Share

Bab 5

Penulis: Lara Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-24 15:57:23

“A-aku ingin minta maaf atas apa yang sudah diperbuat oleh Brad.” Alice tergugu di depan Katon.

“It's okay, Alice. Jangan khawatirkan aku," jawab Katon menenangkan wanita yang sedang ada di hadapannya saat ini dan melanjutkan kalimatnya dalam hati, “Pacarmu yang babak belur.”

“Katon nyaris terluka, untunglah patroli polisi lewat sehingga Katon selamat. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi padanya kalau tidak ada patroli polisi,” imbuh Morgan manipulatif, tidak jauh berbeda dengan Katon.

Dari balik sikap dinginnya, Morgan sengaja tunjukkan ekspresi kesedihan, untuk menambah keyakinan dari drama yang sudah Morgan dan Katon skenariokan. Mendengar semua ini, Alice spontan menumpahkan derai air mata lagi, di balik katupan kedua tangan ke wajah cantiknya.

 Alice terlihat sekali, menyesali apa yang terjadi pada pria yang disukainya ini. Perasaan empati Alice muncul, ketika cinta juga memberikan simpati.

Katon melemparkan tatapan tajam ke arah Morgan ketika Alice menutup wajah dan Morgan mengangkat bahu sambil menyeringai jelek. Bisa-bisanya Morgan bilang Katon bakal kalah. Hah!! Dua pria yang bersahabat itu saling memaki tanpa suara selama Alice menangis sambil menutup wajahnya. Katon mengacungkan jari tengah ke arah Morgan lalu memasang wajah sedih tapi tabah ke arah Alice.

“Apa yang ingin kau bicarakan, Choco Girl?” tanya Katon lembut. Alice menggeleng sedih sambil menundukkan kepala. Katon merengkuh kepala Alice dan memintanya mendongak hanya untuk menemukan mata wanita itu basah oleh air mata.

“Jangan khawatirkan Morgan. Apa yang ada di sini tidak akan pernah bocor keluar,” ujar Katon dengan nada datar. Namun, tatapannya melembut ke arah Alice. Morgan yang mendengar suara Katon tersenyum miring, ia bisa melihat punggung Alice lebih relaks saat Katon berkata seperti itu.

“Br-Brad mungkin akan memukulku jika ia datang ke apartemenku malam ini. Mu-mungkin ia akan menemuiku di coffeshop. A-aku takut, Katon,” isak Alice.

Katon menatap datar ke arah Alice. Tentu saja dia tahu tabiat Brad. Memangnya bagaimana bisa Alice sedemikian mudah jatuh ke pelukannya jika Brad adalah kekasih yang baik?

Karena Katon tahu Brad suka memukuli Alice makanya Katon memutuskan untuk mendekati wanita ini. Agar Alice tahu, dunia tidak hanya berputar di sekitar Brad. Ada lelaki lain yang lebih baik dari pria brengsek itu. 

“Alice, Dengar. Aku baik-baik saja. Dan, sejujurnya … aku tahu tabiat buruk Brad. Aku minta maaf karena membawamu ke situasi yang tidak menguntungkan begini.” Katon bicara dengan lembut ke arah Alice. Kedua tangannya masih merengkuh wajah Alice dan memaksa wanita itu untuk terus menatapnya.

“Aku akan melindungimu. Hm? Kami akan mengantarmu dan menjagamu selama kamu bekerja di coffeshop. Kami akan berada di tempat yang Brad tidak bisa melihat, bahkan kamupun tidak akan menyadari kehadiranku dan Morgan,” kata Katon cukup jelas dan tegas.

Di belakang wanita itu, Morgan berdiri tegap laksana tentara yang menjaga perbatasan dan wajahnya serius meski memutar mata lagi ke arah Katon. Walaupun pria berbadan kekar itu tampak keberatan dengan kalimat Katon tetapi ia tidak mendebatnya.

“Mak-maksudmu?” Alice bertanya bingung.

"Aku dan Morgan akan menjagamu dari jauh. Berlakulah biasa. Jangan takut, Brad tidak akan bisa mendekatimu. Kamu tidak perlu terlalu takut, manisku. Sekarang, ayo kita sarapan sebelum mengantarmu bekerja,” ujar Katon dengan nada manis.

“Katon … aku—aku ….” Dan Alice tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena Katon meraih kepala Alice dan melekatkan bibirnya ke bibir Alice. Katon melumat bibir Alice dengan ganas, seolah akan menyedot habis seluruh pasokan udara di paru-paru wanita itu. Alice menyambar lengan atas Katon dan mengelus tendon kekarnya. Mereka berciuman makin intens. Morgan melotot membuat bola matanya seakan meloncat keluar. Dan dia mengacungkan tinju ketika Katon tidak kunjung menyudahi ciumannya. Morgan bersiap menendang vas bunga ketika Katon mendadak berdiri dan menarik Alice yang oleng karena mendadak diajak berciuman sedemikian panas. Katon memeluk tubuh langsing Alice dan memutarnya seolah berdansa, tapi langkahnya jelas. Ia menuju ke ruang makan.

“Bajingan!” Bisikan Morgan hanya untuk Katon setelah yakin Alice tidak bisa mendengarnya. Katon yang mendengar bisikan itu bersikap cuek dan meninggalkan Alice di ruang makan sementara dirinya memutari konter dapur dan mulai bekerja di balik konter sambil dipandangi Alice dengan mata terpesona.

“Sarapan, bro?”

“Menurutmu? Hanya kau yang butuh makan di sini?” geram Morgan dan sepenuhnya diabaikan Katon karena pria itu sudah mulai menyiapkan menu makan pagi. 

Seperti biasa, sarapan pagi Katon adalah makanan full protein. Karena Katon harus menjaga massa otot dan kekekaran tubuhnya. Ia perlu tubuh yang kuat. Berjaga dan siaga kalau keluarganya membutuhkan bantuan Katon untuk menyelesaikan masalah mereka. Maka ia menyiapkan sarapan full protein untuk dirinya dan Morgan. Sementara untuk Alice, dia menyiapkan menu yang berbeda. Omelet dan pancake.

Katon mengeluarkan telur dan dada ayam tanpa kulit dari dalam lemari es dan mulai memasak daging ayam dalam airfrye berteknologi tinggi miliknya. Sementara menunggu, ia mengocok telur untuk membuat omelet dan menyiapkan adonan pancake. Katon sedang membuat jus brokoli dan menyediakan air putih ketika melihat ke arah Morgan yang berpangku tangan di sebelah Alice. Mata Katon bersinar tidak suka. “Tidak mandi?” tanya Katon sambil menaikkan alisnya. Morgan menatap malas padanya. Katon yang tidak suka ia duduk di sebelah Alice berupaya mengusirnya.

“Kenapa? Tuan Collins terganggu dengan bauku? Alice bahkan tidak terganggu. Oh, apakah Tuan Collins akan bercinta denganku?” goda Morgan dengan berani. Alice mengikik di dekatnya.

Sebuah piring melayang dan Morgan dengan tangkas menangkapnya sebelum piring itu menyambar kepalanya atau jatuh ke lantai dan hancur berkeping. “Nice shot, Mister Collins!”

“Mau coba sekali lagi?” tanya Katon, nadanya seperti madu tapi mengancam. Bahkan, tangan kanan pria itu sudah meraih pisau panjang dan mengabaikan Alice yang terkesiap.

“Tidak, terima kasih, Tuan,” jawab Morgan tenang dan meletakkan piring itu di atas meja makan dengan kesopanan yang luar biasa lalu menggebah dirinya menuju kamar mandi tamu. Katon tersenyum menenangkan ke arah Alice.

“Jangan takut, manisku. Kami hanya bercanda,” hibur Katon seraya menghidangkan menu yang sudah siap ke meja makan.

Morgan menyelesaikan ritual mandinya dengan cepat. Setelahnya pun ia mengarahkan langkah kaki ke kamar lemari pakaian Katon dan tanpa canggung mencari pakaian Katon untuk ia kenakan. Kaus polo biru navy dan celana kain warna khaki menjadi pilihannya. Morgan mematut di depan cermin, puas dengan penampilannya, ia memburu langkah kembali ke ruang makan. Alice dan Katon tampak mesra berdua, saling menyuapkan makanan.

“Kurasa, pakaian yang kau kenakan adalah milikku, Tuan Maxwell!” gerutu Katon ketika menoleh ke arah Morgan dan mendapati pria itu memakai pakaiannya. Morgan terkekeh.

“Dan tampak luar biasa padaku, Tuan Collins.”

“Aku berharap pakaian itu kembali ke lemariku dalam kondisi bersih, 24 jam dari sekarang!”

Morgan tidak menanggapi itu, ia terus memotong daging dada ayam dengan seringai konyol, dan mengunyah dengan kecapan dengan suara yang menjijikkan. Katon menggelengkan kepalanya, mengambil garpu yang sudah selesai ia gunakan dan melemparkannya ke arah Morgan. Namun, tidak disangkanya lemparan itu hanya mengenai ruang kosong saat pria menjengkelkan itu memiringkan kepalanya dan terkekeh dengan cibiran.

Morgan dan Katon memang sering bercanda tanpa bermaksud serius untuk melukai. Saking dekatnya mereka, dia juga sudah terbiasa memenuhi perintah Katon. Dan perintah pagi ini jelas. Ia harus mengikuti Katon, mengintai dan menjaga Alice di coffe shopnya. Dan Katon tidak suka jika perintahnya terlalu lama diluluskan.

Katon membawa Alice, bergandengan tangan menuju ke lantai basement-nya dan menuju ke satu mobil berwarna hitam. Morgan mengikuti dengan malas-malasan di belakang Katon. Sebuah Mercedess Benz The W223 S-Class berwarna hitam terparkir di sana dan kuncinya terbuka dengan suara ceklikan pelan dan kilap lampu kekuningan, bersamaan dengan Katon memencet remote di tangannya. 

Katon membuka pintu penumpang untuk Alice, membuat wanita itu tersipu senang dan Morgan mencibir di belakang. Sebal dengan perlakuan sok gentleman Katon yang ia tahu hanya dikeluarkan oleh sahabatnya saat pria tersebut berharap lebih dari seorang wanita incarannya.

“Manisku, aku akan mengantarmu dan menunggui selama kau bekerja, apakah tidak mengapa?” tanya Katon selama mereka berkendara menuju ke tempat kerja Alice, sebuah coffershop bernama Brooklyn Blend.

“Kamu akan menungguiku selama aku bekerja?” tanya Alice takjub.

“Tentu, Sweetheart. Apa yang tidak aku lakukan untuk wanita semanis dirimu?” ujar Katon bak perayu ulung. Morgan yang duduk di jok belakang, menatap keluar dengan pandangan bosan.

“Morgan bersamaku, Choco Girl. Jangan khawatir.”

“Yeah. Dan akan berakhir Morgan yang mengawasimu, Choco Girl. Paling banter dia molor,” desis Morgan ke arah kaca hingga tak seorangpun yang mendengar kalimatnya.  

Tentu saja, pada akhirnya Morgan berjaga di dalam Mercedes Benz yang diparkir di dekat Brooklyn Blend, tempat Alice bekerja. Sedangkan Katon, yang semula online melalui ponsel pintarnya, berakhir dengan tidur setelah menurunkan sandaran jok. Ia membiarkan Morgan berjaga sendiri, mengawasi bagian depan Brooklyn Blend dan memperhatikan setiap orang yang masuk.

Bahkan selama menunggu, jika Katon membutuhkan makanan atau minuman, Morgan pula yang keluar dari mobil untuk membelinya.

Menjelang jam kepulangan Alice, Morgan mendadak menegakkan punggung dan mengarahkan pandangan tajam ke pintu masuk Brooklyn Blend. “Oho! Kau tidak akan suka ini, Tuan Collins.”

Katon tidak bergerak, dan tetap rebah di sandaran jok yang rendah. Morgan menoleh ke arahnya dan berwajah ceria lalu berkata, ”Baiklah. Selesai sampai di sini kisah Alice dan Katon, rupanya. Great! Ayo pulang.”

“Apa maksudmu, Morg,” ucap Katon santai tanpa merubah posisinya. Matanya bahkan masih terpejam dengan nyaman.

“Aku barusan melihat sekelompok gangster masuk ke Brookyn Blend. Aku tidak tahu bagaimana rupa Brad. Tapi, tidak seorangpun di sana ada yang mirip Brad Pitt,” kata Morgan santai. Katon membuka mata dan bangkit dari posisinya. Ia memindai area depan Brooklyn Blend.

“Aku tidak suka ini, Morg,” ujarnya.

“Oya? Kukira kau hobi terperangkap di dalam mobil selama lebih dari enam jam hanya untuk memelototi kaca depan coffeshop. Oh, tunggu! Aku yang melakukan itu. Sebagian besar waktumu di sini kau pakai tidur, asshole!” omel Morgan. Katon mengabaikan omelan itu karena di dalam Brooklyn Blend telah terjadi kericuhan dan Katon membuka pintu mobil untuk memburu ke coffeshop. Morgan mengikuti di belakangnya.

Gerombolan gangster yang disebutkan oleh Morgan sedang mengamuk di dalam coffeshop. Salah satu pria paling besar di sana bahkan sedang berusaha menyeret Alice keluar dari konter. Katon merangsek masuk ke dalam coffe shop dan Morgan dengan setia mengikuti meskipun mulutnya mengomel tanpa suara.

“Cari lawan yang sepadan denganmu, Brad!” seru Katon mengejutkan separuh Brooklyn Blend. Pria besar yang sedang mencengkeram leher Alice menoleh dan matanya menatap galak ke arah Katon.

“Itu dia bajingan yang meniduri pacarku! Bunuh dia!” geramnya tanpa melepas leher Alice.

Gerombolan dengan jumlah dua kali lebih banyak daripada gangster yang mengeroyok Katon sekarang menoleh ke arah Katon dan Morgan dengan tatapan buas. Sebagian besar dari mereka membawa tongkat bisbol dan sebagian lain mengeluarkan pisau lipat.

“O … o … saatnya berpesta, Katon,” desis Morgan di samping Katon dengan senyum miring yang menjadi khas-nya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 244

    Acara pertunangan malam itu berlangsung meriah, penuh kehangatan dan kemewahan. Alunan musik jazz yang dimainkan secara live mengiringi setiap percakapan dan tawa yang bergaung di sepanjang taman villa. Di tengah-tengah taman, Rosalind dan Morgan berdiri sebagai pusat perhatian. Mereka berdua tampak bahagia. Bersama menyambut tamu-tamu yang datang dari berbagai belahan dunia. Saling memperkenalkan anggota keluarga, dan sesekali berbagi canda bersama para tamu yang mendekati mereka. Sebuah panggung kecil dengan latar belakang laut dan langit yang berhiaskan bintang menambah kesan romantis malam itu. Di atas panggung, band jazz memainkan lagu-lagu klasik yang mengiringi tamu-tamu saat mereka berdansa di lantai dansa yang dibentuk dari marmer putih berkilau. Para pelayan dengan seragam hitam-putih elegan bergerak luwes membawa nampan-nampan berisi minuman anggur terbaik, koktail tropis, dan mocktail segar untuk dinikmati oleh tamu. Hidangan yang disajikan sangat bervariasi, mulai d

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 243

    Suasana berbeda tampak di sebuah villa megah di Riviera Maya yang berdiri anggun di atas tebing, langsung menghadap Laut Karibia. Dikelilingi oleh pohon-pohon palem tinggi dan taman tropis yang rimbun, villa bergaya arsitektur kolonial modern dengan dinding putih bertekstur, pilar-pilar marmer, dan balkon-balkon melengkung yang langsung menghadap pemandangan laut tak terbatas. Tambahan tampak mencolok dengan lampu-lampu pesta, untaian bunga dan hiasan khas sebuah pertunangan mewah, dilengkapi dengan karpet merah yang menyambut setiap tamu yang hadir. Katon, yang belakangan ini sibuk dengan tanggung jawabnya di New York, tidak ikut mengurus pesta pertunangan adik dan sahabatnya dan hanya hadir bersama Ratih sebagai tamu undangan. Ia baru saja turun dari limousine, mengancingkan jas sambil mengedarkan pandangan ke atas, tempat villa menjulang dengan indah, sesaat kemudian, ia ulurkan tangan ke arah limousine yang terbuka dan membimbing sang istri keluar dari sana. Bersama, dalam ke

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 242

    Ratih menelengkan kepala, balas menatap suaminya, “Tujuan orang menikah memang biasanya untuk memiliki keturunan, Mas. Kecuali dari awal sudah bersepakat untuk child free.” Wanita itu diam sejenak untuk mengenali ekspresi suaminya. Saat Katon juga diam, Ratih melanjutkan kalimatnya. “Aku, tidak mau hamil selama ini karena enggan kuliah dengan perut besar. Aktifitas kampus tidak cocok untukku yang berbadan dua walau untuk sebagian orang lain mungkin tidak masalah. Sekarang, saat tidak ada lagi tuntutan kuliah, aku siap saja jika harus hamil. Mas Katon tidak ingin memiliki anak?” “Bagaimana kalau anak kita membawa genku, Ratih?” tanya Katon galau. Ratih menatap wajah suaminya yang tampan, jarang sekali wajah ini terlihat kalut. Tetapi sekarang Ratih melihat, Katon juga bisa rapuh. Ia merengkuh wajah suaminya, memberikan senyum paling tulus untuk menguatkan. “Maka anak kita akan seperti papanya. Kuat, ganteng, dan mampu menghadapi apapun.” Katon mendesah sebal, memutar matanya ke at

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 241

    Columbia University of New York sedang menunjukkan kesibukan luar biasa. Saat ini mereka sedang dalam masa Commencement week. Yaitu, minggu-minggu menjelang wisuda dilangsungkan. Upacara wisuda di Columbia University berlangsung dengan berbagai acara selama Commencement Week. Dimulai dengan setiap sekolah di bawah Columbia university menyelenggarakan upacara Class Day masing-masing, di mana nama setiap lulusan dipanggil, memberi kesempatan untuk momen yang lebih personal. Beberapa acara lain juga diselenggarakan, seperti Baccalaureate Service—upacara lintas agama yang melibatkan musik, doa, dan refleksi multikultural untuk merayakan pencapaian lulusan sarjana dari Columbia College dan Barnard College, serta sekolah-sekolah lainnya di bidang teknik dan sains. Tradisi unik lainnya adalah penyanyian lagu Alma Mater Columbia oleh seluruh komunitas, sebagai simbol kebersamaan dan perpisahan. Columbia juga memberikan University Medals for Excellence kepada individu yang berprestasi dan m

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 240

    Sebagai bisnis fashion yang menyasar level menengah ke bawah, Starlight Threads berlokasi strategis di Harlem, 214 West 125th Street, Suite 2A. Ke sanalah Katon membawa istrinya. Pagi Sabtu yang cerah menyelimuti Harlem. Matahari menyorot dari celah-celah gedung perkantoran yang sederhana tetapi berkarakter di kawasan ini. Katon membimbingnya dengan tangan yang mantap menuju bangunan tiga lantai di ujung jalan, sebuah gedung dengan dinding bata merah yang terlihat kokoh namun tidak berlebihan. Di balik kaca jendela yang lebar di lantai dua, papan nama kecil berwarna emas dengan tulisan elegan “Starlight Threads” menggantung, menandakan kegunaan bangunan ini. Ratih memperhatikan detail itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Meskipun sederhana, bangunan itu memiliki daya tarik tersendiri. Tangga menuju lantai atas diselimuti perabot industrial yang chic, dekorasi modern berpadu dengan sisa-sisa gaya klasik yang membuat tempat itu berkesan unik. Studio ini bukan hanya sekadar toko

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 239

    Katon sangat terkejut dan spontan melepaskan pelukan wanita tersebut. Katon menangkap kedua bahu wanita berbaju merah dan mendorongnya menjauh. Ia tidak memiliki keinginan melihat, siapa gerangan wanita itu. Ia lebih khawatir kepada istrinya, Katon menoleh ke arah Ratih dan mendapati wajah istrinya berubah menjadi penuh amarah dan kekecewaan. “Katon, apa kabar?” tanya Alice manis, ia tak mengindahkan Katon yang berusaha lepas dari pelukannya, mendorongnya menjauh. Bagi Alice, bertemu Katon adalah keberuntungan luar biasa. Pria ini pernah dekat dengannya, menolongnya, memberikan uang perlindungan yang tidak sedikit dan berkat Katon pula, ia selamat bahkan sekarang menjadi bagian dari wanita sukses di Manhattan. Alice Wellington. Dari bukan siapa-siapa menjadi bintang berkat Katon. Uang pemberian Katon ia manfaatkan untuk kuliah dan membuka usaha. Kini, Alice Wellington adalah pemilik Starlight Threads sebuah startup fashion yang memadukan gaya modern dengan sentuhan klasik, mengkh

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 238

    Ratih dan Katon telah kembali ke New York. Segera, mereka disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Katon segera memimpin Growth Earth Company yang berada di Park Avenue. Pertikaiannya dengan Satria entah bagaimana menjadi perang dingin. Mungkin campur tangan Arini yang membuat Satria tidak datang menghukum langsung putera sulungnya. Yang Katon tahu, beberapa bulan ini papanya sibuk dengan kantor Growth Earth Company yang ada di Canada. Membuat Rosalind sibuk dengan Growth Earth Company yang berpusat di Jakarta. Hampir keteteran dengan bisnis skincare-nya sendiri. “Gak pengen pulang, Mas? Pegang GEC Jakarta dan kendalikan New York dari sini.” Rosalind saat menghubungi Katon melalui panggilan telepon sekedar bertukar kabar. “Tidak, terima kasih. Ratih sedang menyelesaikan tugas akhir. Dia harus fokus di sini. Masa kutinggal. Enak saja!” Rosalind menghela napas. “Kenapa , sih? Glowing Beauty-mu kan sudah jalan?” Katon memastikan kepada adiknya. Glowing Beauty ada di bawah Growth E

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 237

    Pagi pertama mereka di Maldives dimulai dengan keajaiban pemandangan matahari terbit dari bungalow di atas air yang langsung menghadap laut. Katon, yang sudah bangun lebih dulu, menyiapkan sarapan di teras pribadi mereka. Hidangan lokal seperti mas huni, campuran tuna segar dengan kelapa yang wangi, tersaji di meja bersama kopi hangat yang mengepul. Angin laut meniup lembut, menyelimuti mereka dalam suasana pagi yang sejuk dan menyegarkan. Ratih tersenyum sambil menatap jauh ke horizon, di mana matahari mulai naik perlahan, mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan. Ia telah duduk di teras, emnikmati layanan Katon, sebagai ganti layanannya semalam. "Mas," katanya sambil mengambil seteguk kopi, "aku pengen seperti ini bisa kita bagi bersama semua keluarga, suatu hari nanti." Katon menoleh, menatapnya dengan mata bertanya. "Maksudmu, liburan besar bersama mereka di tempat seperti ini?" Ratih mengangguk. "Ya, bukankah indah rasanya kalau semua orang bisa berkumpul di sini? Mam

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 236

    Di dalam kamar tidur mereka, di bungalow mewah yang mengapung di atas perairan Maldives, Katon dan Ratih tengah menikmati malam pertama bulan madu yang tertunda. Malam itu, kamar tidur mereka terisi oleh suasana yang sempurna. Dinding kaca besar di depan tempat tidur menampakkan hamparan laut lepas berwarna biru pekat, dihiasi kilauan bintang dan rembulan yang menggantung anggun di langit. Suara ombak yang lembut menjadi irama pengantar yang menenangkan, membawa mereka ke dalam dunia penuh keintiman dan keheningan yang hanya mereka berdua miliki. Di lantai kamar, lilin-lilin aromaterapi tersebar. Masing-masing memiliki pendar kecil yang hangat, mengisi ruangan dengan aroma melati dan kayu manis lembut. Cahaya lilin yang berpendar-pendar membuat bayangan hangat di sekitarnya, mempertegas lantai kayu di sekitar lilin dengan kilaunya. Semilir angin laut masuk melalui celah balkon, membelai lembut rambut Ratih yang tergerai di pundak hingga punggung. Wanita itu sedang berada di atas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status