Share

Bab 3

Penulis: Lara Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-24 15:47:12

New York pagi hari.

Katon membuka mata perlahan-lahan, ia bangun dari kasur empuk di apartemen mewahnya di Manhattan. Meskipun semalam ia baru saja berkelahi melawan enam orang, tidak ada tanda-tanda luka di tubuhnya.

Dengan gerakan lincah, Katon bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas menuju ruang olahraga pribadi. Baginya, latihan karate setiap pagi adalah kebutuhan. Latihan fisik dan mental ini menjadi sumber kekuatannya, memberikan ketenangan dan kesiapan untuk menghadapi segala tantangan yang akan datang.

Setelah mengenakan pakaian olahraga yang nyaman, Katon mulai melakukan pemanasan dengan gerakan-gerakan yang lembut namun penuh konsentrasi. Tepat ketika Katon bersiap untuk memulai latihan karate yang intens, telepon genggamnya berdering. Dia mengambil ponsel dan melihat panggilan masuk dari Alice. Tanpa ragu, Katon menerima panggilan itu.

"Pagi, Choco Girl! Apakah aku begitu mempesonamu sehingga sepagi ini kau sudah merindukanku?" sapa Katon dengan suara hangat. Alice tidak langsung menjawab. Ia tidak merespon candaan Katon.

"Katon, apakah kau baik-baik saja?" jawab Alice dengan nada khawatir.

Katon mengenali nada tidak tenang itu. Ia mengira Alice mengetahui peristiwa pengeroyokan semalam. Brad, kekasih Alice tentu melampiaskan marahnya pada Alice juga. Terbersit rasa khawatir di hati Katon.

"Aku baik-baik saja, Alice. Bagaimana denganmu? Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" tanya Katon sambil melanjutkan gerakan pemanasan.

"A-aku akan menemuimu di apartemen. Apakah tidak apa-apa?" tanya Alice dengan serius.

Katon menghentikan gerakannya sejenak, menyadari mendesaknya nada Alice. Mungkin wanita ini butuh perlindungan. Katon segera fokus kepada Alice.

"Please, Alice. Datanglah. Pintu apartemenku terbuka untukmu," jawab Katon dengan tegas. Alice mendesah pelan, terdengar sedikit lega.

“Aku akan ke sana,” ujar Alice cepat dan memutuskan sambungan

Katon mematikan sambungan ponselnya. Dia jadi berubah pikiran setelah berbicara dengan Alice. Mungkin lebih baik kalau latihan hari ini diganti jogging saja. Katon bersiap-siap dalam apartemennya di Manhattan. Udara segar dan semangatnya membara ketika dia memutuskan untuk pergi jogging ke Central Park. Dengan sepatu olahraga yang terikat erat di kaki dan pakaian yang nyaman, dia melangkah keluar dari gedung apartemen. Ada tiga pilihan rute lari ke Central Park dan Katon memutuskan untuk memilih rute terpanjang. Rute Central Park West.

Katon mulai berlari di sepanjang sisi barat Central Park, melewati gedung-gedung bersejarah Museum Sejarah Alam Amerika. Ia menuju ke arah barat menuju Jalan 8th Avenue, lalu belok ke utara menuju jalan-jalan kota dan melintasi Columbus Circle menuju Central Park West. Setelah tiba di Central Park, Katon memilih berlari mengitari taman hijau luas dan pepohonan yang rimbun.

Tak lama setelah memulai joggingnya, Katon melihat sahabatnya, Morgan Maxwell, sedang duduk di sebuah bangku di dekat jalur lari. Katon mendekatinya dengan wajah heran.

“Bro!” sapa Morgan, ia mendekati Katon untuk bersalaman dengan penuh semangat. Morgan mengingatkan Katon tentang rencana mereka mendaki Gunung Everest, sebuah petualangan yang telah mereka impikan sejak lama.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Katon dengan tatapan curiga.

“Jogging, bro. Menurutmu?!”

“Entahlah. Sesuatu terselubung? Hoboken, Central Park? Yeah, right!” Katon meragukan jawaban Morgan dan terbukti sekarang Morgan terbahak dengan kalimat pedas Katon yang mempertanyakan mengapa Morgan yang tinggal di Hoboken harus pergi sejauh 4,1 mil untuk jogging di Cental Park?

Katon memutuskan mengabaikan keberadaan sahabatnya di sekitar apartemen miliknya. "Kemarin Rose menghubungiku, dia ingin aku pulang ke Indonesia di akhir bulan ini," kata Katon sambil mengatur napasnya. "Dia ingin aku hadir di peresmian perusahaan miliknya dan keluargaku pun sudah merindukanku."

“Kamu yakin? Mungkin mereka memancingmu datang supaya papamu bisa menendang pantatmu!” tukas Morgan kasar, membalas kalimat pedas sahabatnya. Katon mendengus dan meninju bahu Morgan yang kemudian terkekeh.

“Kita harus batalkan kembali rencana untuk naik ke Everest, Morg.” ujar Katon sambil membetulkan tali sepatunya.

Morgan mengangguk. "Toh, kita tidak akan sampai di puncak Everest, kita hanya bersenang-senang dan mencari wanita. So, kalau kamu mau membatalkan, no problem."

Katon dan Morgan melanjutkan jogging mereka di Central Park. Keduanya tampak luar biasa dengan postur nyaris setara. Morgan memiliki tinggi badan yang sama dengan Katon, 187 sentimeter. Namun, perawakan Morgan sedikit lebih besar. Morgan bisa saja dikira US Navy, hanya saja ia memiliki rambut sedikit gondrong yang membuatnya tampak urakan.

Selepas jogging, Morgan mengikuti Katon pulang ke apartemennya. Katon sudah bisa langsung menduga, kalau semalam Morgan menghabiskan waktu dengan wanita di sekitar Manhattan dan sekarang terlalu malas untuk pulang. Lebih memilih ikut ke apartemen Katon.

“Pria brengsek!” desis Katon sambil menyeberangi ruang tamu.

“Siapa? Kau?” ujar Morgan yang mengikutinya. Katon mendengus tertawa, ia mengabaikan sahabatnya dan enteng saja menarik kaus yang ia kenakan melalui leher dan menarik lepas melewati kepala, memamerkan punggung kekarnya.

“Woohoo! Apa ini?? Ada yang berpesta semalam?” Morgan yang mengejar Katon dan mendorong tinjunya ke bahu belakang Katon.

“Akh!”

“Pria brengsek yang manja?” ejek Morgan dengan satu alis terangkat. Katon yang merasa nyeri di bagian belakang bahunya yang ditekan Morgan, berusaha melongok bahu belakang tetapi tidak berhasil. Akhirnya Katon menggunakan pantulan bayangannya di kaca dan mendapati bahu belakangnya memar.

“Darn it!” makinya pelan. Morgan terkekeh mendengar Katon emosi. Ia mendorong bahu memar Katon sekali lagi membuat pria itu mengerang kasar. “Aku mendapat hadiah dari pria-pria Brooklyn.”

“Perlu bantuan menampar mereka?” goda Morgan.

“Shut up, Morg!” bentak Katon sambil masuk ke kamar mandi meninggalkan ruang tengah yang sekarang menggemakan tawa Morgan.

Selama Katon mandi, Morgan bergerak bebas di dalam apartemen Katon. Mereka memang sudah bersahabat lama dan saling mengandalkan satu sama lain. Morgan mengangkat bahu ketika menyalakan digital MP4 player canggih milik Katon. Segera saja suara John Legend mengalun lembut dalam All of Me-nya. Dan Morgan mengangkat alis. Lagu romantis? Yeah, right!

“Hoi, moron! Wanita mana lagi yang kau rayu kemarin!” teriak Morgan ke arah kamar mandi. Tentu saja teriakannya sia-sia karena Katon walaupun mendengar tentu saja akan mengabaikan. Morgan baru saja hendak meneriaki Katon lagi ketika suara bel pintu apartemen berbunyi. Ia menoleh ke arah pintu kemudian menuju ke foyer sambil menggerutu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 244

    Acara pertunangan malam itu berlangsung meriah, penuh kehangatan dan kemewahan. Alunan musik jazz yang dimainkan secara live mengiringi setiap percakapan dan tawa yang bergaung di sepanjang taman villa. Di tengah-tengah taman, Rosalind dan Morgan berdiri sebagai pusat perhatian. Mereka berdua tampak bahagia. Bersama menyambut tamu-tamu yang datang dari berbagai belahan dunia. Saling memperkenalkan anggota keluarga, dan sesekali berbagi canda bersama para tamu yang mendekati mereka. Sebuah panggung kecil dengan latar belakang laut dan langit yang berhiaskan bintang menambah kesan romantis malam itu. Di atas panggung, band jazz memainkan lagu-lagu klasik yang mengiringi tamu-tamu saat mereka berdansa di lantai dansa yang dibentuk dari marmer putih berkilau. Para pelayan dengan seragam hitam-putih elegan bergerak luwes membawa nampan-nampan berisi minuman anggur terbaik, koktail tropis, dan mocktail segar untuk dinikmati oleh tamu. Hidangan yang disajikan sangat bervariasi, mulai d

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 243

    Suasana berbeda tampak di sebuah villa megah di Riviera Maya yang berdiri anggun di atas tebing, langsung menghadap Laut Karibia. Dikelilingi oleh pohon-pohon palem tinggi dan taman tropis yang rimbun, villa bergaya arsitektur kolonial modern dengan dinding putih bertekstur, pilar-pilar marmer, dan balkon-balkon melengkung yang langsung menghadap pemandangan laut tak terbatas. Tambahan tampak mencolok dengan lampu-lampu pesta, untaian bunga dan hiasan khas sebuah pertunangan mewah, dilengkapi dengan karpet merah yang menyambut setiap tamu yang hadir. Katon, yang belakangan ini sibuk dengan tanggung jawabnya di New York, tidak ikut mengurus pesta pertunangan adik dan sahabatnya dan hanya hadir bersama Ratih sebagai tamu undangan. Ia baru saja turun dari limousine, mengancingkan jas sambil mengedarkan pandangan ke atas, tempat villa menjulang dengan indah, sesaat kemudian, ia ulurkan tangan ke arah limousine yang terbuka dan membimbing sang istri keluar dari sana. Bersama, dalam ke

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 242

    Ratih menelengkan kepala, balas menatap suaminya, “Tujuan orang menikah memang biasanya untuk memiliki keturunan, Mas. Kecuali dari awal sudah bersepakat untuk child free.” Wanita itu diam sejenak untuk mengenali ekspresi suaminya. Saat Katon juga diam, Ratih melanjutkan kalimatnya. “Aku, tidak mau hamil selama ini karena enggan kuliah dengan perut besar. Aktifitas kampus tidak cocok untukku yang berbadan dua walau untuk sebagian orang lain mungkin tidak masalah. Sekarang, saat tidak ada lagi tuntutan kuliah, aku siap saja jika harus hamil. Mas Katon tidak ingin memiliki anak?” “Bagaimana kalau anak kita membawa genku, Ratih?” tanya Katon galau. Ratih menatap wajah suaminya yang tampan, jarang sekali wajah ini terlihat kalut. Tetapi sekarang Ratih melihat, Katon juga bisa rapuh. Ia merengkuh wajah suaminya, memberikan senyum paling tulus untuk menguatkan. “Maka anak kita akan seperti papanya. Kuat, ganteng, dan mampu menghadapi apapun.” Katon mendesah sebal, memutar matanya ke at

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 241

    Columbia University of New York sedang menunjukkan kesibukan luar biasa. Saat ini mereka sedang dalam masa Commencement week. Yaitu, minggu-minggu menjelang wisuda dilangsungkan. Upacara wisuda di Columbia University berlangsung dengan berbagai acara selama Commencement Week. Dimulai dengan setiap sekolah di bawah Columbia university menyelenggarakan upacara Class Day masing-masing, di mana nama setiap lulusan dipanggil, memberi kesempatan untuk momen yang lebih personal. Beberapa acara lain juga diselenggarakan, seperti Baccalaureate Service—upacara lintas agama yang melibatkan musik, doa, dan refleksi multikultural untuk merayakan pencapaian lulusan sarjana dari Columbia College dan Barnard College, serta sekolah-sekolah lainnya di bidang teknik dan sains. Tradisi unik lainnya adalah penyanyian lagu Alma Mater Columbia oleh seluruh komunitas, sebagai simbol kebersamaan dan perpisahan. Columbia juga memberikan University Medals for Excellence kepada individu yang berprestasi dan m

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 240

    Sebagai bisnis fashion yang menyasar level menengah ke bawah, Starlight Threads berlokasi strategis di Harlem, 214 West 125th Street, Suite 2A. Ke sanalah Katon membawa istrinya. Pagi Sabtu yang cerah menyelimuti Harlem. Matahari menyorot dari celah-celah gedung perkantoran yang sederhana tetapi berkarakter di kawasan ini. Katon membimbingnya dengan tangan yang mantap menuju bangunan tiga lantai di ujung jalan, sebuah gedung dengan dinding bata merah yang terlihat kokoh namun tidak berlebihan. Di balik kaca jendela yang lebar di lantai dua, papan nama kecil berwarna emas dengan tulisan elegan “Starlight Threads” menggantung, menandakan kegunaan bangunan ini. Ratih memperhatikan detail itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Meskipun sederhana, bangunan itu memiliki daya tarik tersendiri. Tangga menuju lantai atas diselimuti perabot industrial yang chic, dekorasi modern berpadu dengan sisa-sisa gaya klasik yang membuat tempat itu berkesan unik. Studio ini bukan hanya sekadar toko

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 239

    Katon sangat terkejut dan spontan melepaskan pelukan wanita tersebut. Katon menangkap kedua bahu wanita berbaju merah dan mendorongnya menjauh. Ia tidak memiliki keinginan melihat, siapa gerangan wanita itu. Ia lebih khawatir kepada istrinya, Katon menoleh ke arah Ratih dan mendapati wajah istrinya berubah menjadi penuh amarah dan kekecewaan. “Katon, apa kabar?” tanya Alice manis, ia tak mengindahkan Katon yang berusaha lepas dari pelukannya, mendorongnya menjauh. Bagi Alice, bertemu Katon adalah keberuntungan luar biasa. Pria ini pernah dekat dengannya, menolongnya, memberikan uang perlindungan yang tidak sedikit dan berkat Katon pula, ia selamat bahkan sekarang menjadi bagian dari wanita sukses di Manhattan. Alice Wellington. Dari bukan siapa-siapa menjadi bintang berkat Katon. Uang pemberian Katon ia manfaatkan untuk kuliah dan membuka usaha. Kini, Alice Wellington adalah pemilik Starlight Threads sebuah startup fashion yang memadukan gaya modern dengan sentuhan klasik, mengkh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status