Akibat salah orang untuk membatalkan perjodohan pria yang disukai oleh sahabatnya, membuat Alisha harus terlibat dengan Zayden yang memintanya untuk bertanggung jawab karena sudah membuat kekacauan. Bentuk tanggung jawab yang tidak biasa terpaksa dia jalani, tanpa bisa mengelak, bahwa: Mereka Harus Menikah! Apa ini pernikahan kontrak? Tentu saja tidak sesederhana itu, karena Zayden ....
Lihat lebih banyak“Aku hamil anakmu, tapi kamu malah sibuk berpacaran dan akan menikah dengan wanita lain!? Tega kamu!”
Seruan nyaring Alisha di restoran elit ibu kota itu menarik perhatian semua orang. Alisha berdiri di tengah ruang restoran, tepat di hadapan seorang pria yang tengah makan bersama wanita lain. Air mata mengalir deras menuruni wajahnya, tampak begitu menyedihkan hingga banyak orang merasa kasihan padanya dan memandang tajam pria di depannya. “Sudah menghamili anak orang, tapi masih bermain-main dengan wanita lain. Dasar pria nggak bertanggung jawab!” “Hah … padahal tampan, tapi kenapa sikapnya seperti seorang bajingan …,” sahut tamu yang lain. Mendengar makian-makian ini, pria yang tertuding itu menatap Alisha tajam. “Nona, kita bahkan tidak saling mengenal. Bagaimana mungkin kamu bisa hamil anakku?” tanyanya dingin. Kalimat sang pria membuat Alisha menangis semakin kencang. “Ya Tuhan, demi menutupi aibmu, sekarang kamu berpura-pura tidak mengenalku?! Padahal sebelumnya kamu berjanji akan memperkenalkanku ke keluargamu dan menikahiku. Ternyata semua itu bohong! Keterlaluan kamu!” Tak berhenti di sana, Alisha kemudian beralih kepada wanita di seberang sang pria. “Nona, kamu terlihat begitu cantik dan berpendidikan, aku yakin kamu juga wanita dengan latar belakang luar biasa dan masa depan cerah. Oleh karena itu, sebagai sesama wanita, aku memohon padamu untuk memberikan aku dan calon anakku jalan hidup. Pria ini harus bertanggung jawab untuk kehamilanku atau aku akan–” Sraak! Suara kursi yang bergesek dengan lantai terdengar, diikuti dengan tangan Alisha yang digenggam sang wanita cantik yang sekarang berdiri di hadapannya. Wanita yang sepengetahuan Alisha adalah calon yang dijodohkan keluarga kepada pria tersebut. “Kamu sungguh hamil anak Zayden?” tanya wanita itu dengan mata berbinar, membuat Alisha sedikit kebingungan. “U-uh … ya …?” jawab Alisha selagi mengangguk setengah ragu. “Ini berita bagus! Kalau begitu, kalian harus segera menikah!” Hah? Alisha sedikit terbengong. Kenapa wanita ini malah terlihat senang ketika mengetahui calon suaminya menghamili wanita lain? Bukankah seharusnya dia merasa tersinggung dan malu, lalu pergi meninggalkan restoran begitu saja sebelum berakhir membatalkan perjodohan? Jadi, kenapa sekarang dia malah mendukung dan menyuruh Alisha menikahi calon suaminya!? “Mama! Jangan percaya omong kosong wanita ini! Aku bahkan tidak mengenalinya!” ucap pria itu secara tiba-tiba, membuat Alisha terperangah. Mama?! Alisha menatap wanita cantik yang dia kira masih berumur sekitar dua puluh lima tahun itu. “Kamu mamanya? Bukan calon istrinya?!” Wanita cantik itu menyentuh sisi wajahnya dengan senyum malu-malu. “Ya, aku mamanya. Apa wajahku semuda itu sampai kamu salah mengenaliku sebagai calon istri Zayden?” Kemudian, dia menggenggam tangan Alisha erat dan mata berbinar. “Tenang saja, Nak. Zayden tidak pernah punya pacar, bahkan Tante sampai khawatir dia suka pria. Kalau ternyata kamu memang mengandung anaknya, itu berkah dan kalian harus segera menikah!” Dihadapi dengan semangat membara ibu sang pria, Alisha menjadi panik. Bukan, bukan perkembangan cerita seperti ini yang Alisha harapkan! Seharusnya, wanita di depannya ini adalah calon istri yang dijodohkan oleh keluarga sang pria. Lalu, ketika Alisha datang dan mengaku dihamili oleh pria tersebut, wanita ini seharusnya marah dan pergi! Hanya dengan begitu, barulah misi Alisha untuk membantu sang sahabat yang ingin membatalkan perjodohan pria yang dia sukai bisa berhasil! Lalu, apa ini!? Alisha menatap lagi pakaian sang pria, juga nama di atas meja. Kemeja merah gelap, warna yang sesuai informasi dari temannya seharusnya dikenakan oleh pria yang dia suka. Kemudian, nama tamu yang tertera di kertas yang berada di atas meja adalah … Zayden Wicaksana!? Kenapa ‘Zayden Wicaksana’ dan bukan ‘Alvin Wicaksana’?! Alisha salah orang???!!! Menyadari kesalahan fatalnya, kepanikan seketika langsung menyelimuti Alisha. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu menatap seorang pria lain yang duduk tidak jauh dari sana, yang tengah sibuk berbincang dengan seorang wanita. Kemeja pria itu … berwarna sama persis dengan pria di hadapan Alisha sekarang, dan nama di atas meja … Alvin Wicaksana?!! Alisha sungguh salah orang!!! Melihat kegelisahan Alisha, ibu sang pria menyadari ada yang salah. Dia menyentuh pundak Alisha dan berkata dengan wajah khawatir, “Nak, kamu baik-baik saja? Wajahmu pucat .…” Kemudian, wanita itu terlihat panik. “Oh, tidak! Apa salah mengira aku kekasih Zayden membuatmu stres?! Tidak, kamu tidak boleh stres! Kita harus ke rumah sakit! Jangan sampai ada hal yang terjadi dengan anak dalam kandungan–” “T-tunggu!” Alisha langsung menarik lepas tangannya dari tangan sang wanita. Senyum canggung menghiasi wajahnya. “T-Tante, maaf, sepertinya ada salah paham. L-lupakan apa pun yang aku katakan, permisi!” Kemudian, dia langsung lari sekencang mungkin meninggalkan restoran. “Eh!! Kenapa malah lari!?” seru ibu sang pria dengan bingung, berniat mengejar, tapi Alisha menghilang secepat angin! Wanita itu pun menatap putranya. “Zayden! Kejar dong! Kamu sebagai pria kenapa malah diam saja!?” tegurnya, membuat Zayden menatap ibunya datar. Apa sang ibu masih tidak sadar kalau putranya baru saja dipermainkan!? “Ma … wanita tadi berbohong ….” Ucapan sang anak membuat Martha, ibu Zayden, mendengkus kesal. “Bohong atau tidak, itu urusan Mama untuk memastikan nanti! Pokoknya sekarang, Mama mau kamu untuk bawa seorang calon istri ke hadapan Mama atau 80% saham perusahaan akan Mama suruh Papa berikan ke sepupumu! Titik!” Setelah mengucapkan itu, ibu Zayden pun meraih tas dan melangkah pergi dengan kesal. Bertahun-tahun khawatir sang putra tidak pernah berpacaran dan memiliki preferensi menyimpang, ternyata hari ini ada kemungkinan pria itu sudah memiliki kekasih, yang sudah hamil pula! Tentu saja kesempatan ini tidak akan Martha lewatkan! Pokoknya, Martha akan pastikan putranya itu tidak menyimpang dan bisa melanjutkan keturunan keluarga! Melihat kepergian ibunya, Zayden yang masih jadi perbincangan hangat satu restoran pun memasang ekspresi gelap. Dia mengingat-ingat wajah wanita yang mengaku hamil anaknya tadi. Alis ramping dan mata bulat, hidung mancung, dan bibir mungil dengan rona merah alami yang menggoda. Rambut panjang bergelombang yang membingkai wajahnya juga menambah kecantikan wanita tersebut. Sayangnya, secantik apa pun wanita itu, karena dia sudah mencari masalah dengan seorang Zayden, maka dia harus membayarnya atas rasa malu yang pria itu rasakan hari ini!Serena menggenggam pisau itu makin erat, telapak tangannya berkeringat. Matanya liar, berpindah dari Anton ke Zayden — lalu ke Alisha yang masih duduk terikat, tubuhnya tampak lemah tapi matanya tetap menantang.“Kau pikir aku takut padamu, Zayden?!” Serena membentak, suaranya sedikit bergetar.Zayden tidak menjawab. Dia hanya menatapnya, penuh ancaman, lalu perlahan melangkah masuk ke kamar mewah itu. Setiap langkahnya seperti dentuman berat di dada Serena, tapi egonya terlalu tinggi untuk mundur.“Serena… letakkan itu. Kau sudah keterlaluan!” Suara Anton nyaris putus asa. Dia terlalu mengenal wanita itu — rapuh di luar, rusak di dalam.Serena menoleh tajam. “Kau diam, Anton! Aku tidak butuh kamu di sini. Jangan sok jadi penyelamat!”“Lepaskan dia!” Kembali suara Zayden terdengar dengan cukup tegas dan sangat dingin.“Lepaskan kamu bilang?! Kamu mendapatkan kebahagiaan sementara ada orang yang menderita karena ulahmu! Apa menurutmu itu adil Zayden? Kamu sudah membunuh adikku Zayden!”
Wanita itu berjalan pelan, senyum tipis di bibirnya. Tubuhnya anggun dibalut gaun putih bersih yang menjuntai indah, selaras dengan warna dominan ruangan. Wajahnya begitu tenang, terlalu tenang untuk orang yang baru saja menculik orang lain. Alisha bisa merasakan aura aneh ini.“Selamat siang, Alisha,” sapanya, suaranya lembut tapi dingin, seolah-olah mereka hanya sedang bertemu di sebuah jamuan teh.Alisha mencoba menguatkan diri. “Apa yang kau mau?” tanyanya pelan, nadanya parau.Serena berjalan ke sisi ruangan, mengambil secangkir teh dari meja kecil, lalu duduk di kursi berlapis beludru putih di hadapan Alisha. Tangannya bergerak anggun, namun tatapan matanya menusuk.“Kau tahu,” ucap Serena santai, mengaduk tehnya, “aku sempat bingung, di mana tempat yang paling cocok untuk menjamu istri seorang Zayden Wicaksana. Tapi aku rasa… kamar ini pantas.”Dia memandang sekitar. “Cantik, bukan? Putih… bersih… terang. Tempat yang sempurna untuk seseorang sepertimu, Alisha.”Alisha menahan d
Tubuhnya masih lemas, namun perlahan kesadarannya mulai terkumpul. Mata Alisha membulat menatap sekeliling. Ruangan itu terlalu mewah untuk situasi seburuk ini. Langit-langit kamar yang tinggi dihiasi lampu gantung kristal, memancarkan cahaya keemasan yang membuat seluruh ruangan tampak terang dan bersih. Dinding-dindingnya dicat warna putih gading, berpadu dengan tirai tebal satin berwarna senada yang menjuntai indah di setiap sisi jendela besar.Di ujung ruangan, ada ranjang megah bertiang empat dengan kain tipis berwarna putih susu yang menjuntai lembut di sekelilingnya. Seprai ranjang itu terlihat begitu rapi, bantal-bantal besar tertata sempurna. Di sampingnya ada meja kecil dengan vas kristal berisi bunga mawar putih yang masih segar. Aroma samar wewangian ruangan bercampur dengan harum bunga itu memenuhi udara, namun justru membuat Alisha semakin merinding.Ini… bukan tempat yang seharusnya. Keindahan itu bertolak belakang dengan perasaannya yang dicekam ketakutan.“Di mana aku
Anton diam sejenak. Sorot matanya serius, rahangnya mengeras sebelum akhirnya berkata pelan namun tegas, “Aku mengerti perasaanmu, Zayden. Kau mencintai istrimu… sama persis seperti aku mencintai Serena. Kau ingin melindunginya, begitu juga aku. Dan meskipun kekuatanku tak sebesar milikmu, jangan lupa — seseorang yang lemah sekalipun, saat terpojok, bisa memberikan perlawanan yang tidak kau duga.”Ucapannya bagai tamparan pelan di udara yang panas itu. Zayden memandang pria di depannya, ekspresi wajahnya sulit terbaca, tapi pikirannya bergerak cepat.“Baiklah,” ucap Zayden singkat. “Katakan apa maumu.”Anton menarik napas dalam, lalu menatap Zayden lurus-lurus. “Aku tidak ingin kau menghancurkan hidup Serena. Jangan libatkan polisi dalam masalah ini. Aku tahu kau bisa melakukan apapun dengan mudah… tapi kumohon, jangan kali ini. Jika kau bisa berjanji untuk itu, aku akan membawamu ke tempatnya. Sekarang juga.”Nada suaranya penuh kesungguhan, tanpa sedikit pun keraguan. Bukan ancaman,
Wajah Arsel tampak pucat. Nafasnya memburu, langkahnya tergesa-gesa memasuki ruang kerja Zayden yang saat itu sedang didatangi Anton, yang merupakan tamu pentingnya pagi ini. Hal semacam ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Arsel tahu betul batasannya, tahu kapan harus bicara, kapan diam, dan kapan mundur. Tapi kali ini, dia menerobos masuk tanpa aba-aba.“Tuan Zayden … Nyonya ….,” bisiknya cepat di telinga Zayden.Detik itu juga, wajah Zayden berubah. Sorot matanya membelalak, rahangnya mengeras. Seluruh tubuhnya seperti tersengat listrik. “Apa kamu bilang?!” Kepala Zayden berdenyut hebat.Tidak lama kemudian ponselnya tiba-tiba berdering — nomor tak dikenal. Entah kenapa, perasaannya langsung tak enak.Dengan satu gerakan cepat, dia menerima panggilan itu.“Zayden… apa kamu masih ingat denganku, Sayang?”Serena.Suara itu terdengar serak, rapuh, seperti menyimpan luka lama yang belum sembuh. Tapi justru itulah yang membuat Zayden semakin waspada.“Apa maumu, Serena?” desisnya pelan,
Suasana ruangan mendadak menjadi lebih tegang saat Anton membahas masalah dirinya dengan Sheryl. Awal dari semuanya terjadi. Awal dari mulainya kehancuran dirinya, sesuatu yang membawanya dalam titik terendah dalam hidup yang dia lalui.“Orang yang membuatmu berakhir tidur dengan Sheryl adalah … Austin Thamrin, sepupumu sendiri.”Zayden sudah mencari tahu semua masalah ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu saat itu. Bahkan dia juga menyewa orang lain untuk menyelidiki kasus ini, hanya saja tetap semuanya berakhir dengan tidak ada kejelasan.Mata Zayden menyipit mendengar Anton mengatakan hal itu padanya.Ingatan itu kembali berputar 5 sampai 6 tahun ke belakang. Saat dirinya sudah dua tahun menggeluti bisnis keluarga Wicaksana.Austin adalah sepupunya yang sangat ambisius, anak dari Tante Vivian ini selalu menjadikan Zayden saingannya. Dia selalu marah dan kesal kesal kalau tetua Wicaksana mulai membangga-banggakan Zayden. Hingga akhirnya, saat itu proyek yang dikerjakan Austin meng
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen