Agatha terus menjalani rawat inap di rumah sakit, dipantau dengan ketat oleh para dokter dan perawat. Setiap detik waktu terasa berharga bagi Rafka dan semua orang yang peduli dengan Agatha. Rafka duduk di samping tempat tidur Agatha, matanya tidak pernah lepas dari wanita yang sedang berjuang ini. Dia merasakan ketidakpastian yang semakin mendalam, kekhawatiran yang tak terkendali.Agatha terbaring lemah di tempat tidurnya, wajahnya pucat dan matanya terlihat letih. Pendarahan yang dialaminya telah membuat kondisinya semakin memburuk. Meskipun Agatha mencoba menjaga semangatnya, tetapi tubuhnya semakin tak mampu mempertahankan. Rafka merasa frustasi karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Agatha. Dia ingin sekali bisa menghapus semua rasa sakit yang Agatha rasakan, namun dia tahu dia hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik.Rafka menggenggam tangan Agatha dengan erat, merasakan getaran kelemahan dalam genggaman itu. Dia merasa hatinya teriris melihat Agatha yang
Rafka berusaha untuk tenang dan kuat di hadapan Ayra. Gadis kecil itu masih belum paham betapa seriusnya situasi ini, dan Rafka ingin melindungi perasaannya. Dia menundukkan badan untuk berada pada tingkat mata Ayra ketika gadis kecil itu menatapnya dengan mata penuh pertanyaan. "Papa, apa yang terjadi sama Mama?" tanyanya dengan nada khawatir.Rafka membungkukkan tubuhnya untuk berada sejajar dengan Ayra. Dia menyeka air mata yang hampir jatuh dari mata kecil Ayra dengan lembut, mencoba memberikan senyum lembut. "Ayra, Mama sedang sakit dan sedang dirawat oleh dokter. Papa dan semua orang sedang berusaha yang terbaik untuk membantu Mama."Ayra menggigit bibirnya, terlihat cemas. "Mama akan baik-baik saja, kan, Papa?" tanyanya dengan penuh harapan.Rafka mengecup kening Ayra lembut. "Kita berdoa bersama-sama, sayang. Mama sangat kuat dan Mama juga ingin cepat kembali bersama kita."Tak lama kemudian, semua keluarga berdatangan ke rumah sakit. Karina dan Ravindra datang dengan wajah pe
Beberapa hari berlalu, kondisi Agatha tetap kritis. Rafka terus menghabiskan waktu di rumah sakit, bergantian menjaga bayi perempuannya dan mengunjungi Agatha. Dia merasa seolah hidupnya berada dalam titik balik yang kritis. Perasaannya bercampur antara rasa harapan dan kegelisahan yang tak terbayangkan.Selama berhari-hari ini, Rafka terus menjaga putrinya dengan penuh kecintaan dan tekad. Dia bersama keluarganya dan keluarga Agatha bergantian menjaga Agatha, berdoa dan berharap agar wanita itu segera pulih dan bisa bersama mereka lagi.Ruang perawatan Agatha juga menjadi tempat di mana para keluarga mereka bergantian menjaga. Karina dan Ravindra, yang penuh kehangatan, seringkali mengambil giliran menjaga Agatha ketika Rafka perlu beristirahat sejenak. Adiva juga ada di sana, membantu dengan segala hal yang dibutuhkan. Meskipun situasinya tidak mudah, atmosfer di dalam ruangan itu penuh dengan kasih sayang dan semangat perjuangan.Ketika hari beranjak malam, Rafka masih terjaga, mem
Rafka menatapnya dengan mata penuh air mata. Tangannya yang besar dan kuat menggenggam tangan Agatha dengan lembut. "Aku mencintai kamu. Aku selalu mencintai kamu, dan aku akan terus mencintai kamu, Tha."Agatha merasa hatinya hangat mendengar kata-kata itu. Meskipun dalam kondisi yang rapuh, cinta mereka tetap mengalir begitu kuat di antara mereka. Agatha menatap mata Rafka dengan pandangan lembut, bibirnya terangkat dalam senyuman yang penuh makna. "Aku juga mencintai kamu, Rafka."Tangan mereka saling berpegangan erat, menyampaikan dukungan, cinta, dan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Agatha merasakan kehangatan dalam genggaman tangan Rafka, seolah-olah itu adalah tali yang mengikat hati mereka.Agatha merasakan rasa sakit yang semakin memburuk. Dia tahu bahwa waktu mereka sangatlah terbatas. Dengan suara yang lemah, ia berbicara lagi, kali ini dengan serius, "Rafka, kamu harus kuat."Rafka menatap Agatha dengan rasa takut yang tidak tersembunyi. "Apa yang kamu bic
Jakarta“Adiva hilang Bos! saat ini, mereka sudah mencarinya di sekitar Penthouse dan tempat yang sering dikunjungi, tetapi mereka masih belum mendapatkan hasil apapun,” ujar David kepada atasannya.“Siapkan tiket penerbangan saya sekarang juga!” perintah Rafka kepada David.“Oh ya, tolong ambil alih pekerjaan saya untuk sementara. Saya akan kembali setelah menemukannya,” lanjut Rafka.“Baik, Bos.” David menganggukan kepalanya lalu pergi dari ruangan Rafka.Tak lama, ponsel Rafka berdering. Rafka melihat sekilas nama yang tertera di layar ponsel sebelum mengangkatnya.“Halo Raf,” sapa wanita paruh baya di seberang telepon.“Iya Ma, ada apa?” tanya Rafka langsung.“Malam ini Mama sudah menyiapkan acara makan malam keluarga, Kiara juga akan datang. Jadi, Mama harap kamu juga datang ke rumah karena Mama sudah mempersiapkan makanan kesukaanmu,” jelas Karina, ibunda Rafka yang tampak bersemangat.“Maaf Ma, malam ini Rafka nggak bisa. Rafka masih ada urusan penting Ma,” balas Rafka.“Urusan
Setelah beberapa hari Adiva menghilang, orang-orang suruhan Rafka mendapatkan informasi bahwa mereka melihat Adiva di salah satu hotel di pusat kota London. Seorang pengawal berjas hitam datang menghampiri Rafka “Kami sudah menemukannya, Tuan.” “Awasi apa yang dia lakukan dan bawa dia kembali malam ini!” perintah Rafka kepada para pengawalnya.“Baik Tuan,” sahut pengawal itu lalu pergi meninggalkan ruangan Rafka.Beberapa jam kemudian, para pengawal yang telah ditugaskan untuk mengawasi Adiva mendapati bahwa gadis itu berencana meninggalkan London.“Saat ini Nona menuju bandara dan akan meninggalkan London, Tuan.” “Langsung bawa dia sekarang juga!” Rafka langsung menutup sambungan teleponnya setelah memerintahkan para pengawal itu.Sementara, di bandara gadis berambut blonde yang sangat mirip dengan Adiva tampak kesal sambil menatap layar ponselnya. Ia menoleh beberapa kali saat merasa ada orang yang memperhatikannya. Namun, gadis itu mencoba menghiraukannya. Ketika ia melangkahkan
Saat hendak kembali ke kamarnya, Agatha melihat beberapa pengawal yang telah membawanya. Ia menghampiri para pengawal berjas hitam itu. Menyadari kedatangan Agatha, salah seorang pengawal dengan postur tubuh yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya menghampiri Agatha.“Ada yang bisa saya bantu Nona?” tanya pengawal itu dengan suara maskulinnya. Sementara Agatha menatapnya dengan tajam. Ia masih merasa kesal kepada para pengawal yang membawanya begitu saja.“Antar saya ke pub!” perintah Agatha membuat para pengawal yang mendengarnya kaget karena tidak biasanya Adiva ingin diantar ke tempat itu.“Maaf Nona tapi ….” Agatha menghela nafas kasar dan segera memotong ucapan pengawal itu. “Okay, okay saya paham.” Setelah berpikir sejenak, Agatha tersenyum dan membisikkan sesuatu di telinga pengawal itu.“Tapi ….”“Tidak ada tapi, saya akan pergi ke pub sekarang juga bagaimanapun caranya kalau kamu tidak menuruti apa yang saya minta,” tegas Agatha dengan seringai di wajahnya.Mau tidak m
Agatha tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan di London, ia ditemani oleh beberapa pengawal karena Rafka masih ada pekerjaan sehingga tidak bisa menemaninya pergi. Rafka hanya mengatakan bahwa ia akan menjemputnya saat Agatha selesai dengan kegiatannya. Saat ini tangan seluruh pengawalnya sudah penuh dengan barang-barang belanjaannya. Entah sudah berapa banyak uang yang ia habiskan Agatha tidak peduli. Mengingat keluarga Rafka yang begitu sukses, ia yakin kegiatan belanjanya hanyalah hal kecil bagi Rafka. Setelah puas mengitari seluruh tempat yang ada, saat ini Agatha masuk ke dalam sebuah salon kecantikan. Agatha berencana merubah penampilan rambutnya dengan warna yang lebih gelap.Tak terasa hari sudah semakin sore, Rafka sudah datang menjemputnya dan menyuruh para pengawalnya untuk kembali. Rafka begitu terpesona melihat penampilan baru Agatha yang tampak begitu alami.“Warna itu sangat cocok untukmu Div,” puji Rafka membuat pipi Agatha sedikit memerah.“Kita mau kemana?”