Nah Kan ... Hayo kira-kira Yumi bisa bantu gak, ya? DItunggu kelanjutannya lagi ya!
Zayden mengembangkan senyum. “Aku akan mengatakan padanya kalau pemilik hatiku Alisha.”Alisha mengernyitkan keningnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu berani mengatakan hal itu karena kamu tahu dia sudah benar-benar mati dan tidak mungkin kembali, kan?”Kata mati terlontar begitu saja dari mulut Alisha, baginya sedikit kejam tidak masalah, toh, selama ini Zayden juga sering berkata tajam padanya. Seharusnya membalas sedikit sakit hati ini tidak masalah.Terdengar desahan samar dari Zayden. “Aku hanya akan menjadi suamimu, dan kamu akan menjadi istriku satu-satunya sampai aku mati.” Zayden berkata dengan penuh penekanan. Hanya saja Alisha tertawa sangsi.“Ya, ini tentang sebuah status, Zayden. Tapi … hati tidak ada yang tahu milik siapa.” Alisha kembali berkata terus terang. Dia hanya mencoba untuk melindungi dirinya.“Milikmu.” Zayden berkata cepat. “Segala yang menjadi milikmu aku akan melindunginya, Alisha.” Tatapan Zayden penuh penegasan, hanya saja … tidak mudah untuk A
Alisha menatap Zayden dalam-dalam. Kalau dia mengingat kejadian itu, sebenarnya dia merasa lucu. Seharusnya saat itu dia ingin menenangkan diri, tetapi dia malah menenangkan orang lain. Kemudian, Alisha menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri dan tertawa kecil. “Awalnya… aku memang sempat mikir buat mati,” ucapnya pelan, hampir seperti gumaman. Tawa Alisha terhenti. Sorot matanya melembut, sementara Zayden mengangkat sudut bibirnya dalam senyum miris. “Tapi… aku pengecut. Aku takut,” lanjutnya, sambil menundukkan kepala. “Takut kalau aku benar-benar melakukan ha itu.” Hening sejenak. “Aku bahkan bertanya pada diri sendiri. Apa aku benar harus selesai di situ?” ucapnya lagi. Suaranya terdengar berat. Zayden menarik napas dalam, lalu menghela perlahan. “Dan tiba-tiba… ada seorang wanita. Entah dari mana, datang.” Kepalanya terangkat, mata itu menatap langsung ke arah Alisha. “Datang, ceramah, sok akrab, seperti sudah kenal lama.” Dia tertawa kecil. Zayden menggeleng pelan, seaka
Alisha langsung mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Zayden barusan, jelas saja dia ingat kejadian itu, hanya saja … rasanya saat itu pria itu tidak memiliki tampang Zayden sama sekali. “Hei, Sad boy bodoh! Hidup ini begitu indah dan kamu mau memilih mati?!” ucap Zayden membuat Alisha makin terperangah. “Kalimat pertama wanita yang baru saja naik di atap saat melihatku. “Padahal saat itu aku juga masih takut untuk mati.” Zayden lalu terkekeh ringan. “I-itu beneran kamu?!” Alisha membolakan matanya. Zayden mengangguk. “Kenapa? Apa jauh berbeda dengan yang kamu lihat waktu itu?” Jelas Alisha mengangguk cepat. Bagaimana bisa pria menyedihkan itu adalah Zayden? Yang saat itu menurutnya sudah tidak berniat untuk melanjutkan hidup dan terlihat sangat berantakan. “Itu enam bulan setelah kecelakaan maut yang menewaskannya.” Zayden kembali berkata dengan manarik napas dalam. Alisha diam. Dia paham sekali dengan keadaan Zayden saat itu, dan mungkin itu adalah saat terburuk dalam hidup
Alisha kembali melirik sekilas ke arah Zayden, dia tahu Zayden tidak menyukai apa yang baru saja dia katakan.“Astaga! Maaf, Nona, saya akan mendisiplinkan akan saya, lagi. Maaf dia tidak bermaksud untuk bicara sembarangan.” Dia berkata sambil menunduk, merasa kalau anaknya kelewatan dengan pertanyaan itu.“Tidak apa-apa kok.” Alisha menjawab singkat.“Saya benar-benar minta maaf,” ucap pria itu lagi sambil membungkuk beberapa kali dan mengajak anaknya pergi dari hadapan mereka.Zayden ingin bicara terkait ucapan Alisha itu, hanya saja dia mengurungkan niatnya saat matanya menangkap bayangan Alisha yang saat ini berdiri sambil bersedekap dan tersenyum saat melihat kedua orang tadi berjalan menjauh. Wajah Alisha tampak tersenyum senang. Dan dia ... tidak ingin menginterupsinya.Alisha menghela napas pendek dan kembali duduk di bangku taman itu.Zayden lalu mengelus pelan punggung Alisha, membuat wanita itu terkejut, namun belum sempat dia bicara Zayden berkata lebih dulu.“Apa ini masih
Alisha sibuk dengan pikirannya sendiri, hanya saja suara Zayden yang terus menerus meminta maaf ini membuatnya merasa harus ada yang dibicarakan lebih dalam.Setelah beberapa lama, Zayden melepaskan pelukannya, matanya terlihat teduh menatap Alisha yang masih diam tanpa memberikan reaksi apapun. Sebelah tangan Zayden sekarang terangkat dan membelai pelan wajah Alisha.“Sha, maafkan aku … aku tidak bermaksud untuk membuatmu terluka aku hanya–”“Duduklah,” potong Alisha lalu menoleh ke bangku yang kosong di sebelahnya. Dengan sedikit ragu dia beranjak dari posisinya dan duduk di sebelah Alisha.“Untuk yang kemarin, aku tidak tahu kalau itu bisa menyinggung masa lalumu, hanya saja, sepertinya kita butuh banyak cerita agar aku tidak melakukan kesalahan besar seperti kemarin.” Dari nadanya bicara, terdengar datar bahkan terkesan tanpa emosi yang mendalam. Bukankah dia sangat berbeda dari kebanyakan wanita lain?Alisha masih terlihat baik-baik saja!Sekali lagi, kembali terngiang di kepala Z
Seperti kebiasaannya sebelumnya, saat sedang bersedih, Alisha akan berusaha membuat suasana hatinya menjadi lebih baik lagi. Dari dulu sampai sekarang tetap sama. Mencari potret keluarga utuh untuk dinikmati. Di depannya saat ini sedang ada seorang anak kecil yang sedang bermain dengan ayahnya, lalu duduk tidak jauh dari tempat itu, ada seorang wanita yang bisa ditebak itu adalah ibunya yang sedang mendorong stroller bayi. Mereka tertawa lepas dan sangat bahagia. Hal ini membuat Alisha ikut tersenyum melihatnya. Dia lalu menarik napas dalam, mengolah napasnya hingga membuat rasa dalam hatinya menjadi lebih lega. Setelahnya, dia duduk di salah satu bangku taman itu, lalu merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. “Duh lupa! Kenapa aku tidak mengisi daya hape ini sih!” gerutunya ringan lalu kembali memasukkan benda itu ke dalam tasnya. Namun, dia kembali teringat satu hal: Lagipula, siapa yang akan menghubunginya? Berpikir tentang hal ini, dia lalu menyandarkan punggungnya ke bangku ta
Banyak hal yang dikatakan Yumi pada Zayden tentang Alisha dan makin menumpuk pula rasa bersalah dan ketidaktahuannya tentang wanita itu. Benar seperti yang dikatakan Yumi, mungkin dia tidak pantas untuk Alisha, hanya saja, pantas dan tidak itu juga harus diperjuangkan. Sampai pagi mereka mencari keberadaan Alisha, hanya saja sepertinya tidak menemukan titik terang. Ponsel Alisha juga tidak bisa dihubungi sama sekali. Titik terakhir masih di tempat itu. Ethan juga turut membantunya dalam pencarian ini. Hal ini membuat Zayden makin terlihat frustrasi, wajahnya terlihat sangat lelah dan dia juga berulang kali memeriksa ponselnya dan terus bertanya pada Arsel apakah orang mereka sudah berhasil melacak keberadaan Alisha? Sayangnya sudah nyaris pukul 7 pagi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Alisha hingga sebuah pesan peringatan muncul di ponselnya. Email dari Alisha. Dengan subject: “Laporan Pemeriksaan Fake Company” Zayden tercengang, bukan karena isi dari laporan yang dia lihat mela
Namun, setelah beberapa perdebatan menegangkan, akhirnya membawa Yumi dan Zayden dalam satu mobil yang sama. Keduanya duduk di bangku penumpang di belakang, sementara Arsel berada di balik kemudi kendaraan Zayden.Di dalam mobil ini, Zayden teringat bagaimana ekspresi rumit yang diperlihatkan Alisha padanya, bahkan dia dengan kejam mengusir wanita itu dari pandangannya dan memberikannya tugas tidak masuk akal.‘Berikan laporannya padaku besok pagi! Bahkan, jika kamu adalah Nyonya di rumah setidaknya di tempat kerja kamu kerjakan dengan benar pekerjaanmu itu!’Kalimat yang dilontarkannya saat itu tiba-tiba terngiang kembali, membuat rasa bersalah itu merayap ke seluruh tubuhnya.“Makin melihatnya tenang di situasi sulit, itu artinya dia makin terluka dan berusaha menyembunyikan kesedihannya.” Yumi berkata dengan memecah kesunyian di mobil ini, dia menghela napas dalam dan mencoba untuk tenang.Yumi sudah mulai tenang, dia tidak meledak-ledak seperti sebelumnya, melihat Zayden yang meras
Hari sudah malam, Zayden masih betah berada di dalam ruang kantornya ini, lampu masih terlihat gelap, dia bahkan enggan untuk menghidupkan penerangan di ruangan ini. Sementara Arsel, dia hanya duduk diam menemani Tuannya yang sedang memiliki suasana hati yang sangat buruk.Walau hanya diam, sejujurnya dia sedikit terpikir dengan ekspresi yang dikeluarkan oleh Alisha. Bukankah seorang wanita setidaknya akan sedih kalau diperlakukan seperti itu? Ya setidaknya saat itu pasti Zayden akan sangat marah hingga mengeluarkan kata-kata yang tajam. Apalagi, Arsel mendengar tentang kejadian saat acara dilangsungkan dan pastinya sebelum dia datang Zayden dan Alisha mungkin terlibat keributan.Hanya saja, apa yang menjadi kegelisahan Arsel ini, dia tidak berani buka mulut.Sudah lebih dari jam 12 malam, pria itu tidak berniat untuk pulang. Namun, sekali lagi, Arsel tidak berani menegur Zayden. Biasanya pria ini memang akan menyendiri sampai lewat hari agar suasana hatinya menjadi lebih baik.Dalam