Share

Kematian Seno

Author: Ayu Kristin
last update Last Updated: 2021-09-17 12:06:38

Darah kental mengenang di sekitar kepala Seno. Bola mata melotot menahan dahsyatnya maut menjemput masih tersisa. Lidah Seno  menjulur hingga bagian dagu, tubuhnya menegang dan kejang berkali kali.

Indah meraung raung melihat jasad bapaknya yang kini ada di hadapannya. Tubuh yang bergetar ditahan oleh Prapto agar tidak mendekati jasad Seno yang baru saja menghembuskan nafas terakhir. Sementara Lastri, masih berdiri menyilangkan tangannya di depan dada tanpa rasa kehilangan sedikit pun.

Seluruh karyawan Lastri berkerumun di halaman belakang rumah minimalisnya. Untuk menyaksikan kematian suami majikannya.

"Bapak! Huhuhu ...." Indah terus meraung, memanggil nama bapaknya berkali kali.

"Kenapa bisa begini? Ya ampun Bapak, huhuhu ... !" Kini giliran Lastri yang menangis histeris melihat jasad suaminya. Setelah beberapa saat ia diam terpaku.

***

Jenazah Seno sudah berada di ruangan tamu. Ditutupi dengan kain batik berlapis lapis. Lastri duduk di samping jenazah suaminya bersama Indah dan juga praptto. Wajah Lastri terlihat sembab, apalagi Indah. Wajahnya terlihat semakin pucat saja. Beberapa pelayat saling berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa pada keluarga yang ditinggalkan.

"Sabar ya, Dek!" ucap lelaki yang baru datang mendekati Lastri yang masih terisak.

Lastri mengangguk lembut tanpa berucap apapun pada Tejo yang berlalu. Sorot matanya tertuju pada sudut ruangan rumahnya. Ia melihat bayangan Seno menangis tersedu-sedu dan sangat menyedihkan di tempat itu.

"Lastri, kamu tega sekali denganku!" suara Seno itu memenuhi pendengaran Lastri. Seolah sekilas bayangan itu nyata.

"Ibu Lastri! Bu Lastri!" ucap Ustadz Zul meninggikan suaranya melihat Lastri yang tidak mendengar panggilannya.

"I-iya" Lastri mengalihkan pandangannya kepada lelaki berbaju serba putih yang berdiri di belakang tubuhnya.

"Jenazah harus segera kita makamkan, Bu!  Hari sudah mulai sore!" tutur Ustadz Zul.

"Baik, Ustadz!" lirih Lastri dengan suara pelan.

Tejo ,Parjo, Prapto dan Ustadz Zul mengangkat keranda Seno menuju pemakaman. Sepanjang perjalanan menuju pemakaman tidak hentikan kalimat-kalimat Allah itu dikumandangkan.

"Lastri, kamu tega sekali dengaku, Lastri!" Suara tangisan Seno yang mengaung memenuhi indera pendengaran Lastri.

"Apa yang sebenarnya terjadi!" batin Lastri. Ribuan tanya semakin memenuhi benak Lastri.

Pemakaman telah selesai, semua pelayat telah meninggalkan pemakaman. Bagitu juga Lastri dan keluarganya. Hanya tersisa Tejo yang masih berdiri di pusaran Seno.

"Semoga kamu bahagia Seno! Ini adalah balasan untuk istrimu yang terlalu menyombongkan dirinya," desis Tejo di depan pusaran Seno.

******

Malam semakin larut, rumah mewah berlantai dua milik Lastri terlihat begitu sangat menyeramkan. Prato yang masih terjaga terus mencoba memejamkan netranya dengan rasa ketakutan. Namun, rasa takut tak kunjung datang menyergap.

"Lastri, tolong aku!"

Prapto membuka kedua matanya. Dadanya bergemuruh saat suara minta tolong bapak mertuanya mengaung dalam indra pendengarannya.

"Lastri! Tolong aku, Lastri!"

"Duh, suara apalagi itu!" batin Prapto dengan tubuh bergetar. Ia memutar tubuhnya ke arah Indah yang sudah terlelap di sampingnya.

"Dek!" lirih Prapto dengan suara berbisik. Indah sama sekali tidak terbangun. Justru nafasnya semakin teratur.

Tok! Tok! Tok!

Deg!

Jantung Prapto hampir lepas dari tempurungnya mendengar suara ketukan pintu dari  luar pintu kamar. Prapto bergegas menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

"Prapto, tolong aku!" Ketukan pintu itu diikuti suara Seno yang meminta tolong.

Tubuh Prapto semakin lemas. Ia mengucang tubuh Indah yang terlelap di sampingnya.

"Dek, bangun! Mas, takut, Dek!" lirih Prapto ketakutan.

"Hem!" Indah hanya berdehem seraya menganti posisi tidurnya.

"Duh, Dek bangun dong, Mas takut!" Prapto terus mengguncang tubuh Indah yang masih tertidur

Indah mengerjap bangun menatap kesal pada Prapto. "Ada apa sih, Mas?" debat Indah kesal. Ia menarik selimut yang menutupi wajah Prapto yang ketakutan.

"Itu Dek, ada yang mengetuk pintu dari luar!" ucap Prapto dengan suara bergetar.

"Ah, Mas ini, gitu saja penakut," gerutu Indah bangkit turun dari ranjang.

"Dek, Mas nggak bohong Dek! Beneran tadi ada yang mengetuk pintu kamar kita, Dek!" seloroh Prapto yang diabadikan oleh Indah keluar dari kamar. Mungkin Indah mau ke kamar mandi, pikir Prapto.

Prapto kembali meringkuk dengan wajah berpikir. Sorot matanya menatap langit-langit kamar berwarna putih.

"Bisa-bisanya rumah sebagus ini ada hantunya! Hi ...!" Prapto mengedikan bahunya seraya menarik selimut menutupi tubuhnya hingga ke dagu.

Bruak!

Suara pintu yang dibanting seketika membuat Prapto menoleh ke arah wanita yang muncul dari balik pintu

"Dek indah!" ucap Prapto melihat Indah yang langsung membenamkan tubuhnya pada di sampingnya.

"Kenapa Dek Indah cepat sekali dari kamar mandi!" lirih Prapto merasa jika waktu Indah ke kamar mandi yang letaknya berada di dapur terlalu cepat sekali.

Sesaat Prapto menatap pada Indah yang memejamkan matanya. "Dek, ke kamar mandinya kok cepat sekali!" tutur Prapto dengan nada suara bergetar, ragu.

Wanita yang berbaring dengan posisi terlentang di samping Prapto mengangguk lembut, tanpa menjawab.

Dengan tangan bergetar, Prapto hendak melingkarkan satu tangannya memeluk Indah.

"Dek, Mas kelonin ya!" izin Prapto.

Indah kembali mengangguk tanpa berucap apapun.

Deg!

Debaran jantung Prapto semakin cepat saat tangannya menyentuh kulit Indah yang terasa begitu dingin sekali.

Cekriet!

Prapto menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Kedua matanya membelalak saat melihat Indah dengan mata setengah terpejam muncul dari pintu kamar.

"Di sana Indah, di sini juga Indah. Lalu Indah yang mana?" lirih Prapto bergidik ngeri melihat Indah yang berada di ambang pintu dan berjalan ke arahnya.

"Hah! Hilang!" Prapto melonjak saat Indah' yang beberapa saat lalu berada dalam pelukannya tiba-tiba hilang.

"Ada apalagi sih, Mas?" tanya Indah dengan wajah heran pada Prapto.

"Dek, Dek, tadi ada kamu tidur di sini, Dek! Tapi, kenapa sekarang kamu jadi ada dua, Dek?" Prapto menepuk kasur tempat Indah berbaring. Wajahnya terlihat sangat ketakutan.

"Mas, kamu lagi mimpi ya! Aku tuh baru dari kamar mandi!" Indah mendorong sedikit tubuh Prapto dari atas ranjang. Lalu membaringkan tubuhnya.

Prapto menelan salivanya, keringat dingin membasahi pelipisnya. Kedua matanya melihat pada Indah yang sudah kembali memejamkan matanya dengan perasaan campur aduk.

"Dek, ini kamu beneran kan?" Prapto mengoyangkan tubuh Indah yang meringkuk memunggunginya.

Indah berdecak kesal, memutar tubuhnya menghadap pada Prapto. "Mas ini ngomong apa sih? Jelas-jelas ini aku, masa iya tanya!" decak kesal Indah.

"Besok kita pulang saja yuk, Dek! Mas, nggak mau tinggal di sini!" gerutu Prapto dengan wajah memelas.

Indah mendengus kasar tidak menjawab. Ia meminta tubuhnya membelakangi Prapto.

*****

"Lastri, Lastri kenapa kamu tega sekali denganku. Tolong! Tolong aku lastri!"

Lastri mengerjap bangun dengan nafas tidak teratur. Dadanya bergerak naik turun dengan keringan yang membasahi tubuh wanita berambut panjang itu. Rasa ketakutan semakin memenuhi diri Lastri.

Lastri meraih gelas yang berisi air putih di atas nakas samping ranjang lalu meneguknya.

Bruak!

Huek!

Lastri membuang gelas berisi darah segar itu di atas lantai. Matanya membelalak, bagaimana bisa air putih itu berubah menjadi darah segar.

"Tidak! Tidak!" Lastri menggelengkan kepalanya melihat genangan darah pada pecahan gelas yang berserakan.

Srek! Srek! Srek!

Lastri mengarahkan tatapannya pada jendela kamar. Wajahnya menegang saat melihat sebuah bayangan yang berjalan di luar jendela kamar.

"Siapa itu?" Teriak Lastri takut. Jantungnya berdegup kencang.

Srek! Srek!

Suara itu terdengar kembali dan semakin jelas mendekat. Perlahan Lastri menuruni rajang dan berjalan mendekati jendela kaca yang masih tertutup gorden berwarna putih itu.

Bayangan hitam itu masih berdiri di sudut balkon. Setelah mengumpulkan keberanian, Lastri membuka gorden yang menutupi jendela.

"Apa? Kenapa tidak ada siapapun!" ucap Lastri terkejut saat tidak menemukan siapapun di balkon kamarnya.

Lastri menurunkan pandangannya ke lantai halaman belakang rumahnya. Tidak ada siapapun juga di sana. Yang ada hanya gundukan tanah bekas darah Seno.

Lastri mendengus halus lalu menutup kembali tirai yang berada di jendela. Wanita itu melangkahkan kakinya gontai naik ke atas ranjang dan memejamkan mata.

"Lastri, aku di sini Lastri!"

***

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 143

    Langkah Zaki seketika terhenti, saat lirih suara Indah memanggil namanya. Begitu juga dengan Angga dan Dimas yang nampak terkejut melihat tatapan Indah hampir sama dengan Sekar."Dek, kamu manggil, Mas Zaki?" Prapto yang hendak beranjak kembali terduduk menatap serius pada Indah."Zaki!" lirih Indah lagi.Perlahan Zaki menyeret langkah kakinya berat menghampiri Indah. Tatapannya menerawang pada wanita yang duduk di hadapannya."Hati-hati di jalan! Jaga teman-teman!" lirih Indah dengan suara berat, seperti sedang menahan tangis.Tubuh Zaki gemetaran, ia merasa jika seseorang yang berada dalam diri wanita gila itu bukanlah Indah lagi."Siapa kamu?" lirih Zaki.Indah yang sempat menjatuhkan tatapan pada Zaki, kini kembali terdiam dengan tatapan kosong. Sorot mata itu seketika berubah."Jawab siapa kamu?" Zaki menai

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 142

    Zaki menerobos tubuh Angga dan Dimas. Mendekat pada wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum, netranya yang jeli begitu juga dengan suaranya."Hanum! Apakah itu kamu?" lirih Zaki menyentuh pada kedua bahu wanita yang berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh atletis itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan kesedihannya pada kekasihnya yang sudah meninggal."Dek, siapa?"Deg!Wajah Zaki seketika berubah pias saat mendengar suara lelaki dari dalam rumah. Sepertinya panggilan itu di tunjukkan pada wanita di hadapan Zaki. Dimas menyambar tangan Zaki dan menarik tubuh lelaki itu sedikit menjauh dari wanita yang berada di dalam pintu. Wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum itu nampak tercengang."Maaf, mbak!" ucap Dimas menyungingkan senyuman."Siapa, dek?" Lelaki berkulit sawo matang itu muncul dari dalam rumah. "Oh, kalian!" Semburat

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 141

    Zaki tergeragap, menoleh pada pria berseragam petugas kebersihan yang berdiri di belakang punggungnya menenteng ember dan alat pel di tangannya."Itu Mas, ehm ... Tadi saya mendengar ada orang menangis di dalam kamar ini!" ucap Zaki gugup."Menangis?" Lelaki yang mengenakan seragam kebersihan itu mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan heran pada Zaki."Mas, yakin ngak salah dengar kan?" cetus petugas kebersihan nampak ragu dengan ucapan Zaki."Iya, Mas, benar, saya mendengar orang menangis dari dalam, makanya saya ingin melihatnya," ucap Zaki penuh keyakinan.Wajah petugas kebersihan itu seketika berubah menjadi takut. "Mas, jangan nakut-nakutin saya deh!" protesnya."Tidak, Mas, saya tidak tahu nakutin Mas," seloroh Zaki. "Tadi saya benar-benar mendengar orang sedang menangis dari dalam situ," imbuhnya."Tapi Mas, di dalam kamar itu suda

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 140

    Dimas dan Zaki mendengarkan cerita Angga dengan seksama. Mereka nampak tenggelam dengan cerita yang Angga sampaikan."Lalu siapa wanita buruk rupa itu?" celetuk Dimas dengan wajah penasaran."Dia adalah ibu Yuda,"jawab Angga melirik pada Zaki."Apa?" Lagi-lagi Dimas dan Zaki terhenyak serentak. Mereka menggeleng bersama."Iya, wanita yang aku lihat saat aku berusia tujuh tahun itu adalah ibu Yuda," tegas Angga dengan sorot mata menerawang jauh."Jadi ibu kamu adalah istri nomor ...?" Dimas kelepasan, satu tangannya segera membungkam mulutnya menghentikan ucapannya. Wajahnya meringis saat Angga menoleh padanya."Ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Jadi aku dan Yuda miliki ayah yang sama dengan ibu yang berbeda. Semenjak itu aku tinggal bersama Yuda, tapi entah mengapa Ayah lebih perhatian padaku, semua ayah lakukan untuk aku. Seolah Yuda dan ibunya tidak

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 139

    Wajah Yuda yang meradang tidak tinggal diam. Hati yang sakit dengan dendam yang menguasai membuat pemuda itu menjadi lepas kendali. Yuda melompati meja, menjatuhkan tinjauan tepat pada hidung Angga.Bruk!Tubuh Angga hampir terjatuh, beruntungnya ada Zaki yang menopang tubuh pemuda tampan itu. Meskipun hidungnya tetap saja terasa sakit sekali."Hay ... Apa yang kamu lakukan!" sentak seorang lelaki.Petugas penjaga segera menghampiri Yuda. Ia menarik tubuh lelaki itu menjauh dari Angga.Satu tangan Angga memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Wajahnya meringis menahan sakit. Sementara Yuda, netranya memicing pada Angga dengan dada bergerak naik turun."Angga, kamu nggak apa-apa, kan?" sergah Zaki panik.Beberapa saat Angga tidak menjawab. Hidungnya terasa sangat pedih sekali. "Aku baik-baik saja!" lirih Angga menatap pada telap

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 138

    "Zak, ada apa?" seloroh Dimas membuat Zaki tergeragap."Tidak!" balas Zaki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suara yang tidak asing itu masih terus mendengung dalam indera pendengarannya."Kamu mencari apa, Zaki?" ucap Dimas menatap aneh pada sikap Zaki yang ada di belakang punggungnya.Zaki nampak gelisah. "Tidak, aku tidak sedang mencari apapun. Mungkin aku tadi hanya salah dengar saja!" imbuh Zaki menarik sebelah sudut bibirnya. "Ayo masuk!" ajak Zaki melingkarkan tangannya pada bahu Dimas masuk ke dalam ruangan Angga.____Jangan pernah menanyakan sinar matahari di lereng Semeru. Sekalipun ia menampakkan cahayanya, ia tidak akan pernah membuatmu terasa panas. Justru yang ada ia akan memberi kehangatan dalam dinginnya udara yang membekukan. Semejak semalam, gerimis masih turun seperti biasa, soalnya hujan tidak memiliki jeda di daerah pegunungan itu. Beberapa kali Dimas berjalan monda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status