Wajah Pras begitu terkejut saat melihat dokter melalukan tindakan kepada istrinya yang tiba-tiba nafasnya tersengal-sengal. Setelah di periksa, ada cairan menumpuk di paru-parunya. Brankar didorong ke ruangan lain untuk melakukan tindakan mengeluarkan cairan dari dalam paru-parunya.
Semua saling berpelukan, mendoakan keselamatan Laurent. Pras pergi ketempat lain. Ia butuh itu. Ia butuh sendiri. Langkah kakinya perlahan memasuki area tersebut. Ia duduk di tiga baris dari depan. Sepi, hanya ada satu orang yang sepertinya tak mau mengganggu Pras yang sedang berdoa.
Ya, Pras berada di dalam Gereja yang tak jauh dari rumah sakit tempat istrinya dirawat. Ia menggengam erat kedua jemarinya saling bertautan. Air matanya jatuh begitu deras. Sesak ia rasakan didalam dada. Ia lupa kapan terakhir ia berdoa menghadap Tuhannya. Ia lupa kapan ia meminta akan sesuatu kepada-Nya. Ia lupa. Terlalu terlena dengan semuanya hingga ia lupa ia itu siapa.
&n
Operasi Laurent berjalan lancar. Semua keluarga yang ikut menunggu di depan ruang operasi berdoa bersama sesuai keyakinan mereka masing-masing. Kedua orang tua Aira bahkan ikut datang disaat operasi sudah berlangsung selama dua jam.Flash back.Laurent dan Pras berdoa bersama. Saling menggenggam tangan, juga bersama satu pendeta dari gereja yang waktu itu Pras sambangi. Laurent diberkati. Ia merasakan perubahan Pras yang seperti mulai kembali dekat dengan sang pencipta."Terus berdoa ya Pras. Sampai ketemu lagi nanti." Laurent mengecup kening suaminya itu sudah dengan pakaian lengkap untuk menuju ke ruang operasi di lantai tujuh gedung rumah sakit."Iya. Aku tunggu kamu didepan pintu ruang operasi, kok," belaian lembut jemari Pras di wajah Laurent membuatnya tersenyum. Laurent menoleh ke pria tua yang berprofesi sebagai pendeta itu."Terima kasih sudah datang, Pak,"
Keajaiban itu bisa saja terjadi kepada siapa saja asal kita mau percaya dan berharap akan hal itu. Pasangan suami istri itu merasakannya sendiri. Kondisi Laurent berangsur pulih. Walau masih perlu bantuan Pras jika berjalan. Ia tak mau terus duduk di kursi roda. Pras mempekerjakan asisten rumah tangga yang datang hanya dari pagi hingga sore hari. Kegiatan suami istri itupun hanya sering diapartemen."Tuan, Nyonya, saya sudah selesai, saya permisi pulang," ucap wanita empat puluhan itu."Iya, Bi. Bibi, bawa buah-buahan di kulkas ya, kebanyakan, takut malah nggak dimakan saya," ucap Laurent seraya beranjak pelan. Bibi menghampiri Laurent dan menuntunnya."Iya nyonya. Nyonya besok saya bawain jamu ya, nanti minumnya di kasih jarak beberapa jam setelah obat." Laurent mengangguk. Bibi lalu memasukan buah-buahan sesuai perintah Laurent kedalam tas kain. Bibi yang bekerja memiliki dua anak remaja. Suaminya bekerja sebagai petug
"Udah masuk semua belum tas kalian!!" teriak Galang kepala semua pasukannya yang sudah berbaris rapih di samping bis burung biru yang disewa olehnya untuk misi keluarga hari itu. Liburan keluarga. Semua ikut tanpa pengecualian. Pilihan nya pun ke pantai. Ia juga memesan villa yang langsung terhubung keprivate beachresort tersebut."ABSEN!" teriak Andro. Kakak tertua Aira. Ia memanggil satu persatu anggota keluarganya. Tidak ada yang tidak tersenyum dan semangat. Semuanya tampak bahagia. Tiga hari dua malam dirasa cukup untuk menghabiskan waktu bersama sebelum Pras dan Laurent akan meninggalkan tanah air minggu depannya.Total semua warga yang ikut dua puluh orang termasuk asisten rumah tangga. Satu persatu masuk kedalam bis tersebut. Laurent perlahan naik dan duduk di tempat yang sudah disettinguntuknya. Bis khusus untuk pariwisata dengan kursi nyaman pun menjadi pilihan Galang. Papi dan mami Aira ju
Laurent terus menangis dipelukan Pras. Bahkan setelah pesawat yang mereka tumpangi sudah terbang begitu tinggi diatas langit. Ia begitu sedih meninggalkan orang-orang yang begitu menyayanginya dan ia sayangi di bandara beberapa jam lalu."Ssshhh.. udah," Pras mengusap punggung Laurent yang masih bergetar pelan. Kedua tangannya memeluk erat leher kokoh suaminya itu.Skip. Ini penjelasan singkat posisi mereka.Naik pesawat kelas bisnis, paham kan kursi penumpangnya gede bisa jadi buat rebahan. Nah, Laurent duduk dipangkuan Pras dengan posisi semi tiduran. Paham sampe sini, yuk lanjut. Helaian rambut panjang Laurent di sibak ke belakang telinga istrinya itu. Pelukan Pras semakin erat. Membuat Laurent terkejut karena jari jemari nakal Pras malah kemana-mana."PRAS ih!" Omel Laurent. Ia duduk tegap. Tapi ternyata salah lagi kan. Di tatapnya lekat k
"ALEXANDERRRR!" pekik suara Laurent terdengar menggelegar di dalam rumah besar itu. Sudah sepuluh menit ia mondar mandir keliling mencari keberadaan putra itu. Seperti kehilangan jejaknya saja, Laurent bahkan menelfon suaminya, namun tak ia dapati juga keberadaan pria tua itu."Kalian benar, tidak ada yang melihat dua laki-laki itu?" Laurent menatap sendu. Semua menggeleng."Bantu saya cari mereka, dimana si," tak lama, kedua telinga Laurent mendengar suara tawa yang ia hafal. Ia menunduk dan tersenyum. Langkah kaki nya menaiki anak tangga berlapis karpet itu berlahan, tak mau membuat suara. Ia sampai didepan pintu berwarna coklat yang tersambung dari dalam kamarnya. Ruangan Wadrobe milik Pras dan Laurent. Ia lalu berjongkok dan menggeser pintu lemari yang kemarin baru ia kosongkan karena akan dia gunakan untuk menaruh koleksi sepatu Alex. Dua wajah laki-laki itu menatap wanita cantik yang berjongkok di depan lemari dengan tatapan menahan ke
(Percakapan sesungguhnya dengan bahasa inggris)"Aw!" jerit Laurent saat ia tak sengaja mengiris jari telunjuknya dengan pisau saat ia memotong bawang bombay untuk membuat masakan. Ia meringis, berjalan bergegas ke bak cuci dan menyiram luka itu dengan air keran."Ada apa, Mom?!" suara dari arah ruang keluarga rumah mewah itu terdengar berjalan mendekat. Laurent hanya tersenyum sambil menunjukan jarinya yang terluka."Tunggu, Mom, aku ambil kotak obat. Jangan beranjak Mom!" perintah remaja enam belas tahun itu. Laurent hanya mengangguk.Alexander sudah beranjak remaja, begitu gagah dan tampan. Walau bukan anak kandung Pras dan Laurent, namun, wajah Alex begitu mirip de
Alex duduk di kursi pelataran sekolah, suasana sedang ramai karena ada pertandingan basket dan pemandu sorak nasional. Sekolahnya menjadi tuan rumah dalam kegiatan tersebut. Tatapannya tak lepas mengarah ke Lily yang sedang menjajakan makanan ringan. Murid sekolahnya memang di minta untuk terlibat di kegiatan tersebut, ada yang menjadi panitia bagian penjualan tiket, souvenir hingga makanan ringan seperti Lily, gadis itu memakai seragam panitia berupa kaos kerah warna ungu dan celana jeans hitam. Tak lupa, ia memakai topi juga.Segerombol pemuda datang menghampiri, mereka ingin membeli cemilan tapi sembari menggoda Lily. Wajah Lily tampak ketakutan, ia bahkan begitu risih. Alex segera beranjak, dengan berjalan santai, ia berteriak menegur ke empat pemuda itu. Jaket sekolah yang dikenakan Alex, menunjukan siapa dia.
Laurent berdiri menatap suaminya yang sedang berlari kecil bersama tiga anjing peliharaannya mengelilingi track olahraga dirumah megah mereka. Sejak semalam, Laurent terus memikirkan banyak hal terkait Alexander, putra semata wayang walau berstatus anak angkat. Hatinya sedih seandainya Alex tau jika ia bukan ibu kandungnya.Semakin jelas terlihat seiring usia Alexander yang beranjak diakhir masa remaja. Ia sudah bercerita kepasa adik iparnya -Aira istri dari Galang- yang tinggal di Indonesia, kegalauannya begitu semakin menjadi-jadi."Rent, akan ada masanya Alex tau siapa dia, kalian tidak akan bisa menutupi hal itu. Sebentar lagi, Alex juga akan meniti kehidupannya sendiri bukan? Kau dan Kakakku harus bisa menghadapi itu."Begitu pendapat Aira, yang dijabarkan melalui balasa email. Laurent menatap pemuda yang datang menghampiri Pras, menyusul berlari di udara dingin negara Swiss. Putra dan ayah itu beg