Ibad tengah duduk di bangku di samping mesin pembuat kopi instan sambil menghirup cairan hitam yang baru saja diseduhnya, mencerna semua kejadian yang disaksikan dan didengarnya hari ini. Pertama, penangkapan Fatih atas perintah langsung AKBP Neco yang membuatnya terkejut karena Kila sebagai ketua timnya belum mengatakan apa-apa soal tersangka. Jelas, Kila juga tidak tahu apa-apa tentang penyergapan itu, jika melihat raut wajahnya saat diberitahu tadi pagi dan bagaimana ia langsung berderap marah ke ruangan atasan mereka.Kedua, tindakan nekat Kila yang mengamuk di ruangan AKBP Neco membuahkan skors seminggu dan pengalihan kasus ke Tim II yang dipimpin oleh Sakil. Sebenarnya ia agak menyayangkan sikap Kila yang tak bisa mengendalikan diri, mungkin kalau Kila sedikit bersabar, kasus ini bisa tetap menjadi milik mereka dan mereka masih punya kesempatan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi, rasa hormat Ibad lebih besar karena Kila teguh memegang apa yang ia anggap benar dan
Tita menunggu dengan gelisah di kafe tempatnya bertemu Pita kemarin malam. Pita sudah berjanji dengan sepenuh hati untuk mempertemukannya dengan penanggungjawab kasus Fatih sebelumnya sekaligus saksi yang menemukan korban pertama kali. Tita merasa ini benar-benar jackpot untuknya, terlebih setelah tadi siang ia kena damprat dari Pak Bos seperti yang sudah diramalkan. Setelah menembakkan deretan kalimat-kalimat mengerikan yang orang tak terbiasa mendengarnya bakal ikutan mengamuk, Pak Bos akhirnya bisa dilelehkan dengan argumen Tita yang dibuat semeyakinkan mungkin tentang kecurigaannya bahwa polisi menyembunyikan sesuatu dalam kasus ini. Pak Bos justru mendukung langkah Tita dan memberi Tita kebebasan penuh untuk menggali kasus ini setelah Tita bilang akan bertemu dengan ketua tim yang bertanggungjawab sebelum kasus dialihkan dan saksi kunci kasus ini. Tita terkekeh kecil. Jika ia bisa menguak apa yang sebenarnya terjadi, bukan hanya menghilangkan rasa tidak nyamannya terhadap kasus
Neta menyuap makan malamnya dengan malas, padahal menu yang tersaji sungguh menggoda selera. Ia masih kesal pada ayahnya karena hanya mementingkan reputasi untuk mengejar ambisi, sedikitpun tidak peduli pada Neta yang notabene anaknya sendiri. Jika bukan karena ibunya, wanita memukau itu, yang memohon-mohon dan nekat bersemedi di depan pintu kamar Neta sampai Neta mau keluar kamar dan makan malam bersamanya, Neta bakal memilih melaparkan diri. Biar saja ia sakit atau mati, toh ayahnya juga akan tetap mengabaikannya. Dengan begitu ayahnya bisa tidak punya anak lagi seperti keinginannya. Ibu Neta pun mengerti ada perang dingin yang terjadi antara suami dan anaknya. Sebab itu, ia yang memilih berada di pihak Neta membiarkan saja suaminya makan malam sendirian dan tak ingin tahu kemana Profesor Gani gentayangan setelahnya. Barulah ia memanggil Neta dan memaksa Neta keluar kamar dengan segala cara, ia tidak mau anaknya yang cantik itu sekarat karena memutuskan mogok makan sebagai bentuk
Atmosfer ruang interogasi yang tidak pernah terasa menyenangkan semakin menyesakkan usai Sakil bertanya dengan nada meremehkan pada Ibad yang kebingungan harus memberikan jawaban apa agar Sakil tidak punya alasan untuk menjelek-jelekkan timnya, hal yang Ibad tahu pasti selalu ingin dilakukan oleh Sakil tiap kali menjumpai kesempatan. Di hadapan kedua orang itu, Fatih yang terborgol menanti dengan tegang. Sangat menyadari bahwa dua manusia yang sedang berinteraksi itu tidak memiliki hubungan yang bisa dikatakan baik. Fatih menganggap hal itu wajar saja karena siapa juga yang sudi berteman akrab dengan polisi tengik berwajah sadis yang mengenakan jaket bomber yang entah berapa hari belum diganti-ganti itu? Sebab itu, ia diam-diam mendukung agar Ibad juga ikut menginterogasinya. Setidaknya kehadiran Ibad bisa menetralisir aura menyeramkan yang menguar begitu Sakil memulai pertanyaan yang dirancang untuk menyudutkanya itu. Mungkin Ibad juga bisa berperan sebagai pawang yang mampu menge
Begitu mendengar jawaban Kala yang mengejutkan, Kila dan Pita serempak menoleh ke arah Tita yang nyengir. Kila berusaha mengingat-ingat, mungkin wajah Tita terkubur cukup dalam di lokus otaknya sehingga ia tak kunjung ingat dan tidak berniat mencoba lagi. Ia bisa mengandalkan ingatan Kala karena ia tahu adiknya adalah pengingat yang mumpuni. Kalau Kala yang bilang mereka pernah bertemu sebelumnya berarti itu benar-benar terjadi. Pita sendiri menghadiahkan Tita tatapan kagum sekaligus kesal karena Tita tidak pernah menceritakan kejadian itu kepadanya. Atau pernah tapi ia lupa? “Hehehe. Gue nggak nyangka bisa ketemu lo lagi, Ka. Lo emang nggak bisa jauh dari kasus, ya. Kemarin kasus di kampus, sekarang kasus pembunuhan. Nanti kasus apa lagi?” Kala tersenyum kecut saja menerimanya, entah Tita sedang menyindirnya atau justru salut Kala sudah tak tahu. “Wajar aja sih menurut gue kalo Kala sering ketemu kasus, dia kan kuliah di Hukum. Usai kuliah kan pasti berkutat dengan kasus-kasus. A
Jika di pertemuan sebelumnya suasana ruang makan privat itu dibungkus ketegangan, kali ini kondisi hati orang-orang yang tengah menikmati makan malam lezat itu secerah tanaman yang menjaga ruangan dan seriang ikan hias yang mondar-mandir di kolamnya. Meskipun jika diamati lebih saksama, manusia berkulit putih dan berhidung sedikit mancung dengan perut agak buncitnya yang menonjol tidak kelihatan segembira koleganya, pria yang sudah berusia 50-an tahun namun masih nampak gagah itu. Bila Profesor Gani menyantap makan malamnya dengan semangat sambil berkeringat dan mendesis-desis karena sambal pelengkap ayam gorengnya terlalu pedas untuk lidahnya, AKBP Neco justru menatap gelisah rendang yang teronggok di depannya. Ia tidak bisa menikmati makan malamnya selahap Profesor Gani karena sedang sibuk mereka ulang kejadian kemarin dalam kepalanya. Pertama, Kila yang sepertinya tahu tentang pertemuan rahasianya dengan Profesor Gani. Yang kedua dan lebih mengejutkan, kelihatannya Fatih juga ta
Tempat itu senyap. Sangat cocok digunakan sebagai lokasi peristirahatan terakhir. Tak ada suara kendaraan yang kebisingannya mampu membangkitkan jenazah yang terganggu dari tidurnya. Tak ada tangis dan tawa anak-anak yang bisa mengingatkan tubuh yang terbaring pada keluarganya yang sudah ditinggalkan. Juga tak ada celoteh atau bisik-bisik tentang apapun yang mengusik kedamaian mayat yang bersemayam.Yang menemani para mantan manusia dalam kubur mereka masing-masing hanyalah angin yang setia menampar daun-daun pohon kamboja berbunga putih dan merah muda, kaok burung yang kadang-kadang melintas di langit di atas mereka, dan sayup-sayup bunyi air laut yang tak bisa bosan memeluk pantai. Dan khusus pada saat ini, mereka dikawal oleh seorang wanita cantik berambut layer sebahu yang tengah berjongkok di sebuah makam yang baru berumur kurang lebih dua minggu.Neta tak pernah mengira akan secepat ini mengunjungi makam orang yang telah dibunuhnya. Ia selalu berpikir, setelah Lavi berhasil
“Bagaimana keadaanmu di sini, Nak? Kamu baik-baik saja, kan? Nggak ada yang jahat sama kamu, kan?” Fatih ingin sekali menjawab “ada” pada pertanyaan ibunya yang terakhir, tapi ia tidak ingin ibunya bereaksi mengerikan terhadap jawabannya. Fatih tidak bisa terima kalau ibunya akan bertindak lebih beringas, seperti misalnya menggigit, kali ini bukan tangan tapi telinga, AKBP Neco dan Sakil hingga putus sehingga ibunya juga berakhir di penjara jika Fatih terlalu cengeng mengadu pada ibunya tentang perlakuan kedua oknum itu kepadanya. Sebab itu, Fatih hanya bisa tersenyum menenangkan dan menggelengkan kepala untuk membalas ucapan ibunya. Ibu Fatih, emak-emak yang rajin berolahraga dan senantiasa berpenampilan fashionable itu menggenggam tangan anaknya, terenyuh melihat keadaan putranya. Baginya, baju tahanan berwarna coklat muda itu sama sekali tidak cocok dikenakan oleh Fatih. Ruangan besuk dengan beberapa pasang meja dan bangku dengan lampu besar yang bertengger dengan angkuh di lang