Nah, siapa ya kira-kira? Pasti kenangan mantan! (🌀.🌀)/ pagi semuanya ... berapa bab ya enaknya hari ini.. heheheh...
Mungkin orang akan menyebutnya kejam. Mungkin akan ada yang menudingnya tak punya hati. Tapi Alisha tak peduli. Karena hidup butuh batas yang jelas. Kalau hari ini dia izinkan Zayden bertemu dengan Serena, lalu gunanya apa? Apa hasilnya? Kebaikan? Penyesalan? Atau mungkin hanya membuka kembali luka lama yang seharusnya sudah terkubur rapat.Tidak. Dia tidak bisa membiarkan pintu itu terbuka, walau hanya sedikit.“Aku … tidak bisa,” ulang Alisha, kali ini suaranya lebih tegas. Mata beningnya menatap lurus ke arah Maya, tanpa gentar. Ada luka di sana, ada sedikit iba, tapi lebih besar dari itu adalah tekad.Maya terdiam sejenak, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Wanita itu menggeleng pelan, matanya kembali basah. “Nak, tolonglah … kamu sesama wanita. Kamu tahu bagaimana rasanya ditinggalkan, dikhianati perasaan… masa kamu tidak bisa sedikit saja … sedikit saja merasakan perasaan anakku? Kecelakaan itu, hasil manipulasi orang lain dan selama ini … anakku berjuang me
Alisha memandangi layar ponselnya yang masih menyala. Panggilan itu rasanya ingin diakhirinya saja, tapi kata-kata wanita itu membuatnya terganggu.Saya, Maya, ibu Serena.Jantungnya berdegup tidak beraturan. Entah kenapa, hanya mendengar nama itu saja sudah cukup membuat hatinya tidak tenang. Rasa-rasanya ketenangan yang tadi pagi baru saja dia rasakan bersama Zayden dan Nariza, perlahan pudar begitu saja.Alisha mengembuskan napas panjang, mencoba meredakan debar yang mendadak menggila. Perlahan, dia menyandarkan punggung ke sandaran kursi, menatap layar ponsel yang masih menyala.“Kenapa saya harus bertemu Anda?” tanyanya akhirnya, suaranya bergetar tipis namun berusaha terdengar tenang. Meski Alisha tahu siapa yang menghubunginya, dia tetap bersikap hati-hati.Di seberang, suara itu terdengar seperti sebuah ratapan. Lembut, memohon, dan seakan terisak. “Tolong … demi kebaikan hatimu, Nak Alisha. Bisakah kita bertemu sebentar saja? Aku mohon ….”Alisha terdiam, dadanya bagai ditimpa
Pagi ini Alisha bangun lebih dulu, dengan gerakan perlahan dia meninggalkan tempat tidur agar tidak mengganggu Zayden. Setelah membersihkan diri pagi ini, Alisha dengan langkah ringan turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan mereka.Tidak sampai satu jam Alisha sudah mempersiapkan sarapan pagi mereka, saat menata piring di atas meja, Nariza keluar dari kamarnya.“Wuih, kakak seger banget pagi ini,” ucapnya dengan senyum lebar.“Iya dong!” jawab Alisha singkat. “Eh, kakak ke atas dulu, mau bangunin Kak Zayden dulu.”Gegas Aisha pergi kembali ke atas, sementara Nariza menarik kursi meja makan dan duduk di sana melihat apa yang sudah disiapkan oleh Alisha untuk mereka makan pagi ini. Hal ini membuat pikirannya melayang kembali ke beberapa bulan sebelum ini.Saat itu kesehatannya sangat buruk, hanya Alisha yang benar-benar mengurusnya penuh dengan kasih sayang. Seperti biasa Alisha adalah orang yang benar-benar bisa diandalkan dan satu-satunya orang yang masih membuat Nariza bertahan untuk
Nariza turun dari mobil lebih dulu, diikuti Zayden dan Alisha. Di depan pintu apartemen, Nariza masih dengan senyum lebarnya, sesekali mencuri pandang ke arah Alisha dan Zayden.Saat masuk ke apartemen, Zayden langsung jalan ke kamarnya dan Alisha di lantai atas, sementara Nariza jalan ke kamarnya diiringi oleh Alisha.“Eh, kakak kok ngikutin aku sih?!” Nariza berhenti di depan pintu kamarnya sambil menoleh ke belakang saat menyadari kakaknya mengiringinya alih-alih ikut bersama suaminya ke atas.“Ih, jangan pura-pura lupa, kakak mau tagih hadiah kakak dong!” Alisha berkata santai sambil menengadahkan tangannya pada Nariza sambil menaik-naikkan kedua alisnya.“Wuih, baru kali ini yang ulang tahun minta hadiah. Hadiah itu kan kesadaran orang yang mau memberi, kalau orang ga mau kasih ya gak perlu nagih-nagih.” Nariza berkata setengah bercanda sambil terkekeh ringan dan melangkah masuk ke kamarnya.Begitu masuk, Nariza langsung menekan saklar yang ada di dekat pintu dan membuat kamarnya
Ruangan itu langsung terang. Gemerlap lampu kristal menyala bersamaan, memperlihatkan ruangan luas dengan dekorasi mewah. Balon-balon berwarna silver dan rose gold menggantung cantik di langit-langit. Bunga mawar putih dan merah disusun membentuk tulisan ‘Happy Birthday, Alisha’ di dinding belakang.Di tengah ruangan, sebuah meja makan bundar telah tertata rapi dengan lilin-lilin kecil menyala, piring dan gelas kristal berkilau, serta kue ulang tahun tiga tingkat yang mewah, dihiasi edible gold dan kelopak mawar.Ini benar-benar sesuatu yang ada di luar pikiran Alisha. Yang lebih membuatnya terkejut lagi adalah di sana sudah banyak orang! Tentunya Nariza, Yumi dan Alvin, lalu keluarga inti Zayden! Ada Papa, Mama, dan dua ipar wanitanya, serta keponakan Zayden!Alisha tidak mampu berkata-kata lagi, dia benar-benar merasa kalau ini seperti mimpi, dia terdiam, membeku dengan kejutan yang sangat luar biasa ini. Bisa dikatakan ini pertama kalinya dia merayakan ulang tahunnya, lebih tepatnya
Zayden masih tersenyum hangat melihat ke arah Alisha, pria itu membelai lembut kepalanya seraya berkata, “Kamu dengar yang Restia katakan padaku?” Alisha tak mampu bicara. Apa mungkin Zayden menyadari hal ini? Pria itu tampak menghela napas dalam. “Aku … benar-benar tidak terpikir apa-apa dengan apa yang dia katakan, terlalu banyak ruang untuk memikirkan hal yang tidak perlu, sementara ruang di kepalaku penuh dengan urusan pekerjaan dan tentunya … kamu.” Zayden berkata lembut sambil menyentuh ujung hidung istrinya itu. “Berpikir berlebihan sepertinya memang sifat dasar wanita, ya?” goda Zayden pada Alisha, membuat wanita itu menundukkan wajahnya – malu! “Ternyata susah juga membuat Alisha Gayatri percaya padaku,” gumam Zayden sambil mendesah pelan. Alisha merasa tidak enak hati, hanya sebagai seorang yang tidak pernah membangun hubungan sebelumnya dan memiliki luka batin tentang hidupnya sendiri, tentu ini tidak mudah. Dia yang dibuang dan melihat banyak sekali pengkhianatan,