Home / Romansa / PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA / BAB 7 : JEJAK DI PEGUNUNGAN

Share

BAB 7 : JEJAK DI PEGUNUNGAN

Author: TenMaRuu
last update Huling Na-update: 2025-01-19 14:58:13

"Jadi, kita benar-benar akan ke sana?"

Liora menunjuk ke arah pegunungan yang menjulang tinggi di kejauhan. Puncak-puncaknya diselimuti salju abadi, tampak gagah sekaligus menakutkan, sebuah benteng alam yang dingin dan misterius. Bayangan awan yang bergerak di lerengnya memberikan kesan hidup, seolah-olah pegunungan itu sendiri sedang mengamati mereka.

Riel mengangguk, mengencangkan tali tas ranselnya yang tampak berat.

"Pegunungan Aethel. Tempat Crysalis Aetheria disembunyikan. Kita harus berangkat sekarang sebelum Umbra menemukan cara untuk melacaknya." Nada suaranya tegas, mencerminkan urgensi situasi mereka. Waktu adalah musuh mereka, dan setiap detik yang terbuang bisa membawa konsekuensi yang mengerikan.

"Tapi, Arista bilang tempat itu berbahaya," kata Liora, kerutan kecil muncul di dahinya. Kekhawatiran jelas terpancar dari matanya. Ia teringat peringatan Arista tentang ganasnya alam Pegunungan Aethel, tentang badai salju yang tiba-tiba, tebing curam yang mengancam, dan makhluk-makhluk liar yang mendiami wilayah itu.

"Memang," sahut Riel, matanya menatap lurus ke arah pegunungan.

"Tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus mengambil risiko ini." Tidak ada keraguan dalam suaranya, hanya tekad yang kuat untuk menyelesaikan misi mereka.

Arista, yang berdiri di samping Riel, menepuk bahu Liora dengan lembut.

"Jangan khawatir. Kami akan melindungimu." Senyumnya menenangkan, berusaha meyakinkan Liora bahwa mereka akan saling menjaga.

Mereka meninggalkan istana Asteria yang kini terasa sunyi dan kosong. Kepergian mereka meninggalkan jejak keheningan di belakang, sebuah kontras yang tajam dengan hiruk pikuk kehidupan istana sebelumnya.

Langkah mereka membawa mereka menuju kaki pegunungan, awal dari perjalanan berbahaya mereka. Pemandangan di sekitar mereka berubah secara drastis.

Hutan-hutan hijau yang tadinya lebat dan rimbun mulai menipis, digantikan oleh hamparan bebatuan yang kasar dan padang rumput yang luas.

Vegetasi berangsur-angsur menghilang, memberi jalan pada lanskap berbatu yang tandus. Udara semakin dingin dan berangin, menusuk hingga ke tulang. Angin yang bertiup membawa aroma salju dan batu, aroma khas pegunungan.

"Dingin banget!" Liora menggosok-gosok lengannya, berusaha menghangatkan diri. Giginya mulai bergemeletuk.

Riel tersenyum tipis dan melepas jubahnya yang tebal, menyampirkannya dengan hati-hati di bahu Liora.

"Pakai ini. Lumayan untuk menghangatkanmu." Jubah itu tampak usang namun terawat dengan baik, bukti perjalanan panjang yang telah ditempuhnya.

Liora tersipu, merasakan kehangatan yang menjalar dari jubah itu.

"Makasih," gumamnya pelan.

Jubah itu terasa hangat dan berbau seperti kayu cendana, aroma yang familiar dan menenangkan, mengingatkannya pada sosok Riel yang tenang dan dapat diandalkan.

Mereka melanjutkan perjalanan, berjalan di jalan setapak yang berkelok-kelok di antara bebatuan. Jalan setapak itu tampak seperti bekas jejak kaki hewan liar, samar dan sulit diikuti. Sesekali mereka harus mendaki tebing-tebing curam yang menguji keberanian dan ketangkasan mereka, dan menyeberangi sungai-sungai kecil yang airnya sedingin es. Setiap langkah mereka diiringi oleh suara gemericik air dan derit batu di bawah kaki.

"Capek juga ya jalan kaki terus," keluh Liora setelah beberapa jam berjalan tanpa henti.

Kakinya terasa pegal dan lelah, dan napasnya mulai tersengal-sengal.

"Kita istirahat sebentar," kata Riel, memperhatikan kelelahan di wajah Liora.

Dia menunjuk ke sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik bebatuan besar di dekat mereka.

"Kita bisa beristirahat di sana." Gua itu tampak seperti celah alami di dinding batu, cukup untuk memberikan perlindungan sementara.

Mereka memasuki gua itu. Gua itu kecil dan gelap, hanya diterangi oleh sedikit cahaya yang masuk dari celah di pintu masuk, tapi cukup terlindung dari angin dingin yang bertiup kencang di luar. Riel menyalakan api kecil dengan sihirnya, menciptakan lingkaran cahaya hangat yang menari-nari di dinding gua, memberikan sedikit kehangatan dan cahaya yang sangat dibutuhkan.

Liora duduk di dekat api, meregangkan kakinya yang pegal dan memijat betisnya yang kram.

"Riel, kenapa Umbra begitu menginginkan Crysalis itu?" tanyanya, memecah kesunyian.

Riel menghela napas panjang, api kecil di depannya memantulkan bayangan di wajahnya.

"Mereka percaya bahwa dengan menguasai Crysalis, mereka bisa mengendalikan Aether sepenuhnya. Mereka ingin menciptakan dunia yang didominasi oleh kegelapan, di mana sihir mereka menjadi yang terkuat, sebuah tatanan dunia yang bengis dan menindas."

"Seram banget," komentar Liora, merinding membayangkan dunia yang dikuasai kegelapan.

"Memang," sahut Riel, matanya menatap api dengan tatapan serius.

"Itulah kenapa kita harus menghentikan mereka, apapun risikonya."

Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Hanya suara api yang berderak dan angin yang menderu di luar gua yang terdengar.

"Liora," kata Riel tiba-tiba, memecah keheningan yang mulai terasa berat.

"Kenapa kamu mau membantu kami? Kamu kan tidak ada urusan dengan Elysia." Pertanyaan itu menggantung di udara, menunggu jawaban.

Liora mengangkat bahu, menatap api yang menari-nari.

"Entahlah. Mungkin karena aku merasa bertanggung jawab. Aku kan yang tidak sengaja masuk ke sini. Dan... aku tidak mau melihat dunia ini hancur karena kesalahanku."

Riel menatap Liora dengan tatapan yang sulit diartikan, campuran antara rasa terima kasih dan kekaguman.

"Kamu orang yang baik, Liora," katanya dengan tulus.

Liora tersipu lagi, merasakan pipinya memanas. "Kamu juga," gumamnya pelan, mengalihkan pandangannya dari tatapan Riel.

Tiba-tiba, suara lolongan serigala yang memekakkan telinga terdengar dari luar gua. Suara itu terdengar dekat, menggema di antara bebatuan. Riel langsung berdiri, meraih pedangnya yang terhunus di pinggangnya.

"Itu Grimwolf," katanya dengan nada waspada.

"Kita harus pergi dari sini sekarang."

Mereka keluar dari gua dan melihat beberapa Grimwolf, serigala raksasa dengan bulu hitam legam, mengelilingi mereka. Mata mereka merah menyala, menatap mereka dengan lapar dan beringas. Air liur menetes dari taring mereka yang tajam.

"Sepertinya kita punya tamu yang tidak diundang," kata Riel, bersiap untuk bertarung, pedangnya berkilauan di bawah cahaya rembulan.

Liora menelan ludah, jantungnya berdebar kencang. Perjalanan mereka ke Pegunungan Aethel baru saja mendapatkan rintangan yang lebih besar dan lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan. Pertarungan untuk bertahan hidup baru saja dimulai.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 10 : GUA KRISTAL

    "Gimana menurutmu? Lumayan 'kan?" Arista menunjuk ke sebuah gua yang tersembunyi di balik air terjun kecil.Airnya mengalir deras, menciptakan tirai air yang berkilauan diterpa cahaya bulan yang memantul di permukaan air kolam di bawahnya.Suara gemuruh air yang jatuh menciptakan suasana yang menenangkan, bercampur dengan suara serangga malam dan desau angin di antara pepohonan.Liora mengangguk kagum, matanya membulat melihat pemandangan di hadapannya."Keren banget! Kayak tempat persembunyian rahasia," serunya, suaranya hampir tertelan oleh suara air terjun.Dia merasa seperti masuk ke dalam dunia dongeng, sebuah tempat yang hanya ada dalam imajinasinya.Riel menyibak tirai air itu dengan gerakan anggun, memperlihatkan pintu masuk gua yang gelap. Mereka masuk ke dalam, dan Liora langsung merasakan perbedaan suhu. Di luar terasa sejuk, tapi di dalam gua terasa hangat dan lembap.Di dalamnya, gua itu jauh lebih luas dari yang mereka kira dari luar. Dinding-dindingnya tidak rata, melai

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 9 : API DI TENGAH KEGELAPAN

    "Kita nggak bisa terus-terusan lari kayak gini," Liora terengah-engah, memegangi lututnya yang terasa lemas.Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mereka telah berlari cukup jauh, memacu langkah sekuat tenaga meninggalkan tempat mengerikan di mana mereka diserang oleh Grimwolf yang buas.Namun, senja mulai merayap, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu, menandakan malam akan segera tiba. Kecemasan semakin mencengkeram mereka karena belum menemukan tempat berlindung yang aman.Riel, dengan mata elangnya yang awas, mengamati sekeliling dengan cermat. Hutan di sekitar mereka tampak sunyi, namun keheningan itu justru terasa mencekam."Kamu benar," sahutnya, suaranya terdengar serius."Kita butuh tempat yang aman sebelum malam tiba. Grimwolf jauh lebih berbahaya saat gelap. Penglihatannya dalam kegelapan sangat tajam, dan insting berburunya semakin kuat."Arista, yang juga tampak khawatir, menunjuk ke arah tebing batu yang agak jauh dari tempat mereka berdiri."D

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 8 : TARING DAN ES

    "Lari!" teriak Riel, instingnya berteriak bahaya.Ia mendorong Liora dan Arista ke belakangnya, menciptakan perisai manusia di antara mereka dan ancaman yang mengintai. Tiga Grimwolf besar, makhluk mengerikan perpaduan serigala dan iblis, telah mengepung mereka.Mata merah mereka menyala garang di bawah cahaya rembulan pucat yang menembus celah-celah pepohonan yang menjulang tinggi. Hutan malam itu, yang tadinya sunyi, kini dipenuhi aura permusuhan yang pekat."Gimana caranya kita lari? Mereka mengepung kita!" balas Liora dengan nada panik, jantungnya berdebar kencang di dadanya.Setiap detak jantungnya terasa seperti genderang perang yang memompa adrenalin ke seluruh tubuhnya. Dia bisa merasakan aroma amis dan busuk yang menyengat dari Grimwolf, bau khas predator yang lapar.Air liur menetes dari taring mereka yang tajam dan panjang, berkilauan seperti pecahan kaca di bawah cahaya bulan. Bulu mereka yang kasar dan berwarna gelap tampak seperti bayangan yang menyatu dengan kegelapan h

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 7 : JEJAK DI PEGUNUNGAN

    "Jadi, kita benar-benar akan ke sana?"Liora menunjuk ke arah pegunungan yang menjulang tinggi di kejauhan. Puncak-puncaknya diselimuti salju abadi, tampak gagah sekaligus menakutkan, sebuah benteng alam yang dingin dan misterius. Bayangan awan yang bergerak di lerengnya memberikan kesan hidup, seolah-olah pegunungan itu sendiri sedang mengamati mereka.Riel mengangguk, mengencangkan tali tas ranselnya yang tampak berat."Pegunungan Aethel. Tempat Crysalis Aetheria disembunyikan. Kita harus berangkat sekarang sebelum Umbra menemukan cara untuk melacaknya." Nada suaranya tegas, mencerminkan urgensi situasi mereka. Waktu adalah musuh mereka, dan setiap detik yang terbuang bisa membawa konsekuensi yang mengerikan."Tapi, Arista bilang tempat itu berbahaya," kata Liora, kerutan kecil muncul di dahinya. Kekhawatiran jelas terpancar dari matanya. Ia teringat peringatan Arista tentang ganasnya alam Pegunungan Aethel, tentang badai salju yang tiba-tiba, tebing curam yang mengancam, dan makhlu

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 6 : JEJAK DI PERMADANI

    "Jadi, artefak itu penting sekali, ya?"Liora bertanya pada Arista, nada suaranya menekankan betapa krusialnya informasi tersebut.Mereka berdua berjalan menyusuri koridor istana, yang kini tampak jauh berbeda dari sebelumnya. Dinding-dindingnya retak di beberapa bagian, memperlihatkan batu bata di baliknya, dan beberapa permadani mewah robek menganga akibat serangan Umbra yang baru saja terjadi. Suasana istana yang tadinya megah dan dipenuhi cahaya kini terasa tegang dan suram, aura ketakutan menyelimuti setiap sudutnya.Arista mengangguk dengan sungguh-sungguh."Sangat penting. Itu adalah Crysalis Aetheria, jantung dari kekuatan sihir Elysia. Tanpa artefak itu, sihir kita akan melemah secara drastis, seperti api yang kehabisan bahan bakar. Kita akan menjadi sangat rentan terhadap Umbra dan kekuatan gelap mereka. Bayangkan sebuah perisai yang tiba-tiba menghilang, itulah yang akan terjadi pada Elysia.""Kedengarannya seperti barang mistis yang hanya ada di legenda-legenda kuno," kome

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 5 : DALAM CENGKERAMAN 'UMBRA'

    "Lepasin aku!" Liora berteriak, suaranya tercekat di antara gemuruh pertempuran yang sayup-sayup terdengar.Ia meronta sekuat tenaga dalam cengkeraman Umbra yang menyeretnya dengan kasar di sepanjang koridor istana. Cengkraman itu begitu kuat dan kasar, mencengkeram pergelangan tangannya hingga terasa ngilu dan memar mulai membayang di kulitnya. Setiap langkah Umbra terasa seperti siksaan, menyeretnya semakin jauh dari hiruk pikuk pertempuran yang menandakan harapan.Umbra itu, makhluk bertubuh tinggi dengan kulit kelabu gelap dan mata merah menyala, hanya menyeringai, memperlihatkan deretan gigi-giginya yang runcing dan tajam seperti taring serigala. Seringai itu bukan senyum, melainkan sebuah ekspresi predator yang menikmati mangsanya."Kamu pikir kamu bisa kabur, manusia?" desisnya dengan suara serak yang parau, suara yang merayap di tulang belakang Liora, mengirimkan gelombang rasa takut yang dingin dan menusuk.Suara itu bukan hanya serak, tetapi juga bergetar dengan kekuatan gel

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 4 : BAYANGAN DI CERMIN

    "Susah banget sih fokus sama air!" Liora menghela napas panjang, butiran keringat membasahi dahinya.Ia duduk bersila di atas lantai kayu ruang latihan, matanya tertuju pada telapak tangannya yang kosong. Beberapa jam berlatih intensif bersama Riel belum membuahkan hasil yang signifikan. Perasaan frustrasi mulai merayapinya.Riel, yang duduk bersandar di dinding di hadapannya, mengamati Liora dengan sabar. "Memang butuh waktu, Liora. Jangan terlalu memaksakan diri. Proses ini membutuhkan kesabaran dan ketekunan.""Tapi, kamu bilang ini satu-satunya cara aku bisa kembali," sahut Liora dengan nada suara yang meninggi, mencerminkan kekecewaannya."Bagaimana kalau aku tidak bisa menguasainya? Bagaimana kalau aku gagal?" Nada putus asa terdengar jelas dalam setiap kata yang diucapkannya."Kamu pasti bisa," kata Riel dengan mantap, menatap Liora dengan tatapan yang penuh keyakinan dan dukungan."Kamu sudah berhasil memunculkan bunga matahari itu. Itu bukti nyata bahwa kamu memiliki potensi

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 3 : SENTUHAN AETHER

    "Jadi, gimana caranya aku belajar sihir?" tanya Liora, duduk bersila di atas bantal di ruang latihan istana.Ruangan itu luas dengan lantai batu yang dingin dan beberapa target latihan tergantung di dinding, saksi bisu latihan para kesatria dan penyihir istana selama bertahun-tahun. Cahaya matahari pagi menyelinap melalui jendela-jendela tinggi, menerangi debu yang menari-nari di udara.Riel, yang berdiri di depannya dengan postur tegap, bahunya lebar dan rahangnya tegas, tersenyum tipis. Senyum itu, meskipun singkat, mampu meredakan ketegangan di wajah Liora."Pertama-tama, kamu harus merasakan Aether.""Aether?" Liora mengerutkan kening, dahinya membentuk lipatan-lipatan kecil. "Itu apaan?"Inti dari semua sihir di Elysia," jelas Riel, suaranya tenang dan berwibawa."Energi yang mengalir di alam dan di dalam diri setiap makhluk hidup. Bayangkan seperti aliran sungai yang tak terlihat, menghubungkan setiap daun yang berguguran, setiap hembusan angin, dan setiap detak jantung.""Keden

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 2 : ISTANA DI ATAS AWAN

    "Serius, ini beneran istana?" Liora mendongak, matanya membulat menelusuri bangunan megah yang menjulang tinggi di hadapannya. Istana itu bukan sekadar tumpukan batu; ia tampak hidup, bernapas dengan keanggunan yang tak tertandingi. Dinding-dindingnya terbuat dari batu putih yang berkilauan seperti mutiara di bawah cahaya matahari yang menembus pepohonan tinggi di sekitarnya, dihiasi ukiran-ukiran rumit yang menggambarkan makhluk-makhluk mitos dan adegan-adegan dari kisah-kisah kuno. Menara-menara yang ramping dan anggun menjulang seolah menembus awan, puncaknya dihiasi bendera-bendera berkibar yang menampilkan simbol-simbol yang tak dikenal Liora. Riel tersenyum tipis, melihat kekaguman di wajah Liora. “Selamat datang di Asteria, Istana Bintang. Kediaman para elf,” ucapnya dengan nada bangga. Liora masih terpukau, matanya terus menjelajahi setiap detail bangunan itu. “Keren banget! Kayak di film-film fantasi,” gumamnya, suaranya hampir Dibandingkan dengan gedung-gedung p

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status