“Aku, sudah buat laporan ke kantor polisi mudah-mudahan segera ditangani. Ini sudah masuk penganiayaan dalam rumah tangga, KDRT dan perselingkuhan. Semoga nasib baik bagi berpihak pada kit, ya, karena kita

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Saling melindungi.

    "Tidak usah menjelaskan seperti apa pun, Bay. Tanpa kamu jelaskan aku sudah paham semuanya. Terlaknat, kamu! Kurang apa aku mendidikmu selama ini! Percuma kamu sekolah tinggi sampai sarjana kalau akhirnya jalanmu salah begini?! Malu, aku sungguh malu, Bay! Di mana otakmu sampai kamu tidak bisa membedakan mana yang benar dan tidak!” Mbak Dwi teriak histeris sampai memukul-mukul dadanya sendiri. Aku tahu pasti Mbak Dwi sangat kecewa sama seperti yang kurasakan dari awal aku tahu sampai saat ini.“Dan kamu dengan beraninya berdandan seperti wanita lalu datang ke sini untuk mengelabui kami semua! Dasar manusia laknat!” umpat Mbak Dwi pada Rania alias Roni.“Kami bukan manusia laknat, Mbak. Kami punya hak atas diri kami. Kami diciptakan berbeda. Kalian harus terima itu,” jawab Mas Bayu.Plak! Plak!Mbak Dwi menampar mulut Mas Bayu sampai berdarah. Tak kusangka tenaga Mbak Dwi kuat sekali.“Hak, kamu bilang? Ini otak isinya t*i semua jadi kamu tidak bisa berpikir jernih. Tidak ada hak asasi

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Pembelaan.

    "Astaghfirullah ... Roni, kok, bisa! Jadi ini benar!?” pekik Mbak Dwi. Dia ternganga. Pasti Mbak Dwi tidak pernah menyangka sebab selama ini dia selalu saja membanggakan Rania alias Roni, sebagai wanita dermawan yang senang berbagi apalagi Mbak Dwi sudah dijanjikan mau diajak shopping dan beli mobil. Fantastis, kan?“Tidak! Ini pasti mimpi!” serunya lagi seraya menabok-nabok pipinya sendiri.“Lihat! Buka matamu lebar-lebar, Mbak! Manusia laknat ini sudah membohongi kita semua. Dia dan Mas Bayu sudah mencabik-cabik harga diri kita. Menjijikkan sekali. Masihkah Mbak Dwi membanggakan mereka?! Cuih! Bahkan bumi pun menolak kehadiran mereka,” ucapku lantang seraya kulempar rambut palsu milik Roni tepat mengenai wajah Mas Bayu. “Bagaimana bisa seperti ini? Oh, Tuhan! Apa salahku!” Mbak Dwi masih saja histeris. Wajar jika Mbak Dwi susah mempercayainya karena selama ini Roni perfect sekali dalam berpenampilan seperti wanita nyaris tak ada celah, jika tidak mengamatinya dengan jeli.“Ini nyat

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Terbongkar

    “Mel, ngomong apa, sih? Enggak lucu, tahu!” ujarnya.“Memang enggak lucu, Mbak, tapi itulah kenyataannya. Suami yang aku cintai setulus hati, adik laki-laki yang selalu Mbak Dwi banggakan ternyata seorang biseksual, pesakitan. Menyakitkan bukan? Tapi, inilah kenyataannya,” jawabku.“A—pa itu benar, Bay?” tanya Mbak Dwi. Mendengar itu aku hanya tertawa sumbang. Mana ada maling mau ngaku.“Mbak, tahu aku dari kecil mana mungkin aku melakukan itu,” jawab Mas Bayu tanpa mau menatap wajah Mbak Dwi.“Sudahlah Mas, katakan saja yang sejujurnya,” sahutku.“Tidak! Aku tidak menyimpang. Aku normal!” teriak Mas Bayu.“Tidak mungkin itu, Mbak. Aku kenal Bayu sebagai lelaki relegius,” bela Rania.“Kamu, tolong katakan yang sebenarnya. Jika kamu masih punya hati nurani,” ucapku pada Susi. Perempuan itu terlihat sangat ketakutan dan panik sampai meremas jari-jari tangannya.“Dia pelakor pastilah dia akan katakan yang jelek-jelek tentang Bayu biar dia bisa kembali pada Bayu dan kamu tersingkirkan,”

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Tidak mau mengaku.

    “Terserah saja Mbak, aku tidak peduli apa pun yang terjadi nantinya. Mau Mbak Dwi ketua geng, ataupun hanya anggota yang jelas kalau perempuan ini tidak mau menjelaskan yang aku minta tadi, maka video ini dalam hitungan detik akan aku sebarkan,” jawabku.“Sudahlah Mel, aku sudah minta maaf dan tolong biarkan Susi pergi,” pinta Mas Bayu.“Tolong izinkan aku pergi ... kalau tidak, maka akan terjadi sesuatu pada anakku. Nyawa anakku jadi taruhannya” sahut Susi. Sebenarnya kasihan, aku yakin dia sudah mendapat ancaman dari Rania.“Kamu tidak usah takut. Jika terjadi sesuatu pada anakmu berarti pelakunya sudah diketahui. Hidup dan mati itu di tangan Allah bukan ada pada pengancam itu. Andai kamu yang di posisiku, pasti kamu juga akan melakukan hal sama. Kita ini sama-sama perempuan, bukankah sesama perempuan harus saling support? Cepat katakan, aku tidak ada waktu lama hanya untuk menunggu pengakuanmu.”“Tidak! Aku tidak berani. Tadi aku hanya salah ucap saja,” tolak Susi.“Sudahlah Mel,

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Pelakor itu bernama Susi.

    “Ba—gaimana bisa, kamu sama dia, Ran?” tanya Mas Bayu. Rania buang muka enggan menjawab lalu duduk di dekat Mbak Dwi. Aku pun sebenarnya heran dari mana Rania bisa tahu bahwa yang ada di video yang kami lihat perempuan ini? Hebat sekali dia atau mereka sudah saling kenal?“Ma—af Mas, aku harus mengakui ini jika tidak dia akan menyakiti anakku,” ungkap perempuan di depanku, sementara Rania tersenyum sinis.“Ta—pi, kita sudah putus hubungan,” sangkal Mas Bayu.“Mau putus atau tidak yang jelas aku sudah bawa perempuan Dajjal ini di hadapanmu dan keluargamu, Mas. Jadi, keluargamu tahu yang sebenarnya dan tidak akan menyalahkanku,” sahut Rania. “Lagi pula siapa yang menyalahkanmu, Ran? Kok, kamu merasa jadi tersangka?” timpalku. Rania terlihat kikuk.“Sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengan adikku? Apa saja yang sudah kamu dapatkan darinya? Dasar pelakor!” bentak Mbak Dwi seraya menjambak rambut perempuan itu. Tak dihiraukannya rintihan kesakitan dari mulut perempuan itu.“Kami su

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Dia dibawa pulang.

    “Allahuakbar! Allahuakbar!”Lantang suara azan terdengar. Aku menyudahi perseteruan ini. Tak kuhiraukan mereka. Gegas aku masuk ke kamar untuk melaksanakan salat Maghrib.Terserah saja mereka mau berpolah seperti apa. Toh, enggak ada manfaatnya lagi untukku. Kulihat ibu mertuaku sudah menggelar sajadah bahkan sedang melaksanakan salat sunah. Sedang Naila masih asyik dengan ponsel neneknya. Kali ini kutak menegur Naila kenapa kembali bermain ponsel. Barangkali mertuaku ada maksud lain memberikan ponselnya lagi pada Naila. Mungkin itu cara ibu mertuaku mengalihkan perhatian Naila. Beliau tidak mau cucunya teringat adegan menjijikkan antara papahnya dengan perempuan lain. Walau bagaimana pun juga Naila itu manusia normal pasti lambat laun akan semakin paham.“Sudah dulu ya, main HP-nya kita salat dulu, Nak!” Naila langsung mengangguk dan beranjak ke kamar mandi.Kusimpan HP Mas Bayu di tempat aman. Aku akan bawa HP itu sebagai bukti, meski tidak yakin kalau Mas Bayu akan membiarkan HP-n

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Siapakah dia?

    “Eh, anak kecil kok tahu ciuman segala? Kalau ngajarin anak yang bener, Mel!” sahut Mbak Dwi. Ah, jengah sekali, selalu saja dia menyalahkan aku dan berkata yang tidak-tidak tentang pola asuhku. “Ngaca dulu Mbak kalau mau ngomong! Noh, kaca di ruang tengah besar,” jawabku.“Malah ngajarin aku? Kamu lupa aku itu lebih tua dan aku lebih tahu tentang kehidupan dan pola asuh anak? Anak itu diajarin yang bener biar enggak buka-buka privasi orang tua. Masa iya, video ciuman begitu sampai anak tahu. Kamu juga aneh, ngapain juga buat video begituan. Biarpun cuma ciuman, tapi itu enggak pantas kalau ditonton anak!” ujar iparku lagi seraya menoyor kepalaku. Pasti Mbak Dwi mengira kalau itu video antara aku dan Mas Bayu.“Naila, lihat video siapa, Nak?” tanyaku. Malas aku meladeni Mbak Dwi. Bisa-bisa Mas Bayu dan pacarnya bisa lolos lagi dari tuduhan.“Pakai tanya segala! Ya, jelas video kalian berdua lah! Siapa lagi? Makanya tadi aku bilang jangan buat video aneh-aneh. Itu bahaya! Kalau Naila

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Alasan.

    “Hah, kamu pakai rambut palsu, Ran!” Mbak Dwi terlihat sangat terkejut begitu juga dengan mertuaku dan Mas Bayu. Sialnya Rania pakai ciput. Aneh sekali!Memanglah benar kata dokter dan orang-orang itu. Kaum pelangi itu aneh dan gila. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk membenarkan penyimpangannya ataupun menyembunyikan identitasnya.Nasibku harus berurusan dengan mereka. Andai ... ah, andai saja aku bisa menghilang dari sini tentu sudah aku lakukan sejak pertama kali mengetahui perselingkuhan mereka. Sainganku berat sekali. Mungkin juga dia seorang psikopat!“Kenapa kamu pakai rambut palsu, Ran? Kenapa rambutmu? Kok, diam saja?” cecar Mbak Dwi.Pasti dia sedang memikirkan jawabannya. Kata Wina, sahabatku, aku tidak boleh gegabah jika tidak mau berakibat fatal. Kalau menuruti hawa nafsu dan emosi sudah kuhajar mereka dan kutarik ciputnya itu.Wina bilang, jalani dengan santai seraya atur strategi. Karena menurutnya Tuhan sudah menyiapkan keadaan yang sangat epik untuk membongkar

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status