Maya sangat marah pada sang kakak yang memutuskan tidak ingin pulang di saat ayahnya sudah meninggal. Bahkan untuk melihatnya yang terakhir kali..Maya pun mengirim sebuah pesan melalui aplikasi berwarna hijau itu. Memaki sang kakak. Habis sudah kesabaran sang adik.
[Dasar anak durhaka. Ingat mbak, hukum tabur tuai itu ada.]
Nindya yang melihat pesan dari sang adik pun meradang. Ia kembali membalas cacian sang adik dengan lebih pedas.
[Udah berani lu ngelawan gue?Mulai sekarang, jangan minta uang lagi sama gue ya. Urus hidup lu dan Ibu lu sendiri!]
Mata Maya pun berkaca-kaca menahan tangisnya. Hatinya begitu perih. Ia rela dicaci-maki apapun tetapi jika sang kakak tidak memperdulikan ibunya, hatinya sangat hancur.
"Ibu nggak perlu tahu soal ini," batin Maya.
Kini Maya berusaha menjadi anak yang kuat. Anak yang mandiri. Tidak boleh lagi bergantung pada kakaknya. Ia tidak mau meminta uang lagi, setelah kata-kata Nindya. Ia tidak mau dianggap mengemis.
Di bantu Pras dan para warga akhirnya Pak Sarmin pun dimakamkan di tempat pemakaman umum yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
"Maya, ini ada uang santunan buat kamu dan Ibu kamu dari para warga. Semoga dapat membantu kehidupan kalian ke depannya. Maaf, kenapa Nindya nggak pulang?" tanya Ridwan, kepala desa tempat Maya tinggal.
Maya terdiam. Ia bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin, ia mengatakan hal yang sejujurnya.
"Nindya sedang sakit juga, Pak dan tidak diijinkan bepergian jauh dulu sementara ini," sahut Pras.
"Oh begitu. Baiklah, kalau begitu saya permisi. Assalamualaikum," pamit Ridwan.
"W*'alaikumsalam. Terima kasih, Mas," jawab Pras yang juga menitipkan Bude dan Maya sepeninggalnya.
..........
Pras pun akhirnya berpamitan. Dia tidak bisa terlalu lama berada di kampung karena pekerjaannya sudah menumpuk selama beberapa hari ini di kampung.
"Maya, ini Mas kasih ponsel ini buatmu. Biar bisa Videocall lebih jelas. Kalau kamu ada apa-apanya dengan Bude di sini, jangan sungkan ya. Langsung hubungi Mas," pesan Pras.
Ia tahu kondisi ekonomi keluarga Budenya itu sepeninggal Pak Sarmin. Terlebih Nindya sepertinya tidak lagi mengindahkan keluarganya.
"Iya, Mas."
Setelah berpamitan dengan Budenya, dengan berat hati Pras meninggalkan rumah sederhana itu. Ia meluncur dengan cepat menuju Jakarta.
DI dalam perjalanan, Pras coba menghubungi Reno. Tetapi, panggilannya pun tidak digubris. Pras mencoba menghubungi Nindya. Hasilnya pun sama. Akhirnya, Pras mencoba menghubungi Anggun.
[Hallo, Mas Pras. Ada apa, tumben nelepon?]
[Anggun, Reno ada di rumah?]
[Oh, Mas Reno. Dia tadi berangkat ke kantor. Sekalian antar Cynthia ketemu temannya]
Pras pun kaget. Bagaimana bisa Cynthia dan Reno? Apa sebenarnya yang terjadi.
[Oh, baiklah. Thanks ya. Nanti biar aku hubungi Reno lagi. Assalamualaikum.]
Pras pun langsung mematikan ponselnya. Ia melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. Ia berniat mendatangi rumah Nindya dan berharap matanya terbuka dan mau membawa Ibu dan adiknya tinggal bersama.
Beberapa jam kemudian
Reno masih asyik menikmati liburannya bersama Cynthia. Di ruang kerjanya itu, ia memadu kasih bersama Cynthia. Pria ini benar-benar tidak bisa hidup dengan satu wanita.
Jangankan Anggun, bahkan Nindya yang tengah mengandung buah cintanya pun tidak dipikirkan. Baginya, yang penting dia happy.
Setelah puas berselingkuh, Reno pun turun ke lantai bawah dan meminta Mang Karta menyiapkan makanan sebelum ia kembali ke Jakarta. Beberapa menit kemudian, Cynthia pun turun dengan wajah sumringah.
"Cyn, makan dulu ya. Nanti kita langsung balik aja. Aku ada pekerjaan lain," dalih Reno.
"Baik."
Cynthia dan Reno tidak ingin membuat Mang Karta curiga jika ada sesuatu di antara mereka hingga sampai ke telinga Anggun. Reno sangat tahu, jika Mang Karta sudah bekerja dengan orang tua Anggun sejak lama. Hingga kesetiannya pada Anggun tidak perlu diragukan lagi.
"Silakan makan, Tuan Reno, Non," ujar Mang Karta yang langsung menuju dapur meninggalkan keduanya.
Setelah Mang Karta pergi, Cynthia mulai kembali memainkan aksinya. Ia meminta sejumlah uang dengan alasan untuk mengurus perceraiannya dengan suaminya yang KDRT itu.
"Ya udah, nanti aku transfer aja ya. Aku kan nggak ada uang cash. Kamu tulis aja sini nomor rekeningnya," kata Reno memberikan ponselnya. Cynthia pun langsung menuliskan rekeningnya dan Reno dengan sigap menuliskan 10 juta untuk ditransfer ke nomor rekening Cynthia.
"Makasih, Sayang," puji Cynthia yang mencium pipi Reno hingga membuat Reno panik.
"Cyn, jaga sikapmu. Nanti kalau Mang Karta curiga gimana?" gerutu Reno. Ia juga tidak ingin kehilangan ATM berjalannya. Anggun baginya ATM berjalan yang bisa memberikan segalanya.
Dari kejauhan Mang Karta pun berhasil mengabadikan perselingkuhan Reno dan Cynthia. Mang Karta yang sejak awal curiga dengan Reno yang datang dengan seorang wanita dengan penampilan sexi itu, selalu mengawasi keduanya. Bahkan ketika Reno dan Cynthia masuk ke dalam ruang kerja dengan bermesraan. Semua tersimpan rapi di ponselnya.
"Aku harus segera mengirim semua bukti ini pada Non Anggun. Kasihan dia, dibohongi oleh suami nggak tahu diri ini," batin Mang Karta.
Setelah selesai makan, Reno pun memanggil Mang Karta dan memberikannya sejumlah uang sebagai 'hadiah' agar Mang Karta tidak memberitahu kedatangannya bersama seorang wanita ke villa.
"Baik, Den. Hati-hati di jalan," ucap Mang Karta. Mang Karta pun tersenyum sumringah saat mobil Reno hilang dari pandangannya.
Mang Karta pun dengan sigap langsung megambil ponselnya dan mengirimkan semua bukti perselingkuhan Reno dan Cynthia ke Anggun melalui aplikasi berwarna hijau.
...................
Pras akhirnya sampai di depan rumah Nindya. Pras pun langsung memasuki area rumah pemberian Reno yang super Lux itu.
"Reno, Reno. Lu udah memiliki segalanya.Istri yang cantik. Pintar. Dermawan. Tapi, masih lu khianati hanya karena dia belum kunjung hamil. Ren, Ren, padahal di luar sana, banyak pria yang ingin menggantikan posisi lu. Gue yakin, rumah ini juga hasil kerja keras Anggun. Nggak mungkinlah, dengan pekerjaan lu, bisa membeli rumah semewah ini untuk Nindya," batin Pras.
"Loh, Mas Pras? Mau ngapain ke sini?" tanya Nindya yang kaget saat membuka pintu rumahnya, Pras sedang memperhatikan rumah mewahnya.
"Mas mau bicara sama kamu."
Pras pun langsung menarik paksa Nindya masuk ke dalam rumah. Ia tidak mungkin membicarakan hal ini di teras rumah.
"Ada apa sih, Mas? Kalau Mas datang ke sini hanya untuk—"
Belum tuntas Nindya bicara, Pras sudah memotongnya.
"Kamu tahu di mana suami siri kamu itu?" ujar Pras sinis.
"Mas Reno? Dia pulang ke rumah Anggun," sahut Nindya.
Pras pun tersenyum sinis.
"Anggun? Dia pergi sama mantan pacarnya, Cynthia!" jawab Pras ketus.
"Mas pasti bohong. Nggak mungkinlah. Mas Reno itu cuma cinta sama aku. Dia bertahan dengan Anggun karena nggak mau merusak nama baiknya aja."
Pras pun tertawa.
"Come on, Nindya. Jangan terlalu lugu. Setelah dia mengkhianati Anggun, wanita yang nyaris sempurna karena dia memiliki segalanya, terus kamu seyakin itu kalau dia akan setia sama kamu?" timpal Pras. Ia ingin adik sepupunya itu terbuka hatinya.
"Dia mungkin memiliki harta, Mas. Tetapi, aku yang cuma bisa memberikannya anak," timpal Nindya.
"Nindya, Nindya. Buka mata kamu. Aku ini sahabat dia sejak lama. Jadi aku tahu, siapa itu Reno sebenarnya!" pekik Pras.
Nindya pun mulai ragu. Ia khawatir jika apa yang dikatakan Pras itu benar. Bagaimana kalau Reno sekarang pergi bersama mantan pacarnya.
Nindya pun langsung mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Reno. Tetapi, tidak ada respon sama sekali.
"Dia nggak angkat kan? Iyalah, dia lagi asyik sama Cynthia," celetuk Pras.
"Reno, awas kamu!" batin Nindya.
Bersambung .....
Pras terus berupaya agar adik sepupunya itu sadar. Ia ingin Nindya terbuka mata hatinya dan mulai bisa berdamai dengan keadaan. Andai saja Anggun tahu, Pras sangat yakin, Nindya tidak akan dibiarkan bebas begitu saja. Pras paham betul, bagaimana karakter Anggun yang sesungguhnya saat ia tersakiti."Mas cuma ingin mengingatkanmu, Dek. Jangan sampai kamu menyesal, jika Anggun membalasnya dengan cara yang pedih daripada yang kamu lakukan padanya," ungkap Pras."Jaga diri kamu baik-baik."Pras pun memutuskan meninggalkan rumah Nindya itu. Rumah yang ia yakini adalah milik Anggun. Di dalam perjalanan, Pras semakin cemas. Ia takut jika Anggun bisa membunuh Nindya. Sebagai seorang kakak, bagaimanapun ia harus bisa menjaga adik sepupunya itu......................Anggun ma
Nindya syok. Tidak ada lagi sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Nindya benar-benar tak berkutik. Hanya menunduk dan berdiri di belakang Pras. "Pras, jelaskan padaku. Apa ini maksudnya? Kamu juga mendukung perselingkuhan mereka? Atau kamu yang sengaja menjodohkan mereka?" pekik Anggun saat ia tahu jika Nindya adalah adik sepupunya."Demi Tuhan, Anggun. Awalnya aku nggak tahu. Aku baru tahu saat nggak sengaja lihat Reno di parkiran rumah sakit saat dia mengantar Nindya periksa kandungannya," terang Pras."Saat itu, aku sudah mewanti-wanti Pras dan Nindya. Aku juga marah, Anggun sama mereka. Aku juga nggak tahu apa yang dijanjikan Reno sampai adikku ini mau jadi simpanan Reno," gerutu Pras dengan wajah kesal memandang Nindya. Pras pun menariknya agar berani menghadapi Anggun"Sini! Jelaskan pada Anggun. Kamu nggak perlu takut. Kamu sudah berani menikah dengan Reno, kamu haru
Wajah Reno seketika panik ketika istri sah mengundang istri siri juga selingkuhannya datang ke istana megahnya. Dan, ada sebuah kejutan lagi yang khusus didatangkan untuk Reno. Hal yang pastinya tidak akan diduganya."Sayang, kamu kenapa?" tanya Anggun dengan tersenyum bahagia."A-aku? Oh, nggak apa-apa kok." Reno berusaha tersenyum dan menutupi ketegangan di wajahnya. Sayangnya, Anggun terlalu pintar. Pras pun menahan tawa saat sahabatnya itu dikerjai Anggun."Rasain lu, makanya jangan anggap remeh istri yang sabar dan diam. Sekali dia membalas, kamu akan dibuat pusing," batin Pras."Oh, ternyata ini wanita selingkuhan kamu, Mas? Perempuan ... masih cantik aku dan Mbak Anggun," batin Nindya menggerutu.Wajah Reno dan Cynthia panik. Cynthia yang dipersilakan duduk di samping Reno pun hanya bisa saling pandang karena bingung mengapa berada di situasi
Wajah Reno pun panik saat melihat Nindya pingsan. Bagaimanapun juga ia tengah mengandung anaknya. Namun, Reno terpaksa cuek agar Anggun tidak menaruh curiga padanya."Pras, masukkin ke mobil aku aja. Kita bawa ke rumah sakit sekarang," ujar Anggun yang juga panik."Mas, kamu kok diam aja sih?! Ayo, bantu Pras angkat Nindya dong. Gimana sih kamu!" bentak Anggun. Reno akhirnya membantu Pras membawa Nindya. Wanita itu terlihat pucat. Reno pun semakin panik saat melihat tetesan darah keluar."Astagfirullahaladzhim. Ya Allahu selamatkan Nindya dan anakku. Mereka nggak bersalah," batin Reno."Pras, kamu aja yang bawa mobil ya," ujar Anggun."Mas, Ayo, cepat masuk! Kamu di belakang ya," ucap Anggun membuat Reno panik."Kenapa bukan Pras aja sih? Kan ini saudara dia," sahut Reno."Reno, Reno. Dia itu sedang meng
Reno dan Pras adalah 2 sahabat yang selalu bersaing sejak mereka di sekolah. Dalam hal prestasi akademik, Pras selalu unggul. Begitupun dalam bersaing meraih hati para wanita. Ketampanan dan kecerdasan Pras lebih memikat para wanita itu.Hingga, suatu ketika saat Pras dan Reno menyukai seorang wanita yang sama, persaingan itu kembali terjadi. Halimah, wanita muda itu. Namun, lagi-lagi wanita itu lebih memilih Pras. Tetapi, kali ini Reno tidak ingin mengalah. Segala cara dilakukan Reno.Malam itu ....Reno mengirimkan sebuah pesan rahasia menggunakan nomor Pras. Ia mengirim sebuah pesan ke nomor Halimah dan mengajaknya bertemu di sebuah gudang kosong tak jauh dari perusahaan milik keluarga Halimah.[Halimah, aku tunggu kamu jam 20.00 ya di gudang dekat kantor Papa kamu.]Halimah sempat ragu, tidak seperti biasanya Pras mengajaknya bertemu. Malam seperti ini. Jik
Reno mulai merasa ketakutan saat Pras yang kini bersamanya akan membuka kedok kejahatannya. Kejahatan yang tidak sengaja dilakukannya saat itu. Ia hanya ingin menghindar dari tanggung jawab menikahi Halimah."Ingat ya. Aku membayar kamu untuk menjadi Pras, bukan menasihati aku atau mengancamku," pekik Reno. Pras hanya tersenyum sinis."Reno, Reno. Ingat, suatu saat kamu pasti akan menyesal,karena cepat atau lambat semua kebusukan kamu akan terbongkar semuanya," pesan Pras dengan wajah tersenyum.Pras pun memilih pergi. Keluar dari kamar perawatan Nindya. Sedang Reno memilih wanita yang sedang mengandung anaknya itu. Anak yang begitu diharapkan oleh kedua orang tuanya.Dengan langkah tegap, Pras langsung berjalan cepat. Meninggalkan 'sahabat' yang sudah menghancurkan semua mimpinya. Mimpinya yang ia harap, akan terwujud dengan takdir lain.
Wajah tegang Reno membuat Anggun semakin mencurigainya. Istri sah Reno itu terus mencecar Pras dan suaminya tentang semua tabir misteri masa lalu."Ren, kamu belum berani jujur?" ejek Pras."Oh, atau aku saja yang membuka semuanya? Juga tentang siapa aku sebenarnya?" tantang Pras.Reno hanya terdiam"Baiklah. Aku yang akan menjelaskan semuanya," ucap Pras lantang.Pras pun menghela napas. Ada rasa berat yang membuatnya sulit mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Namun, demi kepentingan banyak pihak, ia harus mengungkapkan semuanya. Walau menyakitkan."Reno, aku adalah Pras. Pras yang sesungguhnya. Kamu masih ingat, kejadian saat kamu membuangku ke hutan malam itu?" ucap Pras membuka percakapan.Wajah Reno terlihat syok. Sepertinya ia sulit mempercayai, jika Pras yang dulu dianggapnya sudah mati dan dibuang ke tengah hutan
Reno terdesak. Anggun benar-benar membuatnya tidak punya pilihan. Hanya sebuah kejujuran yang diinginkannya."Jawab saja, apa yang kamu dan Cynthia sudah lakukan pada Mang Karta?!" bentak Anggun."Cynthia itu siapa,Mas?" cecar Halimah yang kini tengah mengandung anak kedua Cynthia."Aku bisa saja melaporkan kamu dan Cynthia pada polisi atas semua perlakukan kamu pada Mang Karta!" hardik Anggun.Kata penjara seketika membuat Reno panik dan ketakutan. Mendengarkan banyak cerita tentang penyiksaan sesama tahanan, membuatnya ketakutan."Ng-gak, Anggun. Aku minta maaf. Saat itu aku khilaf, aku panik karena ...." ucap Reno terbata."Karena saya mengetahui perselingkuhan Mas Reno dengan Mbak Cynthia?" teriak Mang Karta yang berjalan dari arah pintu dapur. Reno pun seketika berdiri dan menghampiri Mang Karta."Mang, Mang Karta baik-b